BEBERAPA MASAIL ZAKAT
BEBERAPA
MASAIL ZAKAT
Drs. KH. Muh. Muhsin
A. ZAKAT
UNTUK GURU NGAJI ( PAK KIYAI)
Dalam hal
ini terdapat perincian:
a.
Tidak boleh
menerima zakat apabila tergolong orang yang mampu.
b.
Boleh
menerima zakat bagi guru ngaji yang tidak mampu yang dikarenakan waktunya habis
untuk mengajarkan ilmu, sebagaimana diterangkan dalam kitab I’anah
al-Thalibin, juz II, hal. 189.
وَاعْلَمْ أَنَّ ماَ لاَ يَمْنَعُ اْلفَقْرَ مِمَّا تَقَدَّمَ لاَ
يَمْنَعُ الْمِسْكِنَةَ أَيْضاً كَمَا مَرَّ اَلتَّنْبِيْهُ عَلَيْهِ وَمِمَّا لاَ
يَمْنَعُهُمَا أَيْضاً اِشْتِغاَلُهُ عَنْ كَسْبٍ يَحْسِنُهُ بِحِفْظِ الْقُرْآنِ أَوْ
بِالْفِقْهِ أَوْ بِالتَّفْسِيْرِ أَوِ الْحَدِيْثِ أَوْ ماَ كاَنَ آلَةٌ لِذَلِكَ
وَكاَنَ يُتَأَتَّى مِنْهُ ذَلِكَ فَيُعْطَى لِيَتَفَرَّغَ لِتَحْصِيْلِهِ لِعُمُوْمِ
نَفْعِهِ وَتَعْدِيْهِ وَكَوْنِهِ فَرْضُ كِفَايَةٍ
“Termasuk
sesuatu yang tidak mencegah keduanya (status fakir dan miskin) adalah seseorang
yang meninggalkan pekerjaan yang dapat memperbaiki ekonominya karena waktunya
hanya tersita untuk menghafal al-Qur’an, memperdalam ilmu fiqih, tafsir atau
hadits, atau ia sibuk melaksanakan sesuatu yang menjadi wasilah tercapainya
ilmu tersebut. Maka orang-orang tersebut dapat diberi zakat, agar mereka dapat
melaksanakan usahanya itu secara optimal. Sebab manfaatnya akan dirasakan serta
mengena kepada masyarakat umum, disamping itu perbuatan itu juga merupakan
fardhu kifayah”. (I'anah al-Thalibin, juz II, hal. 189)
c.
Boleh
menerima zakat meskipun kaya raya, karena guru ngaji atau kyai adalah termasuk
orang yang berjuang di jalan kebaikan, maka termasuk kriteria Fii sabilillah,
sebagaimana pendapat sebagian ulam' Fiqh.
وَنَقَلَ الْقَفَّالُ عَنْ بَعْضِ الْفُقَهَاءِ أَنَّهُمْ أَجاَزُوْا
صَرْفَ الصَّدَقاَتِ إِلَى جَمِيْعِ وُجُوْهِ الْخَيْرِ: مِنْ تَكْفِيْنِ الْمَوْتىَ
وَبِناَءِ الْحُصُوْنِ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ لِأَنَّ قَوْلُهُ تَعاَلَى فِىْ سَبِيْلِ
اللهِ عاَمٌ فِى اْلكُلِّ.
"Menurut
sebagian ulama’ ahli Fiqih yang dikutip oleh al-Qoffal bahwa sesungguhnya
mereka itu memperbolehkan pentasarufan zakat untuk semua bentuk kebaikan,
seperti untuk mengkafani mayit, membangun benteng dan memperbaiki masjid,
karena firman Allah Swt. Fii sabilillah itu umum bisa mencakup semuany”. (Tafsir
al-Munir, juz I, hal.344)
B. ZAKAT
DIBERIKAN KEPADA SANTRI
Ada
perbedaan pandangan di kalangan ulama’ mengenai hal ini, sebagaimana berikut
Menurut Imam
Malik: Santri boleh menerima zakat
وَ مَذْهَبُ ماَلِكٍ أَنَّ طَلَبَةَ الْعِلْمِ اَلْمُنْهَكِّيْنَ فِيْهِ لَهُمْ اَلْأَخْذُ مِنَ الزَّكاَةِ وَلَوْ أَغْنِيَاءَ اِذَا اْنقَطَعَ حَقُّهُمْ مِنْ بَيْتِ الْمَالِ, لِأَنَّهُمْ مُجَاهِدُوْنَ
“Orang-orang yang memprioritaskan seluruh waktunya untuk mencari
ilmu, diperbolehkan menerima zakat, meskipun mereka tergolong kaya raya. Dengan
syarat mereka sudah tidak mendapatkan jatah dari Baitul Maal. Karena
sesungguhnya mereka itu termasuk golongan para pejuang”. (Hasyiah al-Shawi ‘Ala
Tafsir Jalalain, hal. 53)
C.
HUKUM ZAKAT
UNTUK MASJID DAN PESANTREN DAN MADRASAH
Menurut
sebagian ulama’ ahli fiqih yang dikutip oleh Imam Qoffal, mengalokasikan harta
zakat untuk pembangunan masjid, pondok pesantren atau semacamnya, hukumnya
boleh.
وَنَقَلَ الْقَفَّالُ عَنْ بَعْضِ الْفُقَهَاءِ أَنَّهُمْ أَجاَزُوْا
صَرْفَ الصَّدَقاَتِ إِلَى جَمِيْعِ وُجُوْهِ الْخَيْرِ : مِنْ تَكْفِيْنِ الْمَوْتىَ
وَبِناَءِ الْحُصُوْنِ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ لِأَنَّ قَوْلُهُ تَعاَلَى فِىْ سَبِيْلِ
اللهِ عاَمٌ فِى اْلكُلِّ.
“Menurut
sebagian ulama’ ahli Fiqih yang dikutip oleh al-Qoffal bahwa sesungguhnya
mereka itu memperbolehkan pentasarufan zakat untuk semua bentuk kebaikan,
seperti untuk mengkafani mayit, membangun benteng dan memperbaiki masjid,
karena firman Allah Swt. Fii sabilillah itu umum bisa mencakup semuanya”. (Tafsir al-Munir, juz I, hal.344).
Komentar
Posting Komentar