MODUL MATA KULIAH :
ULUMUL QURAN (1)
Ringkasan Praktis Sistematis dari Terjemahan
Kitab " Mabahits Fi Ulumil Qur'an" karya Syeikh
Manna'ul Qathan,
dengan beberapa tambahan, catatan dan
penyesuaian
علوم القرآن
مختصر
مبسط
من
كتاب مباحث في علوم القرآن للشيخ مناع القطان
مع
بعض الإضافات و التعليقات
Penyusun
:
Hatta Syamsuddin, Lc
Transfer of Manuscript:
Sdr.
M. Shaiman Taufiq Al Hikmah
Agustus 2008 M / Ramadlan 1430 H
PENGANTAR MODUL
الحمد
لله و كفى و الصلاة و السلام على النبي المصطفى و
على آله و أصحابه و من اهتدى
Ulumul Qur'an adalah sebuah metode yang lengkap
dan menyeluruh untuk membuka pintu awal dari kedalaman kandungan Al-Quran.
Karenanya, umat Islam secara umum, ataupun secara khusus bagi mahasiswa muslim
yang merindukan interaksi lebih mendalam dengan Al-Quran, secara otomatis akan
dituntut untuk mempelajari Ulumul Quran.
Untuk menjawab tuntutan tersebut,
maka sangat dibutuhkan pengajaran Ulumul Quran pada mahasiswa muslim sebagai
bekal awal dalam berinteraksi lebih lanjut dengan Al-Quran. Sebuah pengajaran yang sistematis, sederhana
namun tidak kehilangan inti pembahasan ulumul quran.
Modul ini adalah salah satu usaha
riil untuk menjawab tuntutan tersebut, sekaligus sebagai sebuah bentuk tanggung
jawab saya ketika menyampaikan materi Ulumul Qur'an di kelas Mahasiswa IUQ
semester pertama ini. Bentuk tanggung jawab, karena saya tidak ingin apa yang
saya sampaikan dari Ilmu yang mulia ini hilang begitu saja atau disalah pahami
oleh saya dan mahasiswa yang lain, hanya karena salah dalam mencatat, atau
kurang konsentrasi di perkuliahan. Saya
mengharapkan, modul ini tidak sekedar menjadi teman menjelang ujian aja, tapi
lebih dari itu menjadi amanah bagi para mahasiswa untuk dipahami, dikembangkan lalu diajarkan di tengah masyarakat di kemudian
hari.
Modul ini sejujurnya hanya sekedar "ringkasan"
dari sebuah Kitab Ulumul Qur'an yang terkenal di dunia akademisi di Timur
Tengah, yaitu Mabahits fii Ulumul Qur'an karya Syeikh Manna'ul
Qatthan, yang saya dapatkan dari seorang Dosen yang
mengajar di Mahad Abu Bakar UMS yang berkesempatan mempelajarinya di semester pertama perkuliahan di
Sudan. Awalnya " penyusun" ingin menyarankan agar para santri "pesma"
menggunakan terjemahan buku ini sebagai rujukan utama di mata kuliah Ulumul
Qur'an ini, namun " penyusun" menyadari dari sisi biaya yang cukup
merepotkan, plus bahasa terjemahan yang terkadang membingungkan, belum lagi
gaya bahasa khas timur tengah yang panjang dan naratif, membuat "
penyusun" berpikir bahwa
para santri akan kerepotan. Apalagi jika melihat kesibukan mereka juga di
perkuliahan umumnya sehari-hari. Maka akhirnya muncullah ide untuk membuat
ringkasan dari terjemahan Kitab tersebut, tentu saja ditambah beberapa catatan,
tambahan dan penyesuaian yang didapat dari referensi Ulumul Quran yang lain.
Akhirnya, saya ucapkan terima kasih kepada Sdr.Hatta
Syamsyuddien Lc.yang telah memberikan Modul Ulumul Qur'an-nya, juga segenap
jajaran pimpinan dan pengurus Institut Ulumul Qur'an Bandung atas kerja sama dan kepercayaannya selama ini,
juga kepada seluruh santri/santriwati yang selalu memberi inspirasi dan
motivasi bagi saya untuk terus berkarya. Modul ini bisa digandakan sebanyak
mungkin, dan tidak untuk dijualbelikan. Penyusun akui, karena terbatasnya waktu
maka masih banyak "PR" di kemudian hari untuk menyempurnakan Modul
ini. Segala kritik dan saran bisa dikirimkan ke elhikamsyah_khan@yahoo.com
الله
يأخذ بايدينا الي مافيه خير للاسلام والمسلمين
Cimahi, 22 Agustus 2008 M
01 Ramadlan 1430 H
Muh. Shaiman Taufiq Al Hikmah
elhikamsyah_khan@yahoo.com
SILABUS MATERI
ULUMUL QURAN (1)
NO
|
TEMA
|
POKOK-POKOK MATERI
|
1
|
Pengantar
Ulumul Quran
|
a. Arti Ulumul
Quran
b. Sejarah dan
Latar Belakang
c. Perkembangan
Ulumul Quran
d. Objek
Pembahasan Ulumul Quran :
|
2
|
Tentang Al-Quran
|
a. Makna Al-Quran
b. Nama dan
Sifat-sifat Al-Quran
c. Perbedaan
dengan Hadits Nabawi ,Hadits Qudsi
d. Karakteristik
Al-Quran
|
3
|
Mukjizat Al-Quran
|
a. Pengertian
I'jaz dan Mukjizat
b. Pembagian
Jenis Mukjizat
c. Perbedaan
Al-Quran dengan Mukjizat Lainnya
d. Sisi Mukjizat
Al-Quran
|
4
|
Tentang Wahyu
|
a. Pengertian
Wahyu
b. Proses
turunnya wahyu Allah pada Rasul-Nya
c. Proses
turunnya wahyu melalui Jibril as
d. Tuduhan
orientalis seputar wahyu dan bantahannya
|
5
|
Turunnya Al-Quran
|
a. Tahapan
turunnya Al-Quran
b. Hikmah
turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur
|
6
|
Ayat Mekah dan Madinah
|
a. Pengertian dan
Perbedaan
b. Kekhususan dan
ciri-ciri ayat Makkiyah& Madaniyah
c. Hikmah/Manfaat
mengetahui Makkiyah & Madaniyah
|
7
|
Yang Pertama dan
Terakhir turun dari Al-Quran
|
a. Ayat yang
pertama turun dan perbedaan pendapat
b. Ayat yang
terakhir turun dan perbedaan pendapat
c. Hikmah dan
manfaat dari pembahasan ini
|
8
|
Asbabun Nuzuul
|
a. Pengertian
asbabun nuzul
b. Metode
mengetahui asbabun nuzul
c. Hikmah
mengetahui asbabun nuzul
d. Berbagai
permasalahan berkaitan asbabun nuzul
|
9
|
Pengumpulan Al-Quran
|
a. Pengertian
Jam'ul Quran
b. Tiga Tahapan
Pengumpulan Al-Quran
c. Penertiban
Ayat dan Surat
|
10
|
Turunnya Al-Quran
dengan Tujuh Huruf
|
a. Latar Belakang
Pembahasan
b. Dalil
diturunkannya Al-Quran dengan tujuh Huruf
c. Perbedaan
pendapat ulama seputar pengertian tujuh huruf
d. Hikmah dari
turunnya Al-Quran dengan tujuh huruf
|
11
|
Qiroat (Tata Baca)
Al-Quran dan para Ahlinya
|
a. Pengertian
Qiroat
b. Sejarah &
Perkembangan Ilmu Qiroat
c. Macam-macam
Tata Baca (Qiroat) Al-Quran
d. Profil Tujuh
Qurro' yang Masyhur
e. Hikmah
keragaman Qiroat Al-Quran
|
12
|
Tajwid dan Adab Tilawah
|
a. Pengantar
Singkat Ilmu Tajwid
b. Kesalahan
dalam Praktek Tajwid
c. Keutamaan
Tilawah
d. Adab Tilawah
|
Pengantar
Ulumul Quran
Kode : UQ/SS/01
Pokok-pokok
Materi :
- Pengertian Ulumul Quran
- Objek Pembahasan Ulumul-Quran
- Sejarah & Perkembangan Ulumul Quran
- PENGERTIAN ULUMUL QURAN
Kata u`lum
jamak dari kata i`lmu. i`lmu berarti al-fahmu wal idraak
(faham dan menguasai). Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang
beraneka ragam yang disusun secara ilmiah.
Jadi, yang
dimaksud dengan u`luumul qu`ran ialah ilmu yang membahas masalah-masalah
yang berhubungan dengan Al-Quran dari segi asbaabu nuzuul."sebab-sebab
turunnya al-qur`an", pengumpulan dan penertiban Qur`an, pengetahuan
tentang surah-surah Mekah dan Madinah,An-Nasikh wal mansukh, Al-Muhkam wal
Mutasyaabih dan lain sebagainya yang berhubungan dengan Qur`an.
Terkadang
ilmu ini dinamakan juga ushuulu tafsir (dasar-dasar tafsir) karena yang
dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang
Mufassir sebagai sandaran dalam menafsirkan Qur`an .
- OBJEK PEMBAHASAN ULUMUL QURAN
Objek Pembahasan Ulumul Qur'an dibagi menjadi tiga bagian
besar :
- Sejarah & Perkembangan Ulumul Qur'an ,
meliputi : sejarah rintisan ulumul quran di masa Rasulullah
SAW, Sahabat, Tabi'in, dan perkembangan selanjutnya lengkap dengan nama-nama
ulama dan karangannya di bidang ulumul quran di setiap zaman dan tempat.
- Pengetahuan tentang Al-Quran .
Meliputi : Makna Quran, Karakteristik Al-Quran, Nama-nama
al-Quran, Wahyu, Turunnya Al-Quran, Ayat Mekkah dan Madinah, Asbabun Nuzul,
dst.
- Metodologi Penafsiran Al-Quran
Meliputi : Pengertian Tafsir & Takwil, Syarat-syarat
Mufassir dan Adab-adabnya, Sejarah & Perkembangan ilmu tafsir,
Kaidah-kaidah dalam penafsiran Al-Quran, Muhkam & Mutasyabih, Aam &
Khoos, Nasikh wa Mansukh, dst.
- SEJARAH & PERKEMBANGAN ULUMUL QURAN :
Sejarah perkembangan ulumul quran dimulai menjadi beberapa
fase, dimana tiap-tiap fase menjadi dasar bagi perkembangan menuju fase
selanjutnya, hingga ulumul quran menjadi sebuah ilmu khusus yang dipelajari dan
dibahas secara khusus pula. Berikut beberapa fase / tahapan perkembangan ulumul
quran.
