Contoh Peraturan Daerah Dalam Menyusun Naskah Akademik



PERATURAN DAERAH KOTA PONOROGO
NOMOR 35 TAHUN 2011
TENTANG
PENGENDALIAN DAMPAK PENCEMARAN AIR DI KAB. PONOROGO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PONOROGO,
Menimbang :
a.       Bahwa kondisi air pada sumber-sumber air di Kab. Ponorogo kualitas dan kuantitasnya cenderung semakin menurun akibat pencemaran yang terjadi karena kegiatan manusia sehingga kualitas dan kuantitas air berubah sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;
b.      Bahwa kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitan dengan pengendalian pencemaran air di Kab. Ponorogo perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan penggunaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup sehingga terwujud pembangunan Kab. Ponorogo yang Mukti Wibowo;
c.       Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b konsideran ini, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pencemaran Air di Kab Ponorogo.

Mengingat :
1.      Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046 ) ;
2.      Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209 ) ;
3.      Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Alam Hayati dan Ekosistemnya ( Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419 ) ;
4.      Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699 ) ;
5.      Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air ( Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225 ) ;
6.      Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air ( Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409 ) ;
7.      Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
8.      Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 15 Tahun 1987 tentang Perijinan Penggunaan Air di Jawa Timur junctis Nomor 10 Tahun 1991 dan Nomor 11 Tahun 1985 dan Nomor 11 Tahun 1998 ;
9.      Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 11 Tahun 1991 tentang Kawasan Lindung ;
10.  Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pengendalian Pencemaran Air;


Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KAB. PONOROGO
Memutuskan :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KAB. PONOROGO TENTANG PENGENDALIAN DAMPAK PENCEMARAN AIR DI KOTA PONOROGO .

B A B I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.      Daerah, adalah Kabupaten Ponorogo.
2.      Pemerintah Daerah, adalah Kepala Daerah Kabupaten Ponorogo beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
3.      BAPEDALDA, adalah instansi yang bertugas mengendalikan dampak lingkungan di Kabupaten Ponorogo.
4.      Kepala BAPEDALDA, adalah Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang Pengendalian Dampak Lingkungan di Kabupaten Ponorogo.
5.      Air, adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air baik yang terdapat di atas maupun dibawah permukaan tanah.
6.      Sumber-sumber Air, adalah tempat-tempat dan wadah air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah.
7.      Baku Mutu Air, adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditengarai adanya dalam air pada sumber-sumber air tertentu.
8.      Beban Pencemaran, adalah jumlah suatu parameter pencemaran yang terkandung dalam sejumlah air atau limbah.
9.      Sumber Pencemaran, adalah setiap usaha kegiatan yang membuang dan memasukkan makhluk hidup, zat, energi dan komponen lain dalam ukuran batas atau kadar tertentu ke dalam sumber-sumber air.
10.  Daya Tampung Sumber-sumber Air, adalah kemampuan sumber-sumber air untuk menyerap zat, energi dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
11.  Pencemaran Air, adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energy, dan atau komponen lainnya ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.
12.  Limbah, adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan.
13.  Limbah Cair, adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh usaha/kegiatan yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan.
14.  Baku Mutu Limbah Cair, adalah batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan.
15.  Ijin, adalah ijin pembuangan limbah cair oleh orang yang menggunakan sumber-sumber air sebagai tempat pembuangan limbah cair atas usahanya.
16.  Orang, adalah orang perseorangan, dan atau kelompok orang, dan atau badan hukum.

B A B II
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2
(1)   Pengendalian pencemaran air, dimaksudkan sebagai upaya pencegahan pencemaran dari sumber pencemar, penanggulangan dan atau pemulihan mutu air pada sumbersumber air,
(2)   Pengendalian pencemaran air dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan untuk menjaga agar mutu air pada sumber-sumber air, tetap terkendali sesuai dengan peruntukannya.

Pasal 3
Pengendalian pencemaran air bertujuan untuk mewujudkan kelestarian fungsi air yang ada pada sumber-sumber air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan peruntukannya.

B A B III
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 4
Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan air dengan tetap memperhatikan asas-asas kemanfaatan umum, keseimbangan dan kelestarian.

Pasal 5
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi air serta mencegah dan menanggulangi pencemaran air.

