WAKTU SHOLAT DAN CARA MENGHITUNGNYA



Diklat Hisab Rukyat Angkatan II Tahap Pertama
23-24 Shofar 1432 H./ 28-29 Januari 2011 M.

Fakultas Syari'ah Universitas Islam Negeri
MAULANA MALIK IBROHIM
Jalan Gajayana Nomor 50 Malang Jawa Timur

WAKTU SHOLAT DAN CARA MENGHITUNGNYA
Oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid

MUQODDIMAH

Segala puji bagi Alloh SWT tuhan semesta alam yang telah membuat langit-langit di alam semesta tanpa satupun tiang yang menopangnya, sholawat dan salam tak terlupakan untuk junjungan kita nabi besar Muhammad SAW.

Ibadah sholat adalah ibadah yang telah ditentukan waktunya. Dan Alloh telah menentukan waktu-waktu baginya. Firman Alloh di dalam Al-Qur’an :

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا (النساء 103)

Artinya : Sesungguhnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (An-Nisa’ 103)

Betapa pentingnya sholat, sehingga di dalam rukun Islam, Sholat menempati urutan yang kedua setelah Syahadat. Sholat adalah tiang agama sebagaimana hadits nabi SAW.

عَنْ عُمَرَ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ أَيُّ شَىْءٍ أَحَبُّ عِنْدَ اللهِ فِى الإسْلاَمِ قَالَ الَصَّلاَةُ لِوَقْتِهَا وَمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ فَلاَ دِيْنَ لَهُ وَالصَّلاَةُ عِمَادُ الدِّيْنِ (البيهقى فى شعب الإيمان) [كنز العمال 21618]

Dari sahabat Umar beliau berkata : Seorang laki-laki mendatangi Rosululooh SAW dan bertanya "Sesuatu apakah yang lebih dicintai Alloh di dalam Islam?". Maka Rosululloh SAW menjawab "Yaitu melaksanakan sholat pada waktunya, barangsiapa meninggalkan sholat maka sama dengan tidak beragama, Sholat adalah tiang agama" (Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi)

Untuk mengetahui masuknya waktu sholat tersebut Alloh telah mengutus malaikat Jibril untuk memberi arahan kepada Rosululloh SAW tentang waktu-waktunya sholat tersebut dengan acuan matahari dan fenomena cahaya langit yang notabene juga disebabkan oleh pancaran sinar matahari. Jadi sebenarnya petunjuk awal untuk mengetahui masuknya awal waktu sholat adalah dengan melihat(rukyat) matahari.

Untuk memudahkan kita dalam mengetahui awal masuknya waktu sholat, kita bisa menggunakan perhitungan hisab, sehingga tidak harus melihat matahari setiap kali kita akan melaksanakan sholat. Akan tetapi sebelum kita menghitung awal masuknya waktu sholat, terlebih dahulu kita harus mengetahui kriteria-kriteria masuknya waktu sholat yang telah digariskan oleh Alloh SWT.

Yang dimaksud waktu sholat dalam pengertian hisab ialah awal masuknya waktu sholat. Waktu sholat habis ketika datang waktu sholat berikutnya, kecuali waktu sholat Shubuh yang berakhir ketika munculnya matahari  di ufuk timur. Waktu sholat ditentukan berdasarkan posisi matahari diukur dari suatu tempat di muka bumi. Menghitung waktu sholat pada hakekatnya adalah menghitung posisi matahari sesuai dengan yang kriteria yang ditentukan.




WAKTU-WAKTU SHOLAT

Sholat disyaria’tkan di dalam Islam pada bulan Rojab tahun ke-11 kenabian, saat rosululloh diIsro’ dan Mi’rojkan ke sidrotil muntaha. Sholat diwajibkan bagi umat Islam dalam sehari semalam sebanyak lima (5) kali, yaitu Shubuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’.

فَسُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ (الروم 17-18)

Artinya : Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu zuhur.(Ar-Ruum 17-18)

Firman Alloh didalam Al-Qur’an :

أَلَمْ تَرَ إِلَى رَبِّكَ كَيْفَ مَدَّ الظِّلَّ وَلَوْ شَاءَ لَجَعَلَهُ سَاكِنًا ثُمَّ جَعَلْنَا الشَّمْسَ عَلَيْهِ دَلِيلًا (الفرقان 45)

Artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang; dan kalau dia menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap bayang-bayang itu, kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu,(AL-Furqon 45)

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ (هود 114)

Artinya : Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. (Hud 114)

أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْءَانَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْءَانَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا (الإسراء 78)

Artinya : Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat) (Al-Isro’ 78).

فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا وَمِنْ ءَانَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَى( طه 130)

Artinya : Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang. (Thooha 130)

Dari beberapa ayat Al-Qur’an yang menerangkan kriteria-kriteria awal waktu sholat diatas kurang detail sehingga menimbulkan multi tafsir. Untuk memperkuat ayat Al-Qur’an diatas, berikut sebagian hadits yang secara rinci dan  detail menerangkan waktu-waktu sholat.

عن جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ جَاءَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ زَالَتْ الشَّمْسُ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلِّ الظُّهْرَ حِينَ مَالَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ مَكَثَ حَتَّى إِذَا كَانَ فَيْءُ الرَّجُلِ مِثْلَهُ جَاءَهُ لِلْعَصْرِ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلِّ الْعَصْرَ ثُمَّ مَكَثَ حَتَّى إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ جَاءَهُ فَقَالَ قُمْ فَصَلِّ الْمَغْرِبَ فَقَامَ فَصَلَّاهَا حِينَ غَابَتْ الشَّمْسُ سَوَاءً ثُمَّ مَكَثَ حَتَّى إِذَا ذَهَبَ الشَّفَقُ جَاءَهُ فَقَالَ قُمْ فَصَلِّ الْعِشَاءَ فَقَامَ فَصَلَّاهَا ثُمَّ جَاءَهُ حِينَ سَطَعَ الْفَجْرُ فِي الصُّبْحِ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلِّ فَقَامَ فَصَلَّى الصُّبْحَ ثُمَّ جَاءَهُ مِنْ الْغَدِ حِينَ كَانَ فَيْءُ الرَّجُلِ مِثْلَهُ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلِّ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ جَاءَهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام حِينَ كَانَ فَيْءُ الرَّجُلِ مِثْلَيْهِ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلِّ فَصَلَّى الْعَصْرَ ثُمَّ جَاءَهُ لِلْمَغْرِبِ حِينَ غَابَتْ الشَّمْسُ وَقْتًا وَاحِدًا لَمْ يَزُلْ عَنْهُ فَقَالَ قُمْ فَصَلِّ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ ثُمَّ جَاءَهُ لِلْعِشَاءِ حِينَ ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَوَّلُ فَقَالَ قُمْ فَصَلِّ فَصَلَّى الْعِشَاءَ ثُمَّ جَاءَهُ لِلصُّبْحِ حِينَ أَسْفَرَ جِدًّا فَقَالَ قُمْ فَصَلِّ فَصَلَّى الصُّبْحَ فَقَالَ مَا بَيْنَ هَذَيْنِ وَقْتٌ كُلُّهُ

Artinya : Dari Jabir bin Abdulloh, Bahwasanya Jibril datang kepada Nabi SAW, lalu berkata kepadanya : Bangunlah dan bershalatlah, maka Nabi pun melakukan shalat Dhuhur pada saat matahari telah tergelincir. Kemudian datang pula Jibril kepada Nabi pada waktu Ashar, lalu berkata : bangunlah dan bershalatlah, maka Nabi melakukan shalat Ashar pada saat bayangan matahari sama dengan panjang bendanya. Kemudian Jibril datang pula kepada Nabi waktu Maghrib, lalu berkata : Bangunlah dan bershalatlah, maka Nabi  melakukan shalat Maghrib, pada saat matahari telah terbenam. Kemudian Jibril datang lagi pada waktu Isya’ serta berkata : Bangunlah dan bershalatlah, maka Nabi  melakukan shalat Isya, pada saat mega merah  telah hilang. Kemudian datang pula Jibril pada waktu Subuh, lalu berkata : Bangunlah dan bershalatlah, maka Nabi  melakukan shalat Subuh pada saat fajar shadiq telah terbit. Pada keesokan harinya Jibril datang lagi untuk waktu Dhuhur, Jibril berkata : Bangunlah  dan bershalatlah, maka Nabi  melakukan shalat Dhuhur pada saat bayangan matahari yang berdiri telah menjadi panjang. Kemudian Jibril datang lagi pada waktu Ashar pada saat  bayangan matahari dua kali sepanjang dirinya. Kemudian datang lagi Jibril pada waktu Maghrib pada saat waktu beliau datang kemarin  juga. Kemudian datang lagi Jibril pada waktu Isya, diketika telah berlalu separuh malam, atau sepertiga malam, maka Nabi pun melakukan shalat Isya, Kemudian datang lagi Jibril  diwaktu telah terbit fajar shadiq, lalu berkata : Bangunlah dan bershalatlah Subuh,  sesudah  itu Jibril berkata : Waktu-waktu di antara kedua waktu ini, itulah waktu shalat.