- ULUMUL QURAN pada MASA RASULULLAH SAW
Embrio awal ulumul quran pada masa ini berupa penafsiran ayat
Al-Quran langsung dari Rasulullah SAW kepada para sahabat, begitu pula dengan
antusiasime para sahabat dalam bertanya tentang makna suatu ayat, menghafalkan
dan mempelajari hukum-hukumnya.
- Rasulullah SAW menafsirkan kepada sahabat beberapa ayat.
Dari Uqbah bin Amir ia berkata : " aku pernah
mendengar Rasulullah SAW berkata diatas mimbar, "dan siapkan untuk
menghadapi mereka kekuatan yang kamu sanggupi (Anfal :60 ), ingatlah bahwa kekuatan
disini adalah memanah" (HR Muslim)
- Antusiasme sahabat dalam menghafal dan mempelajari Al-Quran.
Diriwayatkan dari Abu Abdurrrahman as-sulami, ia mengatakan :
" mereka yang membacakan qur'an kepada kami, seperti Ustman bin Affan
dan Abdullah bin Mas'ud serta yang lain menceritakan, bahwa mereka bila belajar
dari Nabi sepuluh ayat mereka tidak melanjutkannya, sebelum mengamalkan ilmu
dan amal yang ada didalamnya, mereka berkata 'kami mempelajari qur'an berikut
ilmu dan amalnya sekaligus.'"
- Larangan Rasulullah SAW untuk menulis selain qur'an, sebagai upaya menjaga kemurnian AlQuran.
Dari Abu Saad al- Khudri, bahwa Rasulullah SAW berkata: Janganlah
kamu tulis dari aku; barang siapa menuliskan aku selain qur'an, hendaklah
dihapus. Dan ceritakan apa yang dariku, dan itu tiada halangan baginya, dan
barang siapa sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya di api
neraka."(HR Muslim)
- ULUMUL QURAN MASA KHALIFAH
Pada masa khalifah, tahapan perkembangan awal (embrio) ulumul
quran mulai berkembang pesat, diantaranya dengan kebijakan-kebijakan para
khalifah sebagaimana berikut :
- Khalifah Abu Bakar :dengan Kebijakan Pengumpulan/Penulisan Al-Quran yg pertama yang diprakarsai oleh Umar bin Khottob dan dipegang oleh Zaid bin Tsabit
- Kekhalifahan Usman Ra : dengan kebijakan menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf, dan hal itupun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf Imam. Salinan-salinan mushaf ini juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan ar-Rosmul 'Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman, dan ini dianggap sebagai permulaan dari ilmu Rasmil Qur'an.
- kekalifahan Ali Ra :dengan kebijakan perintahnya kepada Abu 'aswad Ad-Du'ali meletakkan kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan memberikan ketentuan harakat pada qur'an. Ini juga disebut sebagai permulaan Ilmu I'rabil Qur'an.
- ULUMUL QURAN MASA SAHABAT & TABI'IN
- Peranan Sahabat dalam Penafsiran Al-Quran & Tokoh-tokohnya.
Para sahabat
senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna al-qur'an
dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda diantara mereka, sesuai dengan kemampuan
mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama dan
tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW , hal demikian diteruskan oleh
murid-murid mereka , yaitu para tabi'in.
Diantara
para Mufasir yang termashur dari para sahabat adalah:
- Empat orang Khalifah ( Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali )
- Ibnu Masud,
- Ibnu Abbas,
- Ubai bin Kaab,
- Zaid bin sabit,
- Abu Musa al-Asy'ari dan
- Abdullah bin Zubair.
Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin
Abbas, Abdullah bin Masud dan Ubai bin Kaab, dan apa yang diriwayatkan dari
mereka tidak berarti merupakan sudah tafsir Quran yang sempurna. Tetapi
terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran apa yang masih samar
dan penjelasan apa yang masih global.
- Peranan Tabi'in dalam penafsiran Al-Quran & Tokoh-tokohnya
Mengenai
para tabi'in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu
ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau
melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat. Yang terkenal di antara mereka ,
masing-masing sebagai berikut :
- Murid Ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah, Sa'id bin Jubair, Mujahid, 'iKrimah bekas sahaya ( maula ) Ibnu Abbas, Tawus bin kisan al Yamani dan 'Ata' bin abu Rabah.
- Murid Ubai bin Kaab, di Madinah : Zaid bin Aslam, abul Aliyah, dan Muhammad bin Ka'b al Qurazi.
- Abdullah bin Masud di Iraq yang terkenal : 'Alqamah bin Qais, Masruq al Aswad bin Yazid, 'Amir as Sya'bi, Hasan Al Basyri dan Qatadah bin Di'amah as Sadusi.
Dan yang
diriwayatkan mereka itu semua meliputi ilmu tafsir, ilmu Gharibil Qur'an, ilmu
Asbabun Nuzul, ilmu Makki Wal madani dan imu Nasikh dan Mansukh, tetapi semua
ini tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan.
- MASA PEMBUKUAN (TADWIN)
Perkembangan selanjutnya dalam ulumul quran adalah masa
pembukuan ulumul Quran , yang juga melewati beberapa perkembangan sebagai
berikut :
- Pembukuan Tafsir Al-Quran menurut riwayat dari Hadits, Sahabat & Tabi'in
Pada abad
kedua hijri tiba masa pembukuan ( tadwin ) yang dumulai dengan pembukuan hadist
denga segala babnya yang bermacam-macam, dan itu juga menyangkut hal yang
berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir Qur'an yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW dari para sahabat atau dari para tabi'in.
Diantara
mereka yang terkenal adalah, Yazid bin Harun as Sulami, ( wafat 117 H ),
Syu'bah bin Hajjaj ( wafat 160 H ), Waqi' bin Jarrah ( wafat 197 H ), Sufyan
bin 'uyainah ( wafat 198 H), dan Aburrazaq bin Hammam ( wafat 112 H ).
Mereka semua
adalah para ahli hadis. Sedang tafsir yang mereka susun merupakan salah satu
bagiannya. Namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ketangan
kita.
- Pembukuan Tafsir berdasarkan susunan Ayat
Kemudian
langkah mereka itu diikuti oleh para ulama'. Mereka menyusun tafsir Qur'an yang
lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang terkenal diantara mereka ada Ibn
Jarir at Tabari ( wafat 310 H ).
Demikianlah
tafsir pada mulanya dinukil ( dipindahkan ) melalui penerimaan ( dari muluit
kemulut ) dari riwayat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadis,
selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses
kelahiran at Tafsir bil Ma'sur ( berdasarkan riwayat ), lalu diikuti oleh at
Tafsir bir Ra'yi ( berdasarkan penalaran ).
- Munculnya Pembahasan Cabang-cabang Ulumul Quran selain Tafsir
Disamping
ilmu tafsir lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok
pembahasan tertentu yang berhubungan dengan quran, dan hal ini sangat
diperlukan oleh seorang mufasir, diantaranya :
- Ulama abad ke-3 Hijri
§ Ali bin al
Madini ( wafat 234 H ) guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbabun
nuzul
§ Abu 'Ubaid al
Qasim bin Salam ( wafat 224 H ) menulis tentang Nasikh Mansukh dan qira'at.
§ Ibn Qutaibah (
wafat 276 H ) menyusun tentang problematika Quran ( musykilatul quran ).
- Ulama Abad Ke-4 Hijri
§ Muhammad bin
Khalaf bin Marzaban ( wafat 309 H ) menyusun al- Hawi fa 'Ulumil Qur'an.
§ Abu muhammad bin
Qasim al Anbari ( wafat 751 H ) juga menulis tentang ilmu-ilmu qur'an.
§ Abu Bakar As
Sijistani ( wafat 330 H ) menyusun Garibul Qur'an.
§ Muhammad bin Ali
bin al-Adfawi ( wafat 388 H ) menyusun al Istigna' fi 'Ulumil Qur'an.
- Ulama Abad Ke-5 dan setelahnya
§ Abu Bakar al
Baqalani ( wafat 403 H ) menyusun I'jazul Qur'an,
§ Ali bin Ibrahim
bin Sa'id al Hufi ( wafat 430 H )menulis mengenai I'rabul Qur'an.
§ Al Mawardi (
wafat 450 H ) menegenai tamsil-tamsil dalam Qur'an ( 'Amsalul Qur'an ).
§ Al Izz bin
Abdussalam ( wafat 660 H ) tentang majaz dalam Qur'an.
§ 'Alamuddin
Askhawi ( wafat 643 H ) menulis mengenai ilmu Qira'at ( cara membaca Qur'an )
dan Aqsamul Qur'an.
- Mulai pembukuan secara khusus Ulumul Quran dengan mengumpulkan cabang-cabangnya.
Pada masa
sebelumnya, ilmu-ilmu al-quran dengan berbagai pembahasannya di tulis secara
khusus dan terserak, masing-masing dengan judul kitab tersendiri. Kemudian,
mulailah masa pengumpulan dan penulisan ilmu-ilmu tersebut dalam pembahasan
khusus yang lengkap, yang dikenal kemudian dengan Ulumul Qur'an. Di antara
ulama-ulama yang menyusun secara khusus ulumul quran adalah sebagai berikut :
- Ali bin Ibrohim Said (330 H) yang dikenal dengan al Hufi dianggap sebagai orang pertama yang membukukan 'Ulumul Qur'an, ilmu-ilmu Qur'an.
- Ibnul Jauzi ( wafat 597 H ) mengikutinya dengan menulis sebuah kitab berjudul fununul Afnan fi 'Aja'ibi 'ulumil Qur'an.
- Badruddin az-Zarkasyi ( wafat 794 H ) menulis sebuah kitab lengkap dengan judul Al-Burhan fii ulumilQur`an .
- Jalaluddin Al-Balqini (wafat 824 H) memberikan beberapa tambahan atas Al-Burhan di dalam kitabnya Mawaaqi`ul u`luum min mawaaqi`innujuum.
- Jalaluddin As-Suyuti ( wafat 911 H ) juga kemudian menyusun sebuah kitab yang terkenal Al-Itqaan fii u`luumil qur`an.
Catatan :
kitab Al-Burhan ( Zarkasyi) dan
Al-Itqon ( As-Suyuti) hingga hari ini masih dikenal sebagai referensi induk /
terlengkap dalam masalah Ulumul Qur'an. Tidak ada peneliti tentang ulumul
quran, kecuali pasti akan banyak menyandarkan tulisannya pada kedua kitab
tersebut.