Pasal 6
(1)       Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam upaya peningkatan mutu air pada sumber-sumber air,
(2)       Pelakasanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara memberikan saran pendapat dan/atau menyampaikan informasi,
(3)       Tata cara pemberian saran dan atau penyampaian informasi dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati Ponorogo,

B A B IV
W E W E N A N G

Pasal 7
(1)   Bupati berwenang mengendalikan pencemaran air yang meliputi :
a.       perlindungan, penanggulangan dan pemulihan mutu air pada sumber-sumber air ;
b.      pencegahan pencemaran air pada sumber pencemaran ;
c.       penetapan perizinan pembuangan limbah cair ;
d.      pengawasan .
(2)   Pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada Kepala Bapedalda ;
(3)   Kepala Bapedalda sebagaimana dimaksud ayat (2) mempunyai fungsi membantu Bupati dalam hal :
a.       inventarisasi dan identifikasi sumber-sumber air dan sumber pencemaran ;
b.      penetapan penggolongan air menurut peruntukannya ;
c.       penetapan baku mutu air ;
d.      penetapan daya tampung sumber-sumber air ;
e.       penetapan baku mutu limbah cair ;
f.       penetapan rencana peningkatan mutu air ;
g.      penetapan penurunan beban pencemaran ;
h.      penetapan perizinan pembuangan dan pengolahan limbah cair ;
i.        pengawasan .
(4)   Ketentuan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Pasal 8
Penanganan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Ponorogo melalui Bapedalda dengan melibatkan Dinas /Instansi terkait yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Bupati.

B A B V
P E R L I N D U N G A N

Bagian Pertama
Inventarisasi dan Identifikasi

Pasal 9
Dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi sumber-sumber air, Bupati menetapkan Keputusan tentang inventarisasi dan identifikasi sumber-sumber air serta sumber pencemaran.

Bagian Kedua
Penggolongan Sumber-Sumber Air, Baku Mutu Air dan
Daya Tampung Sumber-Sumber Air

Pasal 10
Bupati menetapkan penggolongan sumber-sumber air dan baku mutu air sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku .

Pasal 11
(1)    Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air, Bupati menentukan daya tampung beban pencemaran pada sumber-sumber air disesuaikan dengan ketentuan peraturan yang berlaku ;
(2)    Daya Tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan untuk :
a.       pengelolaan air dan sumber-sumber air ;
b.      penataan ruang ;
c.       perijinan lokasi usaha atau kegiatan baru atau perluasan yang dalam usaha atas kegiatannya membuang limbah cair ke dalam sumber-sumber air ;
d.      perijinan lokasi pembuangan limbah cair bagi suatu usaha dan atau kegiatan ;
e.       penentuan persyaratan pembuangan dan atau pelepasan limbah cair ke dalam air dan atau sumber-sumber air ;
f.       penetapan mutu air dan pengendalian pencemaran air .
(3)    Penentuan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan.

Bagian Ketiga
Baku Mutu Limbah Cair

Pasal 12
(1)     Dalam rangka pengaturan pembuangan limbah cair ke sumber-sumber air agar tidak menimbulkan pencemaran diadakan penetapan baku mutu limbah cair,
(2)     Bupati menetapkan baku mutu limbah cair sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 13
Masuknya suatu unsur pencemar ke dalam sumber-sumber air yang tidak tentu tempat masuknya dan atau secara teknis tidak dapat ditetapkan baku mutu limbah cairnya, dikendalikan pada faktor penyebabnya.

Bagian Keempat
Peningkatan Mutu Air dan Penurunan Beban Pencemaran

Pasal 14
(1)    Bupati menetapkan peningkatan mutu air pada sumber-sumber air sehubungan dengan menurunnya mutu air
(2)    Peningkatan mutu air dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar mutu air pada sumber-sumber air mencapai tingkat sesuai dengan peruntukannya

Pasal 15
Penurunan beban pencemaran pada sumber pecemaran dilakukan oleh Dinas/Instansi terkait bertujuan agar memenuhi baku mutu limbah cair yang ditetapkan .

Pasal 16
Upaya perlindungan dan pengamanan atas air dan atau sumber-sumber air di daerah tangkapan air dilakukan dengan melibatkan instansi yang berwenang dan pelaksanaannya akan diatur dengan Keputusan Bupati.