Berdasarkan ayat-ayat dan hadits yang sebagian dikutip diatas dapat disimpulkan bahwa parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan waktu sholat adalah dengan matahari.  Akhirnya disimpulkan oleh para ulama Madzahibul Arba’ah bahwa awal waktu sholat fardlu ( 5 waktu ) dan sholat sunnah sebagai berikut :

1.   DHUHUR : dimulai ketika tergelincirnya matahari dari tengah langit(istiwa’) ke arah barat ditandai dengan terbentuknya bayangan suatu benda sesaat setelah posisi matahari di tengah langit, atau bertambah panjangnya bayangan suatu benda, sesaat setelah posisi matahari di tengah langit dan waktu Dhuhur berakhir ketika masuk waktu Ashar. Yang dimaksud tengah langit  bukanlah zenit, akan tetapi tengah-tengah langit diukur dari ufuk timur dan barat.

Pada waktu zawal, yakni ketika matahari melewati garis zawal/istiwa’ (garis langit yang menghubungkan utara dan selatan) ada tiga kemungkinan arah bayangan benda yang berdiri tegak.

a.   Pertama : arah bayangan berada di utara benda tersebut, yaitu ketika matahari melintasi zawal, posisinya berada di belahan langit selatan, azimuth 180°.
b.   Kedua : arah bayangan berada di selatan benda tersebut, yaitu ketika matahari melintasi zawal, posisinya berada di belahan langit utara, azimuth 0°/360°. 
c.   Ketiga : tidak ada bayangan sama sekali, yaitu ketika matahari melintasi zawal, posisinya tepat berada di atas zenit yakni posisi matahari berada pada sudut 90° diukur dari ufuk. Di wilayah pulau Jawa fonemena ini hanya terjadi 2 kali di dalam setahun. Yang pertama antara tanggal 28 Februari sampai 4 Maret, sedangkan yang kedua antara 9 Oktober sampai 14 Oktober, di dalam bahasa Jawa, fonemena ini disebut dengan Tumbuk

Pada saat kondisi pertama dan kedua, bayangan suatu benda sudah ada pada saat zawal, sehingga masuknya waktu dhuhur adalah bertambah panjangnya bayangan suatu benda tersebut sesaat setelah zawal.

Pada kondisi ketiga, pada saat zawal, suatu benda yang berdiri tegak tidak menimbulkan bayangan sedikitpun, sehingga masuknya waktu Dhuhur adalah ketika terbentuknya/munculnya bayangan suatu benda sesaat setelah istiwa’/zawal.

Panjang bayangan saat datangnya waktu Dhuhur ini akan berpengaruh pula pada penentuan waktu Ashar.

2.   ASHAR : dimulai ketika panjang bayangan suatu benda, sama dengan panjang benda tersebut dan berakhir ketika masuk waktu Maghrib. Terkecuali pendapat Imam Abu Hanifah, bahwa masuknya waktu Ahsar ialah ketika panjang bayangan suatu benda dua kali dari panjang bendanya.

Dalam perhitungan waktu Ashar panjang bayangan pada waktu Dhuhur yang merupakan panjang bayangan minimum  perlu diperhitungkan, karena suatu saat mungkin panjang bayangan saat Dhuhur itu lebih panjang dari tinggi benda itu sendiri.  Seperti di daerah Madinah yang lintangnya 24° 28’, pada bulan akhir bulan Desember  deklinasi matahari ± -23° sehingga pada saat Dhuhur sudut matahari sudah mencapai 47° lebih, dan tentunya pada saat Dhuhur, panjang bayangan suatu benda sudah melebihi panjang benda itu sendiri. Sehingga waktu Ashar adalah ketika panjang bayangan sebuah benda sama dengan panjang benda tersebut ditambah panjang bayangan waktu Dhuhur