- ULUMUL QUR'AN MASA MODERN / KONTEMPORER
Sebagaimana
pada periode sebelumnya, perkembangan ulumul quran pada masa kontemporer ini
juga berlanjut seputar penulisan sebuah metode atau cabang ilmu Al-Quran secara
khusus dan terpisah, sebagaimana ada pula yang kembali membali menyusun atau
menyatukan cabang-cabang ulumul quran dalam kitab tersendiri dengan penulisan
yang lebih sederhana dan sistematis dari kitab-kitab klasik terdahulu.
- Kitab yang terbit membahas khusus tentang cabang-cabang ilmu Quran atau pembahasan khusus tentang metode penafsiran Al-Quran di antaranya :
a. Kitab i`jaazul
quran yang ditulis oleh Musthafa Shadiq Ar-Rafi`i,
b. Kitab
At-Tashwirul fanni fiil qu`an dan masyaahidul qiyaamah fil qur`an oleh Sayyid
Qutb,
c. Tarjamatul
qur`an oleh syaikh Muhammad Musthafa Al-Maraghi yang salah satu pembahasannya
ditulis oleh Muhibuddin al-hatib,
d. Masalatu
tarjamatil qur`an Musthafa Sabri,
e. An-naba`ul
adziim oleh DR Muhammad Abdullah Daraz dan
f. Muqaddimah
tafsir Mahaasilu ta`wil oleh Jamaluddin Al-qasimi.
- Kitab yang membahas secara umum ulumul quran dengan sistematis, diantaranya :
a. Syaikh Thahir
Al-jazaairy menyusun sebuah kitab dengan judul At-tibyaan fii u`luumil
qur`an.
b. Syaikh Muhammad
Ali Salamah menulis pula Manhajul furqan fii u`luumil qur`an yang berisi
pembahasan yang sudah ditentukan untuk fakultas ushuluddin di Mesir dengan
spesialisasi da`wah dan bimbingan masyarakat dan diikuti oleh muridnya,
c. Muhammad Abdul
a`dzim az-zarqani yang menyusun Manaahilul i`rfaan fii u`lumil qur`an.
d. Syaikh Ahmad Ali
menulis muzakkiraat u`lumil qur`an yang disampaikan kepada mahasiswanya
di fakultas ushuluddin jurusan dakwah dan bimbingan masyarakat.
e. Kitab Mahaabisu
fii u`lumil qur`an oleh DR Subhi As-Shalih.
Pembahasan tersebut dikenal dengan sebutan u`luumul qur`an,
dan kata ini kini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu
tersebut.
Catatan :
Kitab Mabahitsul Quran yang
ditulis Manna'ul Qattan ini juga termasuk kitab ulumul quran kontemporer
yang banyak mendapat sambutan di universitas-universitas di Timur Tengah dan
Dunia Islam pada umumnya. Kitab ini juga dijadikan modul untuk perkuliahan
Ulumul Quran semester 1 di Universitas International Afrika, Khartoum
Sudan,
sebagai Mata Kuliah Umum untuk semua mahasiswa di berbagai jurusannya.
Tentang Al-Quran
Kode : UQ/SS/02
Pokok-pokok Materi
1. Pengertian/
Definisi Al-Quran
2. Nama dan Sifat
Al-Quran
3.
Perbedaan Al-Quran dengan Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi
4.
Karakteristik Al-Quran
1. PENGERTIAN /
DEFINISI AL-QURAN
Pengertian Al-Quran meliputi dua hal, yaitu secara
bahasa dan secara istilah, masing-masing sbb :
a. Pengertian
Al-Quran secara bahasa
Lafadzh Qara`a
mempunyai arti mengumpulkan dan menghimpun, dan qira`ah berarti
menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan
yang tersusun rapih. Qur`an pada mulanya seperti qira`ah , yaitu masdar
(infinitif) dari kata qara` qira`atan, qur`anan. Sebagaimana
dalam firman Allah SWT :
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآَنَهُ فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآَنَهُ
(القيامة 17-18)
ِArtinya : "Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengumpulkannya dan membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu`. (Al;-Qiyamah :17-18)
Qur`anah berarti qiraatun
(bacaannya/cara membacanya). Jadi kata itu adalah masdar menurut wazan
(tashrif, konjugasi)`fu`lan` dengan vokal `u` seperti `gufran` dan
`syukran`.Kita dapat mengatakan qara`tuhu , qur`an, qira`atan wa qur`anan,
artinya sama saja. Di sini maqru` (apa yang dibaca) diberi nama Qur`an (bacaan);
yakni penamaan maf`ul dengan masdar.
b. Pengertian
Al-Quran secara Istilah
Para ulama menyebutkan definisi Quran yang mendekati
makananya dan membedakannya dari yang lain dengan menyebutkan bahwa:
القرآن هو كلام الله المنزل على محمد عليه السلام المتعبد
بتلاوته
Artinya : Quran adalah kalam atau firman Allah yang
diturunkan kepada Muhamad saw. Yang pembacanya merupakan suatu ibadah`.
Penjelasan Arti Quran secara istilah, adalah sebagai berikut
:
1. Definisi`kalam`(ucapan)
merupakan kelompok jenis yang meliputi segala kalam. Dan dengan
menghubungkannya dengan Allah ( kalamullah ) berarti tidak semua masuk dalam
kalam manusia, jin dan malaikat.
2. Batasan dengan
kata-kata (almunazzal)`yang diturunkan` maka tidak termasuk kalam Allah yang
sudah khusus menjadi milik-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah :`Katakanlah:
Sekiranya lautan menjadi tinta untuk kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah
lautan itu sebelum habis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan
tambahan sebanyak itu `.(al-Kahfi: 109).
3. Batasan dengan
definisi hanya `kepada Muhammad saw` Tidak termasuk yang diturunkan kepada
nabi-nabi sebelumnya seperti taurat, injil dan yang lain.
4. Sedangkan
batasan (al-muta'abbad bi tilawatihi) `yang pembacanya merupakan suatu
ibadah` mengecualikan hadis ahad dan hadis-hadis qudsi .
Catatan : Perlu saya tambahkan
definisi lain tentang Al-Quran yang lebih lengkap yaitu :
هو كلام الله المعجز
المُنَزل على سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم، المكتوب بالمصاحف، المنقول
بالتواتر ، المُُتعَّبد بتلاوته .
Artinya : Kalam Allah yang bersifat
mukjizat, yang diturunkan kepada Muhammad SAW, tertulis di mushaf ,
diriwayatkan secara mutawattir, dan membacanya adalah ibadah.
2. NAMA DAN
SIFAT AL-QURAN :
A. Nama-nama
Al-Quran :
Allah menamakan Quran dengan beberapa nama, diantaranya:
1. Qur`an
إِنَّ هَذَا الْقُرْآَنَ
يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ
`Al Qur`an ini memberikan petunjuk
kepada yang lebih lurus`.( al-Israa:9)
2. Kitab
لَقَدْ أَنْزَلْنَا
إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ
`Sesungguhnya telah Kami turunkan
kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan
bagimu`.(al-Anbiyaa:
10)
3. Furqan
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ
الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا
Maha suci Allah yang telah menurunkan
Al Furqaan kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh
alam`,(al-Furqan:
1)
4. Zikr
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا
الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
`Sesungguhnya Kami-lah yang
menurunkan Al Qur`an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya`.( al-Hijr :9)
5. Tanzil
وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ
الْعَالَمِينَ
Dan sesungguhnya Al Qur`an ini benar-benar diturunkan
oleh Tuhan semesta alam`,(as-Syuaraa:192 ).
Catatan : Penyebutan
Al-Quran dan al-kitab lebih populer dari nama-nama yang lain. Dalam hal ini Dr.
Muhammada Daraz berkata: ` ia dinamakan Quran karena ia `dibaca` dengan lisan,
dan dinamakan al- kitab karena ia `ditulis` dengan pena. Kedua kata ini
menunjukkan makna yang sesuai dengan kenyataannya`. Penamaan Quran dengan kedua
nama ini memberikan isyarat bahwa selayaknyalah ia dipelihara dalam bentuk
hafalan dan tulisan.
B. Sifat-sifat
Al-Quran :
Allah telah melukiskan Quran dengan beberapa sifat,
diantaranya ;
1. Nur (cahaya ) :
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ
نُورًا مُبِينًا
`Hai manusia, sesungguhnya telah
datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. dan telah Kami turunkan kepadamu
cahaya yang terang benderang`.(an-nisaa : 174 )
2. Huda (
petunjuk ), Syifa` ( obat ), Rahmah ( rahmat ),dan Mauizah ( nasehat ) :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ
جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى
وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
`Hai manusia, sesungguhnya telah
datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit
dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman`.(
Yunus : 57 ).
3. Mubin ( yang
menerangkan ) :
قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ
نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ
`Sesungguhnya telah datang kepadamu
cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan`.( al-Maidah :15 ).
Dan sifat-sifat yang lain sebagaimana
disebutkan dalam banyak ayatnya, seperti : Mubarak ( yang diberkati ), Busyra (
kabar gembira ),`Aziz ( yang mulia ), Majid ( yang dihormati ), Basyr ( pembawa
kabar gembira ).
3. PERBEDAAN
ANTARA QURAN DENGAN HADITS QUDSI DAN HADITS NABAWI
Definisi Quran telah dikemukakan pada halaman terdahulu. Dan
untuk mengetahui perbedaan antara definisi Quran dengan hadits kudsi dan hadits
nabawi, maka disini kami kemukakan dua definisi berikut ini :
a. Hadits Nabawi
Hadits ( baru ) dalam arti bahasa
lawan qadim ( lama ). Sedang menurut istilah pengertian hadits ialah apa saja
yang disandarkan kepada Nabi saw. Baik berupa perkataan, perbuatan persetujuan
atau sifat.
§ Yang berupa
perkataan, seperti perkataan Nabi saw. : `Sesungguhnya sahnya amal itu
disertai dengan niat. Dan setiap orang bergantung pada niatnya….`
§ Yang berupa
perbuatan ialah seperti ajaranya pada sahabat mengenai bagaimana caranya
mengerjakan shalat, kemudian ia mengatakan : `Shalatlah seperti kamu melihat
aku melakukan shalat`. juga mengenai bagaimana ia melakukan ibadah haji,
dalam hal ini Nabi saw. Berkata : `Ambilah dari padaku manasik hajimu`.