B A B VI
P E R I J I N A N

Pasal 17
(1)   Setiap kegiatan usaha yang melakukan pembuangan limbah cair ke sumber-sumber air harus mendapat izin dari Bupati/Dinas/Instansi terkait sesuai syarat yang ditetapkan ;
(2)   Syarat-syarat perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a.       membuat bangunan saluran pembuangan limbah cair, sarana bak kontrol untuk memudahkan pengambilan contoh limbah cair dan alat pengukur debit limbah cair atau meter air dan pengamannya ;
b.      konstruksi bangunan dan saluran pembuangan limbah cair wajib mengikuti petunjuk teknis yang diberikan oleh Dinas/instansi terkair;
c.       mengolah limbah cair sampai batas syarat baku mutu yang telah ditentukan,sebelum dibuang ke sumber-sumber air tanpa melakukan pengenceran;
d.      memberikan izin kepada Pengawas untuk memasuki lingkungan usaha/kegiatannya dan membantu terlaksananya tugas Pengawas tersebut untuk memeriksa bekerjanya peralatan pengolah limbah beserta kelengkapannya;
e.       wajib menyampaikan laporan kepada Bupati melalui Kepala Bapedalda tentang mutu limbah cair 1 (satu) bulan sekali dari hasil uji laboratorium lingkungan;
f.       menanggung biaya pengambilan contoh dan pemeriksaan mutu limbah cair yang dilakukan oleh Pengawas secara berkala, serta biaya penanggulangan dan pemulihan yang disebabkan oleh pencemaran air akibat usaha/ kegiatannya;
g.      membayar iuran pembuangan limbah cair yang akan diatur lebih lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
h.      persyaratan khusus yang ditetapkan untuk masing-masing usaha/kegiatan yang membuang limbah cair ke sumber-sumber air .

BAB VII
PENGAWASAN

Pasal 18
(1)    Bupati melakukan pengawasan terhadap penataan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan atas persyaratan perizinan yang telah ditetapkan ;
(2)    Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati dapat menunjuk Kepala Bapedalda ;
(3)    Untuk melakukan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang melakukan :
a.       pemantauan ;
b.      membuat salinan dari dokumen dan/atau catatan yang diperlukan ;
c.       memasuki tempat usaha dan/atau kegiatan ;
d.      mengambil sampel limbah cair ;
e.       memeriksa peralatan ;
f.       memeriksa instalasi dan atau alat transportasi ;
g.      meminta keterangan dari pihak yang bertanggung jawab atas usaha dan atau kegiatan.
(4)    Penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang diminta untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
(5)    Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan situasi kondisi tempat pengawasan tersebut .

B A B VIII
SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 19
(1)   Bupati berwenang melakukan paksaan pemerintahan terhadap penangung jawab usaha dan atau kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran , serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan, dan atau pemulihan atas beban biaya dari penangung jawab usaha dan atau kegiatan, kecuali ditentukan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(2)   Paksaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan surat perintah Bupati/Dinas terkait
(3)   Bupati berwenang pula melakukan :
a.       penutupan saluran pembuangan limbah cair ;
b.      penarikan uang paksa ;
c.       pencabutan izin pembuangan limbah cair ;
d.      terhadap pelanggaran-pelanggaran tertentu, Bupati dapat memberikan rekomendasi kepada Kepala Bapedalda selaku pembina, untuk mengambil langkahlangkah penyelesaian lebih lanjut .

BAB IX
PEMBIAYAAN

Pasal 20
Pembiayaan untuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 16 dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Ponorogo.

Pasal 21
(1)     Pembiayaan pengendalian pencemaran air dan sumber-sumber air akibat usaha/kegiatan dibebankan kepada penanggung jawab usaha/kegiatan ;
(2)     Pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh bupati.
Pasal 22
(1)    Penggunaan hasil iuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf g, hanya diperuntukkan upaya pengendalian pencemaran air ;
(2)    Dalam hal Pemerintah Kabupaten menyediakan tempat dan atau sarana pembuangan dan pengolahan limbah cair Pemerintah kabupaten dapat memungut retribusi, ditetapkan dengan Peraturan Daerah .

BAB X
KETENTUAN PIDANA

Pasal 23
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam pasal 17 dan atau melanggar ketentuan lain yang ditetapkan dalam Surat Izin diancam pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyakanya Rp. 10.000.000,00 (lima juta rupiah ) .