3.  MAGHRIB : dimulai ketika terbenamnya semua piringan matahari di ufuq barat yakni tenggelamnya piringan atas matahari di ufuk barat.  Waktu Maghrib berakhir ketika masuk waktu Isya’

4.   ISYA’ : dimulai ketika hilangnya cahaya merah yang disebabkan terbenamnya matahari dari cakrawala dan berakhir ketika masuk waktu Shubuh. Menurut asumsi ahli hisab kita posisi matahari pada sa’at itu sekitar -18° dari ufuq barat, sebagian pendapat lainnya berkisar -15° sampai -17.5°. sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, ketika hilangnya cahaya putih yakni ketinggian matahari sekitar -19°

5.   SHUBUH : dimulai ketika munculnya Fajar Shodiq, yaitu cahaya keputih-putihan yang menyebar di ufuq timur. Menurut asumsi ahli hisab kita posisi matahari pada sa’at itu sekitar -20° dari ufuq timur, sebagian pendapat lainnya berkisar -15° sampai -19.5°, munculnya fajar shodiq ditandai dengan mulai pudarnya cahaya bintang.

وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَإِدْبَارَ النُّجُوم ِ( الطور49)

Artinya : dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar) (Ath-Thuur 49).

 <> Waktu terbenam/pudarnya cahaya bintang

Waktu Shubuh berakhir ketika piringan atas matahari muncul di ufuq timur.

6.   DLUHA : dimulai ketika ketinggian matahari sekitar satu tombak yakni 7 dziro’, dalam bahasa ahli hisab kita ketinggian matahari tersebut sekitar 4° 30’. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah ketinggian matahari sekitar dua tombak  atau dalam ukuran ahli hisab 9°. Waktu Dluha berakhir ketika matahari tergelincir.
7.   IDUL FIHTRI & IDUL ADHA : Waktu sholat Idul Fitri & Idul Adha menurut imam Syafi’I dimulai ketika terbitnya matahari dari ufuk timur dan utamanya adalah pada saat masuknya waktu Dhuha dan berakhir pada saat zawal. Sementara menurut imam, Maliki, Hanafi dan Hambali masuknya waktu sholat Id adalah masuknya waktu Dhuha sampai zawal.

8.   NISFUL LAIL : Nisful Lail (separuh malam) adalah waktu yang hampir terabaikan oleh ahli hisab ketika membuat jadwal sholat, padahal waktu ini sangat erat kaitannya dengan awal waktu sholat malam serta masuknya waktu Bermalam di Muzdalifah, Melempar Jumroh dan Mencukur rambut dalam manasik haji. Ada sebagian kalangan yang menghitung nisful lail ini dengan acuan jam 12 malam istiwak, akan tetapi definisi tersebut tidak benar menurut syar'I. Yang dimaksud malam dalam ranah fiqh adalah waktu yang dihitung dari waktu maghrib sampai shubuh, tidak Maghrib sampai Terbit matahari. Jadi Nisful Lail adalah tengah-tengah antara Maghrib-Shubuh. Misalnya tanggal 17 Nopember 2007 untuk wilayah Gresik, waktu Mahgrib = 17:29 WIB shubuh = 3:39 WIB. Maka nisful lail = 22:33:30 WIB / 23:19:18 Istiwak.
  

Gambar 1.1
Kedudukan matahari pada awal waktu Sholat

IKHTIYAT

Yang dimaksud ikhtiyat adalah penambahan atau pengurangan beberapa menit dari hasil perhitungan. Untuk awal masuknya waktu sholat ditambahkan sedangkan batas akhir waktu sholat dikurangkan, seperti terbit matahari maka dikurangi. Tujuan ikhtiyat ialah untuk mengantisipasi apabila ada kesalahan dalam perhitungan. Nilai ikhtiyat berkisar antara 1-4 menit. Tetapi karena semakin presisinya perhitungan hisab saat ini maka dianjurkan untuk menggunakan ikhtiyat tidak lebih dari 2 menit kecuali waktu Dhuhur.

WAKTU IMSAK

Disamping waktu ikhtiyat, khusus dalam hal ibadah puasa terdapat ketentuan (walaupun tidak wajib) waktu yang disebut Imsak. Yaitu jeda waktu sebelum masuknya waktu Shubuh berkisar sekitar 10 sampai 15 menit, untuk kehati-hatian.