§ Sedang yang
berupa persetujuan ialah : seperti ia
menyetujui suatu perkara yang dilakukan salah seorang sahabat, baik perkataan
ataupun perbuatan, dilakukan dihadapannya atau tidak, tetapi beritanya sampai
kepadanya. Misalnya : mengenai makanan baiwak yang dihidangkan kepadanya, dan
persetujuannya
§ Dan yang berupa
sifat adalah riwayat seperti : `bahwa Nabi saw. Itu selalu bermuka cerah,
berperangai halus dan lembut, tidak keras dan tidak pula kasar, tidak suka
berteriak keras, tidak pula bernicara kotor dan tidak juga suka mencela.`.
b. Hadits Qudsi
Lafadzh
qudsi dinisbahkan sebagai kata quds, nisbah ini mengesankan rasa
hormat, karena materi kata itu menunjukkan kebersihan dan kesucian dalam arti
bahasa. Maka kata taqdis berarti menyucikan Allah. Taqdis sama dengan tathiir,
dan taqddasa sama dengan tatahhara (suci, bersih ) Allah
berfirman dengan kata-kata malaikat-Nya : `……pada hal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan diri kami karena Engkau.` (al-Baqarah
: 30 ) yakni membersihkan diri untuk-Mu.
Secara
Istilah, Hadits Qudsi ialah hadis yang oleh Nabi saw, disandarkan kepada Allah.
Maksudnya Nabi meriwayatkannya bahwa itu adalah kalam Allah. Maka rasul menjadi
perawi kalam Allah ini dari lafal Nabi sendiri.
Cara Periwayatan Hadits Qudsi :
Bila
seseorang meriwayatkan hadis qudsi maka dia meriwayatkannya dari Rasulullah SAW
dengan disandarkan kepada Allah, dengan mengatakan :
1. `Rasulullah SAW
mengatakan mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya`, atau ia
mengatakan: …..
Contoh : `Dari Abu Hurairah Ra. Dari
Rasulullah SAW mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya Azza Wa Jalla, tangan
Allah itu penuh, tidak dikurangi oleh nafakah, baik di waktu siang atau malam
hari….`
2. `Rasulullah SAW
mengatakan : Allah Ta`ala telah berfirman atau berfirman Allah Ta`ala.` Contoh: `Dari Abu Hurairah Ra, bahwa Rasulullah
SAW berkata : ` Allah ta`ala berfriman : Aku menurut sangkaan hamba-Ku
terhadap-Ku. Aku bersamanya bila ia menyebut-Ku.bila menyebut-KU didalam
dirinya, maka Aku pun menyebutnya didalam diri-Ku. Dan bila ia menyebut-KU
dikalangan orang banyak, maka Aku pun menyebutnya didalam kalangan orang banyak
lebih dari itu….`
c. Perbedaan Quran dengan Hadits Qudsi
Ada beberapa perbedaan
antara Quran dengan hadits Qudsi,yang terpenting diantaranya ialah :
1) Al-Quranul Karim
adalah Quran adalah mukjizat yang abadi hingga hari kiamat, bersifat tantangan
(I'jaz) bagi yang ingkar untuk membuat yang serupa dengannya, sedang hadits
Qudsi tidak untuk menantang dan tidak pula untuk mukjizat.
2) Al- Quranul
karim hanya dinisbahkan kepada Allah, sehingga dikatakan: Allah ta`ala telah
berfirman, sedang hadits Qudsi- seperti telah dijelaskan diatas-terkadang
diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah; sehingga nisbah hadits Qudsi
kepada Allah itu merupakan nisbah yang dibuatkan.
3) Seluruh isi
Quran dinukil secara mutawatir, sehingga kepastiannya sudah mutlak. Sedang hadits-hadits
Qudsi kebanyakannya adalah khabar ahad, sehingga kepastiannya masih
merupakan dugaan. Ada
kalanya hadits Qudsi itu sahih, terkadang hasan ( baik ) dan terkadang pula
da`if (lemah).
4) Al-Quranul Karim
dari Allah, baik lafal maupun maknanya. Maka dia adalah wahyu, baik dalam lafal
maupun maknanya. Sedang hadits Qudsi maknanya saja yang dari Allah, sedang lafalnya
dari Rasulullah SAW . hadits Qudsi ialah
wahyu dalam makna tetapi bukan dalam lafal.
5) Membaca
Al-Quranul Karim merupakan ibadah, karena itu ia dibaca didalam salat. Sedang
hadits َQudsi tidak disuruhnya membaca didalam
salat. Allah memberikan pahala membaca hadits Qudsi secara umum saja. Maka
membaca hadits Qudsi tidak akan memperoleh pahala seperti yang disebutkan dalam
hadis mengenai membaca Quran bahwa pada setiap huruf akan mendapatkan kebaikan.
4. KARAKTERISTIK
AL-QURAN
Dr.
Yusuf Qaradhawi memaparkan beberapa karakteristik Al-Quran dalam kitabnya
" Kaifa Nata'amal ma'al al-Quran",( Bagaimana berinteraksi
dengan Al-Quran), secara singkatnya sebagai berikut :
1) Al-Quran
adalah Kitab Ilahi
Al-Quran
berasal dari Allah SWT, baik secara lafal maupun makna. Diwahyukan oleh Allah
SWT kepada Rasul dan Nabi-Nya; Muhammad saw melalui 'wahyu al-jaliy' wahyu yang
jelas. Yaitu dengan turunnya malaikat utusan Allah, Jibril a.s untuk
menyampaikan wahyu kepada Rasulullah SAW yang manusia, bukan melalui jalan
wahyu yang lain ; seperti ilham, pemberian inspirasi dalam jiwa, mimpi yang
benar atau cara lainnya.
)الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آَيَاتُهُ ثُمَّ
فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ (
Artinya : Alif laam raa, (Inilah)
suatu Kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara
terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu
( Huud 1)
2) Al-Quran
adalah Kitab Suci yang terpelihara
Diantara
karakteristik Al-Quran yang lainnya adalah ia merupakan kitab suci yang
terpelihara keasliannya. Dan Allah SWT sendiri yang menjamin pemeliharaannya,
serta tidak membebankan hal itu pada seorang pun. Tidak seperti yang dilakukan
pada kitab-kitab suci selainnya, yang hanya dipelihara oleh umat yang
menerimanya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT :
بِمَا
اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ
…. disebabkan mereka diperintahkan
memelihara kitab-kitab Allah … (Al-Maidah 44)
Adapun makna dipeliharanya al-Quran
adalah Allah SWT memeliharanya dari pemalsuan dan perubahaan terhadap
teks-teksnya, seperti yang terjadi terhadap Taurat, Injil, dan sebelumnya.
3) Al-Quran
adalah Kitab suci yang menjadi Mukjizat
Diantara
karakteristik Al-Quran adalah kemukjizatannya. Ia adalah mukjizat terbesar yang
diberikan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga bangsa arab hanya menyebut-nyebut
mukjizat itu saja, tidak yang lainnya, meskipun dari beliau terjadi mukjizat
yang lain yang tidak terhitung jumlahnya.
4) Al-Quran
adalah Kitab Suci yang menjadi Penjelas dan dimudahkan Pemahamannya
Al-Quran
adalah kitab yang memberi penjelasan dan mudah dipahami. Tidak seperti kitab
filsafat, yang cenderung untuk menggunakan simbol-simbol dan penjelasan yang sulit,
tidak pula seperti kitab sastra yang menggunakan perlambang-perlambang, yang
berlebihan dalam menyembunyikan substansi, sehingga sulit dipahami akal.
Allah
SWT menurunkan Al-Quran agar makna-maknanya dapat ditangkap, hukum-hukumnya
dapat dimengerti, rahasia-rahasianya dapat dipahami, serta ayat-ayatnya dapat
ditadabburi. Oleh karena itu Allah SWT menurunkan Al-Quran dengan jelas dan
memberi penjelasan, tidak samar dan sulit dipahami. Sebagaimana firman Allah
SWT :
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا
الْقُرْآَنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
Artinya : Dan Sesungguhnya Telah
kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil
pelajaran? (Al-Qomar 17)
5) Al-Quran
adalah Kitab Suci yang Lengkap
Al-Quran
adalah kitab agama yang menyeluruh, pokok agama dan ruh wujud islam. Darinya
disimpulkan konsep akidah Islam, tatacara ibadah, tuntutan akhlak, juga
pokok-pokok legislasi dan hukum. Allah SWT berfirman :
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
Artinya : ..dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al
Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu (An-Nahl 89)
6) Al-Quran
adalah Kitab Suci Seluruh Zaman
Makna
Al-Quran sebagai kitab keseluruhan zaman adalah ia merupakan kitab yang abadi,
bukan kitab bagi suatu masa tertentu, yang kemudian habis masa berlakunya.
Maksudnya, hukum-hukum Al-Quran, perintah dan larangannya, tidak berlaku secara
temporer dengan suatu kurun waktu tertentu, kemudian habis masanya.
7) Al-Quran
adalah Kitab suci bagi Seluruh Umat Manusia
Al-Quran
bukanlah kitab yang hanya ditujukan pada suatu bangsa, sementara tidak kepada
bangsa yang lain, tidak juga untuk hanya satu warna kulit manusia, atau suatu
wilayah tertentu. Tidak juga hanya bagi kalangan yang rasional, dan tidak
menyentuh mereka yang emosional dan berdasarkan intuisi.Tidak juga hanya bagi
rohaniawan, sementara tidak menyentuh mereka yang materialis. Al-Quran adalah
kitab bagi seluruh golongan manusia.
Allah
SWT berfirman :
إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ
لِلْعَالَمِينَ
Artinya : Al-Quran itu tiada lain
hanyalah peringatan bagi alam semesta (At-Takwir 27)
Demikian beberapa karakteristik Al-Quran, untuk penjelasan
yang lebih lengkap dan menyeluruh, rujuk kembali kitab Qardhawi yang disebutkan
di atas.
I'jaz Al-Quran (Kemukjizatan Al-Quran)
Kode UQ/A/03
Pokok-pokok Materi :
1. Pengertian I'jaz
dan Mukjizat
2. Pembagian Jenis
Mukjizat & Hikmahnya
3. Perbedaan
Mukjizat Quran dengan Nabi sebelumnya
4.
Macam-macam Mukjizat Quran
1. PENGERTIAN
IJAZ QURAN DAN MUKJIZAT
a. Pengertian i’jaz
menurut bahasa:
Kata I’jaz
adalah isim mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-i’jazan yang mempunyai arti
“ketidakberdayaan atau keluputan” (naqid al-hazm). Kata i’jaz juga berarti
“terwujudnya ketidakmampuan”, seperti dalam contoh: a’jaztu zaidan “aku
mendapati Zaid tidak mampu".
b. Pengertian i’jaz
secara istilah:
-
Penampakan kebenaran pengklaiman kerasulan nabi
Muhammad SAW dalam ketidakmampuan orang Arab untuk menandingi mukjizat nabi
yang abadi, yaitu al-Quran.