Pasal 24
Apabila pelanggaran dimaksud dalam Pasal 23 mengakibatkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup dikenakan ketentuan pidana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 dan Peraturan Perundang-undangan lainnya .


BAB XI
KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 25
(1)   Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengelolaan lingkungan hidup, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku ;
(2)   Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a.       melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang lingkungan hidup ;
b.      meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang lingkungan hidup ;
c.       melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang lingkungan hidup ;
d.      melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang lingkungan hidup
(3)   Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia ;
(4)   Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia .

BAB X II
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 26
(1)     Semua ketentuan yang mengatur tentang Pengendalian Dampak Pencemaran Air yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini ;
(2)     Selambat-lambatnya 3 ( tiga ) bulan setelah berlakunya Peraturan daerah ini, setiap orang yang membuang limbah cair pada sumber-sumber air harus sudah mengajukan izin.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati sebagai tata pelaksanaannya.

Pasal 28
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Ponorogo.




Ditetapkan di Ponorogo
Pada Tanggal 20 Novemberber 2011
BUPATI PONOROGO

ttd
H. KHOIRUL ANWAR, SH. M. Hum

Diundangkan di ponorogo
Pada tanggal 26 November 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PONOROGO

ttd
MUH. MUJIB AL-ANWAR, SH. M. Hum

























LEMBARAN DAERAH KOTA MALANG TAHUN 2001 NOMOR 17/C
Salinan sesuai aslinya,
KEPALA BAGIAN HUKUM
GATOT SETYO BUDI, SH
Pembina
NIP. 510 063 265
P E N J E L A S A N
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA MALANG
NOMOR 16 TAHUN 2001
TENTANG
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
DI KOTA MALANG
I. UMUM
Perkembangan sebagai upaya sadar dalam mengolah dan memanfaatkan sumber
daya alam untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, baik untuk mencapai kemakmuran lahir
maupun untuk mencapai kepuasan batin. Oleh karena itu, penggunaaan sumber daya alam
selaras , serasi dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup .
Kegiatan pembangunan yang makin meningkat mengandung resiko pencemaran
dan perusakan lingkungan hidup sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi
penunjang kehidupan tidak dapat mendukung pembangunan berkelanjutan . Hal ini juga
berpengaruh terhadap keberadaan sumber daya air, dengan semakin menurunnya mutu air,
sebagai akibat terjadinya pencemaran air dari usaha atau kegiatan pembangunan yang
membuang limbah cairnya ke dalam sumber-sumber air. Pencemaran lingkungan hidup dan
atau pencemaran air akan merupakan beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan
Pemerintah harus menanggung beban pemulihannya.
Keadaan ini mendorong diperlakukannya upaya pengendalian pencemaran air,
sehingga resiko yang diterima dapat ditekan sekecil-kecilnya . Upaya pengendalian
pencemaran air tidak dapat dilepaskan dari tindakan pengawasan agar ditaatinya ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dan peraturan perundangundangan
yang terkait . Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum yang berupa izin
pembuangan limbah cair, dengan mencantumkan secara tegas kewajiban harus dipatuhi dan
dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan , sebagai perwujudan ikut sertanya
masyarakat bahkan mampu berperan serta secara nyata dalam pengendalian pencemaran
sesuai dengan tanggung jawabnya .
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor : ……………. Tahun 2001 tentang
Pengendalian Pencemaran Air di Kota Malang, telah menandai awal adanya perangkat hukum
di daerah sebagai dasar upaya pengendalian pencemaran air pada sumber-sumber air dan
sumber pencemaran , sebagai bagian integral dari pembangunan yang berkelanjutan dengan
berwawasan lingkungan hidup.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2 ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Kewajiban tersebut mengandung makna bahwa setiap orang turut berperan serta