Jeda waktu tersebut tidaklah bententangan dengan sunnahnya mengakhirkan sahur sebagaimana banyak diriwayatkan dalam hadits dan tersirat dalam Al-Qur’an

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَاتَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍمَاعَجَّلُوا الِإفْطَارَ وَأَخَّرُوا السَّحُوْرَ(مسند أحمد)

Dari Abu Dzar beiau berkata : Bersabda Rosululooh SAW. “Ummatku akan selalu dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan sahur”  (Musnad Imam Achmad)

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ (البقرة 187)

"Dan makan minumlah kamu hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. " (QS. Al-Baqarah: 187)

Tanda-tanda waktu Shubuh adalah yang paling sulit diamati diantara tanda-tanda waktu sholat lainnya, karena itu untuk menghindari batalnya puasa karena keterbatasan kita dalam mengobservasi fonemena alam yang berkaitan dengan masuknya waktu Shubuh maka seyogyanya di beri batasan Imsak untuk hati-hati.

عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتْ قَالَ : تَسَخَّرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ثُمَّ قُمْناَ إِلَى الصَّلاَةِ وَكَانَ قَدْرُ مَا بَيْنَهُمَا  خَمْسِيْنَ آيَةً

Dari Zaid bin Tsabit, berkata : “Kami sahur bersama Rosululloh SAW. Kemudian kami
mununaikan sholat Shubuh, dan waktu antara sahur dengan sholat sekitar 50 ayat (membaca Al-Qur’an 50 ayat)”.

Disimpulkan oleh ahli hisab bahwa jeda bacaan 50 ayat antara sahurnya Rosululloh dan waktu Shubuh tersebut sekitar 10 sampai 15 menit.

HISAB WAKTU SHOLAT

Data-data yang diperlukan untuk menghitung waktu sholat adalah sebagai berikut :

  1. Tanggal, Bulan dan Tahun masehi
  2. Lintang, Bujur, Time Zone  dan ketinggian lokasi.

Lintang : Lintang tempat / Ardlul Balad (عرض البلد) atau Latitude dengan symbol f. Yaitu tempat yang diukur dari khatulistiwa kearah utara dan selatan, berkisar 0° sampai 90°. Jika posisinya berada di utara khatulistiwa maka disebut Lintang Utara (LU) dan ditandai dengan (+). Sedangkan jika posisinya berada di selatan khatulistiwa maka disebut Lintang Selatan (LS) dan diberi ta ditandai dengan (-).

Bujur : Bujur tempat / Thulul Balad (طول البلد), Meridian atau Longitude dengan symbol l (lamda). Yaitu tempat yang diukur dari kota Greenwich London Inggris (terletak 97 km /20 mil ke arah tenggara dari kota London) kearah timur dan barat, berkisar 0° sampai 180°. Jika posisinya berada di sebelah timur kota Greenwich maka disebut Bujur Timur (BT) dan ditandai dengan (+). Sedangkan jika posisinya berada sebelah barat kota Greenwich maka disebut Bujur Barat (BB) dan ditandai dengan (-)

Time Zone : Zona tempat / Farqus Sa'ah (فرق الساعة) Adalah pembagian waktu secara politik diukur dari kota Greenwich sebagai patokan jam 00:00. Jika di sebelah timurnya ditandai dengan (+). Secara umum time zone dibagi dalam setiap 15° yakni per 1 jam, akan tetapi ada sebagian wilayah yang hanya 7.5° yakni ½ Jam. Waktu di Indonesia dibagi menjadi 3 zone. Waktu Indonesia Barat (WIB), Waktu Indonesia Tengah (WITA) dan Waktu Indonesia Timur (WIT). Waktu Indonesia Barat meliputi Sumatera, Jawa Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Waktu Indonesia Tengah meliputi Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Waktu Indonesia Timur meliputi Maluku, Papua dan Papua Barat.

 

Ketinggian lokasi diperlukan untuk perhitungan waktu sholat Maghrib dan terbitnya matahari sebagai batas akhirnya waktu Shubuh. Semakin tinggi tempat menyebabkan semakin rendahnya ufuq. Yakni pada saat maghrib ketika kita berada di ketinggian 0° matahari terlihat sudah terbenam akan tetapi jika kita naik ke atas dengan ketinggian tertentu maka matahari masih terlihat diatas ufuk.