-
Perbuatan seseorang pengklaim bahwa ia menjalankan
fungsi ilahiyah dengan cara melanggar ketentuan hukum alam dan membuat orang
lain tidak mampu melakukannya dan bersaksi akan kebenaran klaimnya.
c. Pengertian
mukjizat:
هي أمر خارق
للعادة مقرون بالتحدي سالم عن المعارضة يظهر على يد مدعي النبوة موافقاً لدعواه
Mukjizat adalah Sebuah perkara luar biasa (khoriqun lil
‘adah) yang disertai tantangan (untuk menirunya), yang Selamat dari
pengingkaran, dan muncul pada diri seorang yang mengaku nabi menguatkan
/menyesuaikan dakwahnya.
Catatan : Dari pengertian mukjizat di atas, maka ada beberapa
syarat disebut mukjizat,yaitu :
1) Hal yang di luar
kebiasaan : seperti tongkat berubah ular, menghidupkan orang mati, dll
2) Disertai
Tantangan : untuk meniru, agar mereka yang ditantang merasa 'tidak mampu' untuk
kemudian mengakui bahwa itu dari Allah SWT
3) Selamat dari
pengingkaran : artinya tantangan itu berupa sebuah tantangan yang layak bukan
sesuatu yang tidak masuk akal. Misalnya : tantangan membuat Al-Quran untuk
orang Arab yg berbahasa Arab, bukan untuk orang Jawa.
4) Muncul dari Nabi
: untuk menguatkan risalah kenabiannya, jika bukan dari nabi biasa disebut
dengan Karomah.
2. PEMBAGIAN
JENIS MUKJIZAT & HIKMAHNYA
Secara umum mukjizat dapat digolongkan menjadi dua
klasifikasi, yaitu:
a) Mu’jizat
Indrawi (Hissiyyah)
Mukjizat jenis ini diderivasikan pada
kekuatan yang muncul dari segi fisik yang mengisyaratkan adanya kesaktian
seorang nabi. Secara umum dapat diambil contoh adalah mukjizat nabi Musa dapat
membelah lautan, mukjizat nabi Daud dapat melunakkan besi serta mukjizat
nabi-nabi dari bani Israil yang lain.
b) Mukjizat
Rasional (’aqliyah)
Mukjizat ini tentunya sesuai dengan
namanya lebih banyak ditopang oleh kemampuan intelektual yang rasional. Dalam
kasus al-Quran sebagai mukjizat nabi Muhammad atas umatnya dapat dilihat dari
segi keajaiban ilmiah yang rasional dan oleh karena itulah mukjizat al-Quran
ini bisa abadi sampai hari Qiamat.
Hikmah pembagian Mukjizat :
Imam
Jalaludin as-Suyuthi, berkomentar mengenai hikmah pembagian mukjizat
tersebut dimana beliau berpendapat bahwa
kebanyakan maukjizat yang ditanpakkan Allah pada diri para nabi yang diutus
kepada bani Israil adalah mukjizat jenis fisik.
Beliau menambahkan hal itu dikarenakan atas lemah dan keterbelakangan
tingkat intelegensi bani Israil.
Sementara,
sebab yang melatarbelakangi diberikannya mukjizat rasional atas umat nabi
Muhammad adalah keberadaan mereka yang sudah relative matang dibidang
intelektual. Beliau menambahkan, oleh karena itu al-Quran adalam meukjizat
rasional, maka sisi i’jaznya hanya bisa diketahui dengan kemampuan intelektual,
lain halnya dengan mukjizat fisik yang bias diketahui dengan instrument
indrawi.
Meskipun
al-Quran diklasifikasian sebagai mukjizat rasional ini tidak serta merta
menafikan mukjizat-mukjizat fisik yang telah dianugerahkan Allah kepadanya
untuk memperkuat dakwahnya.
3. PERBEDAAN
MUKJIZAT QURAN DENGAN NABI-NABI SEBELUMNYA
Ada beberapa perbedaan besar antara
mukjizat Al-Quran dengan mukjizat para Nabi-nabi sebelumnya, antara lain :
a) Mukjizat Nabi
sebelumnya bersifat fisik (hissiyah), maka habis sesuai dengan berlalunya
zaman. Generasi setelahnya tidak lagi bisa menyaksikan mukjizat tersebut.
Sementara Al-Quran adalah mukjizat yang terjaga, abadi dan berkelanjutan.
Karenanya hingga hari ini masih banyak temuan-temuan tentang mukjizat Al-Quran.
b) Mukjizat
Nabi-nabi sebelumnya terfokus pada 'penakjuban pandangan', sementara mukjizat
Al-Quran mengarah pada 'pembukaan hati dan penundukan akal', karena itu daya
pengaruhnya lama dan bertahan. Sementara mukjizat 'pandangan' kadang begitu
mudah terlupakan.
c) Mukjizat Nabi
sebelumnya di luar konteks isi risalah mereka dan tidak bersesuain, karena
fungsinya utamanya hanya untuk menguatkan kenabian atau membuktikan bahwa
mereka adalah utusan Allah SWT. Contoh : menghidupkan orang mati, tongkat
menjadi ular, tidak ada hubungan langsung dengan isi kitab Taurat dan Injil.
Sementara Al-Quran benar-benar mukjizat yang bersesuaian dan menguatkan isi risalah
kenabian.
4. BIDANG
MUKJIZAT AL-QURAN
Mukjizat al-Quran terdiri dari berbagai macam segi mukjizat,
antara lain :
A. Segi
bahasa dan susunan redaksinya ( I'jaz Lughowi)
Sejarah
telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada saat turunnya al-Quran telah mencapai
tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa satu pun yang ada didunia ini,
baik sebelum dan sesudah mereka dalam bidang kefashihan bahasa (balaghah).
Mereka juga telah meramba jalan yang belum pernah diinjak orang lain dalam
kesempurnaan menyampaikan penjelasan (al-bayan), keserasian dalam menyusun
kata-kata, serta kelancaran logika.
Oleh
karena bangsa Arab telah mencapai taraf yang begitu jauh dalam bahasa dan seni
sastra, karena sebab itulah al-Quran menantang mereka. Padahal mereka memiliki
kemampuan bahasa yang tidak bias dicapai orang lain seperti kemahiran dalam
berpuisi, syi’ir atau prosa (natsar), memberikan penjelasan dalam langgam
sastra yang tidak sampai oleh selain mereka. Namun walaupun begitu mereka tetap
dalam ketidakberdayaan ketika dihadapkan dengan al-Quran.
B. Segi isyarat
ilmiah ( I'jaz Ilmi)
Pemaknaan kemukjizatan al-Quran dalam segi ilmiyyah diantaranya :
1) Dorongan serta
stimulasi al-Quran kepada manusia untuk selalu berfikir keras atas dirinya
sendiri dan alam semesta yang mengitarinya.
2) Al-Quran
memberikan ruangan sebebas-bebasnya pada pergulan pemikiran ilmu pengetahuan
sebagaimana halnya tidak ditemukan pada kitab-kitab agama lainnya yang malah
cenderung restriktif.
3) Al-Quran dalam
mengemukakan dalil-dalil, argument serta penjelasan ayat-ayat ilmiah,
menyebutkan isyarat-isyarat ilmiah yang sebagaiannya baru terungkap pada zaman
atom, planet dan penaklukan angkasa luar sekarang ini. Diantaranya adalah :
a. Isyarat
tentang Sejarah Tata Surya .
Allah SWT berfirman : “Dan Apakah
orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga
beriman?” (QS. Al-Anbiya’: 30).
b. Isyarat
tentang Fungsi Angin dalam Penyerbukan Bunga
Allah SWT berfirman : “Dan Kami telah
meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan
dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah
kamu yang menyimpannya.” (QS. Al-Hijr: 22)
c. Isyarat
tentang Sidik Jari manusia
Allah SWT berfirman : “ Bukan demikian, Sebenarnya kami Kuasa menyusun (kembali) jari
jemarinya dengan sempurna" . (QS Al-Qiyamah 4)
Catatan : Banyak buku yang sudah di tulis mengenai masalah
Keajaiban Ilmiah Al-Quran, ada yang menyebutnya dengan Mukjizat Ilmiah, dan ada
pula yang membuat bahasan lain dan menyebutnya dengan Tafsir Ilmiah. Beberapa
ulama berbeda pendapat tentang tafsir Ilmiah, khususnya jika yang terjadi
adalah memaksakan ayat-ayat Quran untuk koheren dengan teori-teori ilmiah hasil
penelitian manusia. Rujuk kembali perbedaan seputar ini dalam kitab : Bagaimana
berinteraksi dengan Al-Quran (Kaifa nata'amal ma'al quran) -Dr.Yusuf
Qaradhawi.
C. Segi Sejarah
& pemberitaan yang ghaib (I'jaz tarikhiy)
Surat-surat
dalam al-Quran mencakup banyak berita tentang hal ghaib. Kapabilitas al-Quran
dalam memberikan informasi-informasi tentang hal-hal yang ghaib seakan menjadi
prasyarat utama penopang eksistensinya sebgai kitab mukjizat. Diantara
contohnya adalah:
1. Sejarah /
Keghaiban masa lampau.
Al-Quran sangat jelas dan fasih
seklai dalam menjelaskan cerita masa lalu seakan-akan menjadi saksi mata yang
langsung mengikuti jalannya cerita. Dan tidak ada satupun dari kisah-kisah
tersebut yang tidak terbukti kebenarannya. Diantaranya adalah: Kisah nabi Musa
& Firaun, Ibrahim, Nabi Yusuf, bahkan percakapan antara anak-anak Adam as.
2. Kegaiban Masa
Kini
Diantaranya terbukanya niat busuk
orang munafik di masa rasulullah. Allah SWT berfirman :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ
الْخِصَامِ
Dan di antara manusia ada orang yang
ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada
Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling
keras.(QS.
Al-Baqoroh: 204)
3. Ramalan kejadian
masa mendatang
Diantaranya ramalan kemenangan Romawi
atas Persia di awal surat ar-Ruum.