dalam upaya memelihara fungsi air . Misalnya, peran serta dalam mengembangkan
budaya air bukan sebagai tempat pembuangan.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7 ayat (1) huruf a
Yang dimaksud dengan perlindungan adalah uapaya pengamanan air
dan atau sumber-sumber air terhadap kerusakan-kerusakan yang
disebabkan tindakan manusia dan alam.
Yang dimaksud dengan penanggulangan mutu air pada sumbersumber
air adalah upaya mencegah meluasnya pencemaran air pada
sumber-sumber air . Misalnya melakukan tindakan darurat
meluasnya pencemaran melalui penambahan debit air pada sumbersumber
air melokalisasi sumber pencemaran pada sumber-sumber air.
Yang dimaksud dengan pemulihan mutu air adalah upaya melalui
kegiatan mengembalikan atau meningkatkan fungsi air pada sumbersumber
air tercemar.
Misalnya melalui penggelontoran dan pengerukan .
huruf b dan c
Cukup jelas
ayat (2)
Cukup jelas
ayat (3) huruf a
: Inventarisasi dan identifikasi dimaksudkan untuk mendapatkan data
dan informasi mengenai mutu dan volume serta tingkat pencemaran
untuk dasar pelaksanaan pengendalian pencemaran air
huruf b
Penggolongan air dimaksudkan untuk mengatur penggunaan air
sesuai dengan kebutuhan serta sebagai acuan bagi upaya peningkatan
mutu air sesuai dengan peruntukannya.
huruf c sampai dengan e
Cukup jelas.
huruf f
Peningkatan mutu air dimaksudkan untuk mempertahankan dan atau
mencapai mutu air yang lebih baik.
huruf g sampai dengan i
Cukup jelas
Pasal 8
Dalam Pengendalian selain melibatkan Instansi terkait dapat pula melibatkan
masyarakat yang tergabung dalam LSM.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11 ayat (1)
Cukup jelas
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Daya tampung beban pencemaran perlu diketahui dalam rangka upaya
pengendalian pencemaran air, terutama untuk mencegah masuknya beban
pencemaran yang melebihi batas kemampuan sumber-sumber air sebagai
penerimanya.
Daya tampung beban pencemaran dihitung dengan model atau rumus
matematika tertentu berdasarkan metode tertentu dengan menggunakan data
status keadaan mutu air dan data kuantitas air pada sumber-sumber air
tertentu serta dengan mengacu pada baku mutu air .
Mengingat penentuan daya tampung sangat sulit dan mahal maka
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan dana,
sumber daya manusia , serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Sumber pencemaran yang berasal dari pertanian antara lain :
- pestisida ;
- insektisida ;
- pupuk ;
- herbisida ;
- fungisida ;
Sumber pencemaran yang berasal dari limbah domestik atau rumah tangga .
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17 ayat (1)
Cukup jelas
ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e
Cukup jelas
huruf f
pengambilan contoh untuk kepentingan pengusaha, biaya
dibebankan pengusaha yang bersangkutan dan dibayarkan ke
laboratorium, apabila hasil tersebut meragukan Bapedalda dapat
melakukan pengambilan contoh sendiri dengan biaya APBD.
huruf g sampai dengan huruf h
Cukup jelas
Pasal 18 ayat (1)
Cukup jelas
ayat (2)
Dalam pengawasan dimaksud ayat ini Bapedalda selain melibatkan Instansi
terkait juga masyarakat khususnya yang tergabung dalam LSM.
ayat (3) huruf a sampai dengan h
Cukup jelas
ayat (4)
Cukup jelas
ayat (5)
Yang dimaksud dengan memperhatikan situasi dan kondisi tempat
pengawasan adalah menghormati nilai dan norma yang berlaku baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis.
Pasal 19 ayat (1)
Cukup jelas.
Pasal 20
Selain dari APBD pembiayaan kegiatan pengendalian pencemaran air dapat diperoleh
dari sumber dana lainnya berupa bantuan luar negeri dalam bentuk tenaga ahli,
peralatan penunjang dan uang.
Pasal 21 ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 22 ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25 ayat (1)
Cukup jelas
ayat (2) huruf a sampai dengan c
Cukup jelas.
huruf d
Yang dimaksud pembukuan disini adalah catatan tentang
pengeluaran bahan-bahan kimia yang telah dipergunakan dan bukan
pembukuan administrasi keuangan.
huruf e
Cukup jelas
ayat (3)
Cukup jelas
ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 26 ayat (1)
Cukup jelas
ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
---------------------------------------------------

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AMALIYAH NAHDLIYAH (Nahdlotul Ulama')

MAKALAH PERKEMBANGAN AGAMA PADA MASA DEWASA

DELIK PERCOBAAN, PENYERTAAN, DAN PERBARENGANAN PIDANA DALAM KUHP