  1. Deklinasi matahari dan Equation of time.

Deklinasi Matahari : Declination of the Sun, atau biasa disebut Mailusy Syamsi (ميل الشمس) adalah jarak matahari dari Equator. Nilai deklinasi plus (+) jika matahari di utara Equator dan mines (-) jika di selatan Equator. Pada tanggal 21 Juni matahari berada paling jauh di utara equator dengan harga deklinasi 23° 27' dan pada tanggal 22 Desember matahari berada paling jauh di selatan equator dengan nilai deklinasi -23° 27'. Pada tanggal 21 Maret dan 23 September matahari berada persis di equator dengan harga deklinasi 0°. Di dalam rumus-rumus hisab, deklinasi ini biasa disebut dengan symbol d (delta).

Equation Of Time : Daqiuqut Tafawwut, Ta’diluz Zaman, Ta’dilul Waqti, atau perata waktu, adalah selisih antara waktu kulminasi matahari hakiki dengan waktu kulminasi rata-rata matahari. Pada saat posisi bumi berada di posisi terdekat dengan matahari, pergerakannya pada lingkaran ekliptika berlangsung lebih cepat daripada ketika posisi bumi jauh dari matahari. Akibatnya saat kulminasi matahari setiap hari selalu berubah, kadang persis jam 12:00, kadang kurang dan kadang lebih. Kelebihan dan kekurangannya dari pukul 12:00 inilah yang disebut dengan equation of time. Di dalam rumus-rumus hisab, equation of time ini biasa disebut dengan simbol (huruf e kecil).

Untuk mendapatkan Deklinasi dan Equation of time matahari yang presisi kita bisa menghitungnya dengan menggunakan rumus atau mengambilnya dari program Winhisab yang dikeluarkan oleh Departemen Agama RI. Akan tetapi didalam menghitung awal waktu sholat sudah cukup dengan menggunakan deklinasi dan equation of time taqribi yang ada di bagian belakang makalah ini.

Setelah data-data tersebut telah tersedia maka selanjutnya mulai menghitung tahap-demi tahap. Waktu sholat yang pertama kali dihitung adalah awal waktu sholat Dhuhur karena waktu sholat
inilah yang menjadi patokan untuk menghitung awal waktu sholat lainnya.
Sebagaimana diketahui bahwa awal waktu Dhuhur adalah mulai tergelincirnya matahari dari zenit ke arab barat. Sementara matahari di posisi zenit/tepat di atas kepala adalah jam 12:00 waktu istiwak. Jam 12 waktu istiwak kalau dijadikan waktu daerah/Local Time maka waktu istiwak dikurangi tafawut yakni selisih waktu istiwak dengan waktu daerah.

Sebagai contoh kita menghitung waktu sholat dengan markas Surabaya, lintang -7° 15’, bujur 112° 45‘ dengan ketinggian tempat 10 meter, pada tanggal 10 Pebruari 2011. Contoh perhitungan di bawah ini menggunakan Microsoft Excel 2003.

Semua perhitungan di dalam Excel menggunakan desimal bukan derajat jadi apabila nilai datanya dalam format derajat maka dijadikan desimal terlebih dahulu. Misalnya 112° 45' untuk menjadikan ke desimal maka formulanya 112 + 45/60 hasilnya = 112,75.  Contoh lain : data equation of time matahari pada tanggal 26 April = 2' 15" dijadikan desimal = 2/60 + 15/3600 = 0,0375

Buka file “007_waktu_sholat_02.xls“ yang di sertakan di dalam materi ini, lalu pilih seet "Waktu_Sholat_Dec_Taqribi". Kemudian tentukan lintang dan bujurnya serta time zone dan tinggi tempat.