D. Segi petunjuk
penetapan hukum ( I'jaz Tasyri'i)
Diantara
hal-hal yang mencengangkan akal dan tak mungkin dicari penyebabnya selain bahwa
al-Quran adalah wahyu Allah, adalah terkandungnya syari’at paling ideal bagi
umat manusia, undang-undang yang paling lurus bagi kehidupan, yang dibawa
al-Quran untuk mengatur kehidupan manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia. Meskipun memang banyak aturan hukum dari Al-Quran yang secara 'kasat
mata' terlihat tidak adil, kejam dan sebagainya, tetapi sesungguhnya di balik
itu ada kesempurnaan hukum yang tidak terhingga.
Diantara
produk hukum Al-Quran yang menakjubkan dan penuh hikmah tersebut antara lain :
a. Hukuman Hudud
bagi pelaku Zina, Pencurian, dsb (QS An-Nuur 2-3)
b. Hukuman Qishos
bagi Pembunuhan ( QS Al-Baqoroh 178-180)
c. Hukum Waris yang
detil (QS An- Nisa 11-12)
d. Hukum Transaksi
Keuangan dan Perdagangan.(QS Al-Baqoroh 282)
e. Hukum Perang
& Perdamaian. (QS Al-Anfal 61)
f. Dan lain-lain
Tentang Wahyu
Kode UQ/SS/04
Pokok-pokok Materi :
1. Arti Wahyu
2. Proses Wahyu
Allah pada Malaikat
3.
Proses Turunnya Wahyu Kepada Nabi
4.
Beberapa Tuduhan & Jawaban seputar Wahyu
1. ARTI WAHYU
a. Pengertian
Wahyu secara Bahasa
Dikatakan
wahaitu ilaih dan auhaitu, bila kita berbicara kepadanya agar
tidak diketahui orang lain. Wahyu adalah isyarat yang cepat. Itu terjadi
melalui pembicaran yang berupa rumus dan lambang, dan terkadang melalui suara
semata, dan terkadang pula melalui isyarat dengan sebagian anggota badan.
Al-wahy
atau wahyu adalah kata masdar ( infinitif ); dan materi kata itu menunjukkan
dua pengertian dasar, yaitu ; tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu maka
dikatakan bahwa wahyu adalah : pemberitahuan
secara tersembunyi dan cepat dan khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu
tanpa diketahui orang lain.
b. Pengertian
Wahyu dalam Istilah Syar'i
Secara istilah wahyu didefinisikan
sebagai : kalam Allah yang diturunkan kepada seorang Nabi`. Definisi ini
menggunakan pengertian maf`ul, yaitu al muha ( yang diwahyukan ).
Ustadz Muhammad Abduh membedakan
antara wahyu dengan ilham . Ilham itu intuisi yang diyakini jiwa sehingga
terdorong untuk mengikuti apa yang diminta, tanpa mengetahui dari mana
datangnya. Hal sepeti itu serupa dengan rasa lapar, haus sedih da senang.
2. CARA WAHYU
TURUN PADA MALAIKAT
Didalam Al-
Quranul Karim terdapat nash mengenai kalam Allah kepada para malaikatnya :
diantaranya :
1)
وَإِذْ قَالَ
رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ
فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ
وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
`Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para Malaikat: `Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi.` Mereka berkata: `Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya .`( al-Baqarah : 30 ).
2)
إِذْ يُوحِي
رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آَمَنُوا سَأُلْقِي
فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ الْأَعْنَاقِ وَاضْرِبُوا
مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ
Juga terdapat nash tentang wahyu
Allah kepada mereka : `Ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat :
`Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan orang-orang yang telah beriman`.(
al-Anfal : 12 ).
فَالْمُقَسِّمَاتِ أَمْرًا
Disamping itu ada pula nash tentang para malaikat yang mengurus urusan
dunia menurut perintah-Nya. `Demi malaikat yang mebagi-bagi urusan.`(
ad-dzariyat : 4 ).
Nash-nash
diatas dengan tegas menunjukkan bahwa Allah berbicara kepada para malaikat
tanpa perantaraan dan dengan pembicaraan yang dipahami oleh para malaikat itu.
Hal itu diperkuat oleh hadits dari Nawas bin Sam`an r.a yang mengatakan :
Rasulullah SAW berkata :
`Apabila
Allah hendak memberikan wahyu mengenai suatu urusan, Dia berbicara melalui
wahyu; maka langitpun tergetarlah dengan getaran- atau Dia mengatakan dengan
goncangan-yang dahsyat karena takut kepada Allah Azza wa jalla. Apa bila
penghuni langit mendengar hal itu, maka pingsan dan bersujudlah mereka itu
kepada Allah. Yang pertama sekali mengangkat muka diantara mereka itu adalah
jibril, maka Allah membicarakan wahyu itu, kepada jibril menurut apa yang
dikehendaki-Nya. Kemudian jibril berjalan melintasi para malikat, setiap kali
dia melalui satu langit, maka bertanyalah kepadanya malaikat langit itu; apa
yang telah dikatakan oleh Tuhan kita wahai jibril ? jibril menjawab : Dia
mengatakan yang hak. Dan Dialah yang maha tinggi lagi Maha Besar. Para malikatpun mengatakan seperti apa yang dikatakan
jibril. Lalu jibril menyampaikan wahyu itu seperti apa yang diperintahkan Allah
azza wajalla.`
Hadits di
atas menjelaskan bagaimana wahyu turun. Pertama Allah berbicara, dan para
malikatnya mendengar-Nya. Dan pengaruh wahyu itupun sangat dahsyat; apa bila
pada lahirnya- didalam perjalanan jibril untuk menyampaikan wahyu-hadis diatas
menunjukkan turunnya wahyu khusus mengenai Quran, akan tetapi hadis tersebut
juga menjelaskan cara turunnya wahyu secara umum.
3. CARA WAHYU
ALLAH TURUN KEPADA PARA RASUL
Allah
memberikan wahyu kepada para rasul-Nya ada yang melalui perantaraan dan ada
yang tidak.
CARA PERTAMA : TANPA MELALUI PERANTARAAN.
Diantaranya ialah dengan :
1) Mimpi yang
benar didalam tidur.
`Dari Aisyah r.a dia berkata : sesungguhnya apa yang
mula-mula terjadi pada Rasulullah SAW
adalah mimpi yang benar diwaktu tidur, beliau tidaklah melihat mimpi kecuali
mimpi itu datang bagaikan terangnya
di waktu pagi hari.`
Di antara
alasan yang menunjukkan bahwa mimpi yang benar bagi para Nabi adalah wahyu yang
wajib diikuti, ialah mimpi Nabi Ibrahim agar menyembelih anaknya, Ismail. `( as-Saffat : 101-112 ).
Mimpi yang
benar itu tidaklah khusus bagi para rasul saja, mimpi yag demikian itu tetap ada
pada kaum mukminin, sekalipun mimpi itu bukan wahyu.hal itu seperti dikatakan
oleh Rasulullah SAW : `Wahyu telah terputus, tetapi berita-berita gembira
tetap ada, yaitu mimpi orang mukmin.`
Mimpi yang
benar bagi para nabi diwaktu tidur itu merupakan bagian pertama dari sekian
macam cara Allah berbicara seperti yang disebutkan didalam firman- Nya:
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا
وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ
مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
`Dan tidak
mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali
dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang
utusan lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.`(as-Syuraa : 51 ).
2) Kalam ilahi
dari balik tabir tanpa melalui perantara.
Yang
demikian itu terjadi pada Nabi Musa a.s. Sebagaimana firman Allah SWT :
لَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ
قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ
Artinya :Dan tatkala Musa datang untuk pada waktu yang
telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman kepadanya, berkatalah Musa: `Ya
Tuhanku, nampakkanlah kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau`.(
al-Araaf : 143 ).
Demikian
pula menurut pendapat yang paling sah, Allah pun telah berbicara secara
langsung kepada Rasul kita Muhammad saw. Pada malam isra` dan mi`raj. Yang
demikian ini yang termasuk bagian kedua dari apa yang disebutkan oleh ayat
diatas ( atau dari balik tabir ).
CARA KEDUA MELALUI PERANTARAAN MALAIKAT
Ada dua cara penyampaian wahyu oleh
malaikat kepada Rasul :
1) Cara
pertama : Datang
kepadanya suara seperti dencingan lonceng dan suara yang amat kuat yang
mempengaruhi faktor-faktor kesadaran, sehingga ia dengan segala kekuatannya
siap menerima pengaruh itu. Cara ini yang paling berat baat Rasul.
Apa
bila wahyu yang turun kepada Rasulullah SAW dengan cara ini maka ia mengumpulkan
semua kekuatan kesadarannya untuk menerima, menghafal dan memahaminya. Dan
mungkin suara itu sekali suara kepakan sayap-sayap malaikat, seperti
diisyaratkan didalam hadis .
2) Cara kedua : Malaikat menjelma
kepada rasul sebagai seorang laki-laki dalam bentuk manusia. Cara ini lebih
ringan dari pada yang sebelumnya. Karena ada kesesuaian antara pembicara dan
pendengar. Rasul meraa senang sekali mendengar dari utusan pembawa wahyu itu.
Karena merasa seperti manusia yang berhadapan saudaranya sendiri.
Keduanya
cara di atas disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah Ummul
Mu`minin r.a bahwa haris bin Hisyam r.a bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai
hal itu dan jawab Nabi : ` Kadang-kadang ia datang kepadaku bagaikan
dencingan lonceng, dan itulah yang paling berat bagiku, lalu ia pergi, dan aku
telah menyadari apa yang dikatakannya. Dan terkadang malaikat menjelma kepadaku
sebagai seorang laki-laki, lalu dia berbicara kepadaku, dan akupun memahami apa
yang ia katakan`.
Aisyah juga
meriwayatkan apa yang dialami Rasulullah SAW berupa kepayahan , dia berkata : `Aku
pernah melihatnya tatkala wahyu sedang turun kepadanya pada suatu hari yang
amat dingin, lalu malaikat itu pergi. Sedang keringatpun mengucur dari dahi
Rasulullah`.
4. TUDUHAN &
JAWABAN SINGKAT SEPUTAR WAHYU
Permasalahan
wahyu sering menjadi sasaran tuduhan kaum jahiliyan dari dulu hingga sekarang (
kafir qurays hingga orientalis masa kini ) dalam rangka mengkaburkan keyakinan
kaum muslimin dan menjauhkan mereka dari Al-Quran, diantaranya sebagai berikut
:
Pertama : Meraka mengira bahwa Qur`an
dari pribadi Muhammad; dengan menciptakan maknanya dan dia pula yang menyusun `
bentuk gaya
bahasanya` ; Qur`an bukanlah wahyu.
Kita jawab
dengan, bagaimana dengan ayat-ayat Al-Quran yang jelas-jelas 'memperingatkan'
& 'menyalahkan' Rasulullah SAW dalam beberapa momentum, seperti ketika
Rasulullah SAW mendahulukan mendakwahi pembesar quraiys dan tidak mempedulikan
Abdullah bin Ummi Maktum ? (QS Abasa 1-10), atau saat Rasulullah SAW memutuskan
untuk menyerahkan tawanan perang Badr dengan tebusan ?. Maka jika itu benar
buatan Nabi, sungguh mustahil Nabi berbuat sesuatu lalu menegur dirinya
sendiri.
Begitu pula
saat momentum lain, dengan peristiwa yang dikenal sebagai haditsul ifki,
dimana kehormatan keluarga nabi tercoreng dengan isu yang melanda seisi kota tentang
ketidaksetiaan ibunda Aisyah. Kasus ini cukup lama membuat Madinah bergejolak,
tapi Rasulullah SAW bergeming dan menunggu jawaban tuntas dari Al-Quran untuk
membebaskan ibunda Aisyah dari tuduhan tersebut. Sekiranya nabi sendirilah yang
membuat al-Quran, maka mestinya ia tidak perlu repot-repot menunggu turunnya
wahyu dengan kondisi yang segenting itu.
Kedua : Mereka menyangka bahwa Rasulullah
SAW mempunyai ketajaman otak, kedalaman penglihatan, kekuatan firasat,
kecerdikan yang hebat, kejernihan jiwa dan renungan yang benar, yang
menjadikannya memahami ukuran ukuran yang baik dan yang buruk, benar dan salah
melalui ilham ( inspirasi ), serta mengenali perkara-perkara yang rumit melalui
kasyaf. Sehingga Qur`an itu tidak lain dari pada hasil penalaran intelektual
dan pemahaman yang diungkapkan oleh Muhammad dengan gaya bahasa dan retorikanya.
Kita Jawab, bahwa segi
berita yang merupakan bagian terbesar dalam Quran tidak diragukan oleh orang
yang berakal bahwa apa yang diterimanya hanya berdaarkan kepada penerimaan dan
pengajaran. Qur`an telah menyebutkan berita-berita tentang umat terdahulu,
golongan-golongan dan perisiwa sejarah dengan kejadian-kejadiannya yang benar
dan cermat, seperti halnya yang disaksikan oleh saksi mata. Sekalipun masa yang
dilalui oleh sejarah itu sudah amat jauh. Bahkan sampai pada kejadian pertama
alam semesta ini. Begitu pula ayat yang menjelaskan tentang hari kiamat, serta
gambaran surga dan neraka dengan lengkap. Hal demikian tentu tidak dapat
memberikan tempat bagi penggunaan pikiran dan kecermatan firasat. Secerdas
apapun manusia, bahkan hingga hari ini dengan zaman yang penuh teknologi, tetap
tidak bisa menyentuh pemberitaan-pemberitaan ghaib tersebut.
Ketiga : Mereka menyangka bahwa Muhammad telah menerima ilmu-ilmu
Quran dari seorang guru.
Kita jawab bahwasanya
Muhammad SAW tumbuh dan hidup dalam
keadaan buta huruf dan tak seorang pun diantara masyarakatnya yang membawa
simbol ilmu dan pengajaran, ini adalah kenyataan yang disaksikan oleh sejarah,
dan tidak dapat diragukan. Bahkan kita juga menyaksikan bahwa beliau di masa
kecilnya tidak tumbuh dengan bimbingan khusus dari ayahandanya dan juga kakeknya.
Oleh pamannya Abu Tholib, Muhammad SAW justru lebih diarahkan untuk menjadi
pedagang, hingga ikut serta dalam perjalanan dagangnya ke negri Syam yang
akhirnya bertemu dengan pendeta Bukhaira. Tetapi meskipun dengan pendeta
tersebut, Muhammad SAW yang masih kecil waktu itu tidak sekalipun menimba ilmu
apapun dari pendeta tersebut.
Turunnya Al-Quran
Kode : UQ/SS/05
Pokok-pokok Materi :
1. Tahapan Turunnya
Al-Quran dan Pendapat Ulama seputarnya
2.
Hikmah Turunnya Al-Quran dengan berangsur-angsur
1. TAHAPAN
TURUNNYA AL-QURAN
Allah SWT
menjelaskan secara umum tentang turunnya Al-Quran dalam tiga tempat dalam
Al-Quran, masing-masing :
a) Al-Quran
diturunkan pada bulan Ramadhan
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي
أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ
Bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan Al Qur`an ( al-Baqarah: 185 ).
b) Al-Quran
diturunkan pada malam Lailatul Qadar
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي
لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya
pada malam lailatul qadar.` ( al-Qadr : 1 )
c) Al-Quran diturunkan
pada malam yang diberkahi
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي
لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya
( Qur`an ) pada malam yang diberkahi.` (QS ad-Dhukhan: 3 ).
Ketiga ayat
diatas tidak bertentangan, karena malam yang diberkahi adalah malam lailatul
qadar dalam bulan ramadhan. Tetapi lahir ( zahir ) ayat-ayat itu bertentangan
dengan kehidupan nyata Rasulullah SAW , dimana Qur`an turun kepadanya selama
dua puluh tiga tahun.
Dalam hal
ini para ulama mempunyai dua madzab pokok , dan satu madzhab lainnya:
1) Madzhab
pertama yaitu, pendapat Ibn Abbas dan sejumlah ulama serta yang dijadikan
pegangan oleh umumnya para ulama.
Yang
dimaksud dengan turunnya Qur`an dalam ketiga ayat diatas adalah turunnya Qur`an
sekaligus di Baitul `Izzah dilangit dunia agar para malaikat menghormati
kebesarannya. Kemudian sesudah itu Qur`an diturunkan kepada rasul kita Muhammad
saw. Secara bertahap selama dua puluh tiga tahun. sesuai dengan peristiwa-peristiwa
dan kejadian-kejadian sejak dia diutus sampai wafatnya.
Pendapat ini
didasarkan pada berita-berita yang sahih dari Ibn Abbas dalam beberapa riwayat.
Antara lain:
a. Ibn Abbas
berkata: ` Qur`an sekaligus diturunkan ke langit dunia pada malam lailatul
qadar, kemudian setelah itu ia diturunkan selama dua puluh tahun.` Lalu ia
membacakan: `Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu sesuatu yang
ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik
penjelasannya .`( al-Furqan : 33 ).
وَقُرْآَنًا فَرَقْنَاهُ
لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا
`Dan Al Qur`an itu telah Kami
turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada
manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.` (al-Isra` : 106 ).
b. Ibn Abbas r.a
berkata: ` Qur`an itu dipisahkan dari az-Zikr, lalu diletakkan dai baitul
Izzah di langit dunia. Maka jibril mulai menurunkannya kapada Nabi saw.`
c. Ibn Abbas r.a
mengatakan : ` Allah menurunkan Qur`an sekaligus kelangit dunia , temmponya
turunnya secara berangsur-angsur. Lalu Dia menurunkannya kepada Rasulnya bagian
demi bagian.`
d. Ibn Abas r.a
berkata : `Qur`an diturunkan pada malam lailatul qadar, pada bulan ramadhan
ke langit dunia sekaligus; lali ia diturunkan secara berangsur-angsur.`
2) Madzhab
kedua, yaitu yang diriwayatkan oleh as-Sya`bi .
Bahwa yang
dimaksud dengan turunnya Quran dalam ketiga ayat diatas adalah permulaan
turunnya Qur`an pada Rasulullah SAW. Permulaan turunnya Quran itu di
mulai pada malam lailatul qadar di bulan ramadhan, yangv merupakan malam yang
di berkahi. Kemudian turunnya berlanjut sesudah itu secara bertahap sesuai
dengan kejadian dan peristiwa-peristiwa selam kurang lebih dua puluh tiga
tahun.
Dengan
demikian Qur`an hanya satu macam cara turun, yaitu turun secara bertahap kepada
Rasulullah SAW seba yang demikian inilah yang dinyatakan dalam Qur`an :
وَقُرْآَنًا فَرَقْنَاهُ
لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا
`Dan Al Qur`an itu telah Kami turunkan dengan
berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami
menurunkannya bagian demi bagian.` (al-Isra`: 106 )
3) Madzhab
ketiga
Bahwa Qur`an
diturunkan kelangit dunia selama dua puluh tiga malam lalilatul qadar yang pada
setiap malamnya selama malam-malam lailatul qadar itu ada yang ditentukan Allah
untuk diturunkan pada setiap tahunnya. Dan jumlah wahyu yang diturunkan
kelangit dunia pada malam lailatul qadar , untuk masa satu tahun penuh itu
kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW sepanjang
tahun. Madzab ini adalah hasil ijtihad sebagian mufasir.. pendapat ini tidak
mempunyai dalil.
KESIMPULAN :
Adapun
madzab kedua yang diriwayatkan dari as-Sya`bi , dengan dali-dalil yang sahih
dan dapat diterima,tidaklah bertentang dengan madzab yang pertama yang
diriwayatkan dari Ibn Abbas. Dengan demikian maka pendapat yang kuat ialah
bahwa Al-Quran Al-Karim itu dua kali diturunkan:
·
Pertama: diturunkan secara sekaligus pada malam
lailatul qadar ke baitul Izzah di langit dunia.
·
Kedua: diturunkan kelangit dunia ke bumi secara
berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun.
Catatan : Imam Al-Qurtubi telah
menukil dari Muqatil bin Hayyan riwayat tentang kesepakatan ( ijma`) bahwa
turunnya Qur`an sekaligus dari lauhul mahfuz ke baitul izzah di langit
dunia. Ibn Abbas memandang tidak ada
pertentangan antara ke tiga ayat diatas yang berkenaan dengan turunnya Qur`an
dengan kejadian nyata dalam kehidupan Rasulullah SAW bahwa Qur`an itu turun
selam dua puluh tiga tahun yang bukan bulan ramadan.
2. HIKMAH
TURUNNYA QUR`AN SECARA BERTAHAP
Kita dapat menyimpulkan hikmah turunnya Qur`an secara
bertahap dari nash-nash yang berkenaan dengan hal itu. Dan kami meringkaskannya
sebagai berikut :
1) Menguatkan
atau meneguhkan hati Rasulullah SAW .