Lintang   (F15) = -7,25       lihat daftar lintang dan bujur
Bujur     (F16) = 112,75      lihat daftar lintang dan bujur
Time zone (F17) = 7           lihat daftar lintang dan bujur
T tempat  (F18) = 10 meter
Dip       (F19) = 1,76/60*SQRT(F18) = 0,092760145

Dip :  Kerendahan ufuk yang disebabkan tingginya tempat. Semakin tinggi tempat menyebabkan semakin rendahnya ufuq. Yakni pada saat maghrib ketika kita berada di ketinggian 0° matahari terlihat sudah terbenam akan tetapi jika kita naik ke atas dengan ketinggian tertentu maka matahari masih terlihat diatas ufuk. Dip = (1.76 / 60 ) x Ö tinggi tempat

Deklinasi (F21) = -14,55        = -22° 05' 02“
e         (F22) = -0,236388889  = -00° 14' 11“
s.d       (F23) = 0,266666667   =  00° 16' 00“

Lalu tentukan bayangan waktu Ashar, satu kali panjang bayangan atau dua kali panjang bayangan kalau mengikuti Imam Abu Chanifah. Lalu tentukan tinggi matahari pada waktu sholat tersebut.

By Ashar  (F25) = 1
H Mag & S (F26) = -( s.d +(34,5/60)+ Dip)-0,0024
= -(F23+(34,5/60)+F19)-0,0024        = -0,9417539
H Isya'   (F27) = -18
H Shubuh  (F28) = -20
Imsak     (F29) = 10 menit
Ha Dhuha  (F30) = 4,5

F    (F32) = -tan lintang  x  tan d
= -TAN(F15*Dr)*TAN(F21*Dr)                = -0,033018781
G    (F33) = cos lintang  x  cos d
= COS(F15*Dr)*COS(F21*Dr)                 = 0,960190135

WAKTU DHUHUR

= 12-F22+((F17*15)-F16)/15                = 11,71972222
= 11:43:11
Maka Dz (istiwak)  = 12
     Dz (LT)       = 11,71972222

Hasil Dz ini selanjutnya akan dipergunakan untuk menghitung waktu sholat lainnya. Dalam mengambil hasil Dz yang akan diinputkan ke waktu sholat yang lainnya, maka apabila Dz yang digunakan adalah Dz istiwak maka waktu sholat tersebut adalah waktu istiwak dan jika Dz yang diambil adalah Dz LT maka waktu sholat tersebut adalah waktu local time yakni waktu daerah seperti WIB, WITA dan WIT.

WAKTU ASHAR

= ATAN(1/(TAN(ABS(F15-F21)*Dr)+F25))*180/PI()   =41,55518896

As   (F37) = Dz + cos-1 ( F + sin Ha / G ) /15
= F35+ACOS(F32+SIN((F36)*PI()/180)/F33)*180/PI()/15
= 14,97744308
= 14:58:39
WAKTU MAGHRIB

= F35+ACOS(F32+ SIN((F26) * Dr)/F33)*180/PI()/15     = 17,9109662
= 17:54:39

WAKTU ISYA’

Isy  (F39) = Dz + cos-1 ( F + sin -18 /G) /15
= F35+ACOS(F32+ SIN((F27)*Dr)/F33)
  * 180/PI()/15                                 = 19,10532977
= 19:06:19

WAKTU SHUBUH

Sb   (F40) = Dz - cos-1 ( F + sin -20 /G) /15
= F69-ACOS(F66+SIN((F62)*Dr)/F67)*180/PI()/15   = 4,192660526
= 04:11:34

WAKTU THULUK / SYURUQ/TERBIT

Srq  (F42) = Dz - cos-1 ( F + sin H Mag /G)/15
= F35-ACOS(F32+ SIN((F26)*Dr)/F33)*180/PI()/15  = 5,528478242
= 05:31:43

WAKTU DLUHA

Dh   (F43) = Dz - cos-1 ( F + sin 4.5 / G) / 15
= F35-ACOS(F32+SIN((F30)*Dr)/F33)*180/PI()/15   = 5,905790353
= 05:54:21

NISFUL LAIL

=  F38 +((24 + F40)-F38)/2                       = 23,05181336
= 23:03:07

TAFAWWUT

Selisih waktu waktu antara waktu Istiwak setempat dengan waktu daerah, seperti WIB, WITA atau WIT.

Tfwt (F24) = ABS((bujur – TZ * 15) / 15 + e )
= ABS((F16 - F17*15) / 15 + F22)                     = 0,280277778
= 00:16:49 jam


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PERKEMBANGAN AGAMA PADA MASA DEWASA

AMALIYAH NAHDLIYAH (Nahdlotul Ulama')

DELIK PERCOBAAN, PENYERTAAN, DAN PERBARENGANAN PIDANA DALAM KUHP