Rasulullah
SAW telah menyampaikan dakwahnya kepada menusia, tetapi ia menghadapi sikap
mereka yang membangkang dan watak yang begitu keras. Ia ditantang oleh
orang-orang yang berhati batu, berperangai kasar dan keras kepala. Mereka
senantiasa melemparkan berbagai macam gangguan dan ancaman kepada Rasul. Wahyu turun kepada Rasulullah SAW dari
waktu kewaktu sehingga dapat meneguhkan hatinya atas dasar kebenaran dan
memperkuat kemauannya untuk tetap melangkahkan kaki dijalan dakwah tanpa
menghiraukan perlakuan jahil yang dihadapinya dari masyarakatnya sendiri.
Contoh dari
ayat-ayat tersebut, diantaranya sebagai berikut:
a) Ayat yang berisi
anjuran langsung untuk bersabar:
وَاصْبِرْ
عَلَى مَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلًا0 وَذَرْنِي وَالْمُكَذِّبِينَ أُولِي النَّعْمَةِ
وَمَهِّلْهُمْ قَلِيل
`Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan
jauhilah mereka dengan cara yang baik. Dan biarkanlah Aku bertindak terhadap
orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri
tangguhlah mereka barang sebentar.`(al-Muzammil:10-11 )
b) Ayat dari
kisah-kisah nabi dan ajakan mengambil contoh keteguhan mereka:
وَكُلًّا نَقُصُّ
عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ
الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
Demikianlah
hikmah yang terkandung dalam kisah para Nabi yang terdapay dalam Qur`an: `Dan
kisah rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya
Kami terguhkan hatimu.`
(Hud : 120 )
c) Ayat yang berisi
janji-janji kemenangan :
كَتَبَ اللَّهُ
لَأَغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ
`Allah telah menetapkan: `Aku dan
rasul-rasul-Ku pasti menang`. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.` (al-Mujadalah: 21 ).
Setiap
kali penderitaan Rasulullah SAW bertambah karena didustakan oleh kaumnya dan
merasa sedih karena penganiayaan mereka, maka Qur`an turun untuk melepaskan
derita dan menghiburnya serta mengancam orang-orang yang mendustakan bahwa
Allah mengetahui hal ihwal mereka dan akan membalas apa yang melakukan hal itu.
2) Menjawab
Tantangan dan sekaligus Mukjizat.
Orang-orang musyrik senantiasa berkubang dalam kesesatan dan
kesombongan hingga melampaui batas. Mereka sering mangajukan
pertanyaan-pertanyaan dengan maksud melemahkan dan menentang. Untuk menguji
kenabian Rasulullah. Mereka juga sering menyampaikan kepadanya hal-hal batil
yang tak masuk akal, seperti menanyakan tentang hari kiamat, lalu turunlah ayat
:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا
قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ ثَقُلَتْ
فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا بَغْتَةً يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ
حَفِيٌّ عَنْهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ
لَا يَعْلَمُون
Mereka menanyakan kepadamu tentang
kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya
pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang
dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. kiamat itu amat berat (huru
haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. kiamat itu tidak akan datang
kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". mereka bertanya kepadamu seakan-akan
kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan
tentang bari
kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak
Mengetahui". (Al-A'roof
187)
Jadi hikmah yang bisa kita tangkap disini adalah, bahwasanya
turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur juga agar bisa menjawab
tantangan-tantangan yang senantiasa dimunculkan oleh kaum kafir qurays, yahudi,
bahkan juga kaum munafik.
Hikmah
seperti ini telah diisyaratkan oleh keterangan yang terdapat dalam beberapa
riwayat dalam hadis Ibn Abbas mengenai turunnya Qur`an : `Apa bila orang-orang
musyrik mengadakan sesuatu, maka Allah pun mengadakan jawabannya atas mereka.`
3) Mempermudah
Hafalan dan Pemahamannya.
Al-Quran
Al-Karim turun ditengah-tengah umat yang ummi, yang tidak pandai membaca dan
menulis, catatan mereka adalah daya hafalan dan daya ingatan. Mereka tidak
mempunyai pengetahuan tentang tata cara penulisan dan pembukuan yang dapat
memungkinkan mereka menuliskan dan membukukannya, kemudian menghafal dan
memuhaminya. Umat yang buta huruf itu tidaklah mudah untuk menghafal seluruh
Qur`an apa bila Al-Quran Al-Karim diturunkan sekaligus, dan tidak mudah pula
bagi mereka untuk memahami maknanya serta memikirkan ayat-ayatnya, jelasnya
bahwa Al-Quran Al-Karim secara berangsur itu merupakan bantuan terbaik bagi
mereka untuk menghafal dan memahami ayat-ayatnya.
Setiap kali
turun satu atau beberapa ayat, para sahabat segara menghafalkannya. Memikirkan
maknanya dan memahami hukum-hukumnya. Tradisi demikian ini menjadi suatu metode
pengajaran dalam kehidupan para Tabi`in.
·
Abu Nadrah berkata,`Abu Saad al-Khudri mengajar kan Qur`an kepada kami, lima
ayat diwaktu pagi, dan lima
ayat di waktu petang. Dia memberitahukan bahwa jibril menurunkan Al-Quran
Al-Karim lima
ayat-lima ayat.`
·
Dari Khalid bin Dinar dikatakan, `Abul `Aliyah berkata
kepada kami `Pelajarilah Qur`an itu lima ayat
demi lima ayat; karena Nabi saw mengambil dari
jibril lima ayat demi lima ayat.`
·
Umar berkata, `Pelajarilah Quran itu lima
ayat demi lima
ayat, karena jibril menurunkan Quran kepada Nabi saw. Lima
ayat demi lima
ayat.`
4) Kesesuaian
dengan Peristiwa-peristiwa Pentahapan dalam Penetapan Hukum.
Manusia
tidak akan mudah mengikuti dan tunduk kepada agama yang bau ini seandainya
Al-Quran Al-Karim tidak menghadapi mereka dengan cara yang bijaksanadan
memberikan kepada mereka beberapa obat penawar yang ampuh yang dapat
menyembuhkan mereka dari kerusakan dan kerendahan martabat. Setiap kali terjadi
suatu peristiwa, diantara mereka , maka turunlah hukum mengenai peristiwa itu
yang menjelaskan statusnya dan penunjuk serta meletakkan dasar-dasar
perundang-undangan bagi mereka, sesuai dengan situasi dan kondisi, satu demi
satu. Dan cara ini menjadi obat bagi hati mereka.
Tahapan Pengharaman Khamr
Contoh yang
paling jelas mengenai penetapan hukum yang berangsur-angsur itu ialah
diharamkannya minuman keras, mengenai hal ini pertama-tama Allah berfirman :
a) Pertama, Allah SWT berfirman :
وَمِنْ ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالْأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ
مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Dan dari buah korma dan anggur, kamu
buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang yang memikirkan.`(an-Nahl: 67).
Ayat ini menyebutkan tentang karunia
Allah apa bila yang di maksud dengan `sakar` ialah khamr atau minuman keras dan
yang dimaksud dengan `rezeki` ialah segala yang dimakan dari kedua pohon
tersebut seperti kurma dan kismis-dan inilah pendapat jumhur ulama- maka
pemberian predikat `baik` kepada rezeki sementara sakar tidak diberinya,
merupakan indikasi bahwa dalam hal ini pijian Allah hanya ditujukan kepada
rezeki dan bukan kepada sakar, kemudian turun firman Allah:
b) Kedua, Allah SWT berfirman :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ
فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ
الْآَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
`Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: `Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa`at bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya`.(al-Baqarah:219).
Ayat
ini membandingkan antara manfaat minuman keras (khamr) yang timbul sesudah
memminumnya seperti kesenangan dan kegairahan atau keuntungan karena
memperdagangkannya, dengan bahaya yang diakibatkannya seperti dosa, bahaya bagi
kesehatan tubuh, merusak akal, menghabiskan harta dan membangkitkan dorongan-dorongan
untuk berbuat kenistaan dan durhaka. Ayat tersebut menjauhkan khamr dengan cara
menonjolkan segi bahayanya dari pada manfaatnya, kemudian turun firman Allah:
c) Ketiga : Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا
تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى
Wahai orang-orang yang beriman ,
janganlah kamu salat sedang kamu dalam keadaan mabuk.`(an-Nisa`: 43 ).
Ayat ini menunjukkan larangan minuman
khamr pada waktu-waktu tertentu bila pengaruh minuman itu akan sampai kewaktu
salat, ini mengingat adanya larangan mendekati salat dalam keadaan mabuk,
samppai pengaruh minuman itu hilang dan mereka mengetahui apa yang mereka baca
dalam salatnya, selanjutnya firman Allah:
d) Keempat :
Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ
وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 0 إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ
أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ
وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
`Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu.`(al-Maidah:90-91)
Ini merupakan pengharaman secara
pasti dan tegas terhadap minuman dalam segala waktu.
Hikmah
penetapan hukum dengan sistem bertahap ini lebih lanjut diungkapkan dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a ketika mengatakan : `Sesungguhnya yang
pertama kali turun dari Qur`an ilah surah Mufassal yang didalamnya disebutkan
surga dan neraka, sehingga ketika manusia telah berlari kepada Islam, maka
turunlah hukum haram dan halal. Kalau sekiranya yang turun pertama kali adalah
`jJanganlah kamu meminum khamr` tentu meraka akan menjawab: ` Kami tidak akan
meninggalkan khamr selamanya.` Dan kalau sekiranya yang pertama kali turun
ialah ; janganlah kamu berzina, tentau mereka akan menjawab: `Kami tidak akan
meninggalkan zina selamanya.`
5) Bukti Yang
Pasti Bahwa Al-Quran Al-Karim Diturunkan Dari Sisi Yang Maha Bijaksana dan Maha
Terpuji.
Qur`an yang
turun secara berangsur kepada Rasulullah SAW dalam waktu lebih dari dua puluh
tahun ini ayat-ayatnya turun dalam selang waktu tertentu, dan selama ini orang
membacanya an mengkajinya surah demi surah. Ketika ia melihat rangkaiannya
begitu padat, tersusun cermat sekali dengan makna yang saling bertaut, dengan gaya yang begitu kuat,
serta ayat demi ayat dan surah demi surah saling terjalin bagaikkan untaian
mutiara yang indah yang belum ada bandingannya dalam perkataan manusia .
Seandainya
Qur`an ini perkataan manusia yang disampaikan dalam berbagai situasi, peristiwa
dan kejadian, tentulah didalamnya terjadi ketidak serasian dan saling
bertentangan satu dengan yang lainnya, serta sulit terjadi keseimbangan.
وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ
اخْتِلَافًا كَثِيرًا
`Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur`an ? Kalau
kiranya Al Qur`an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya.`(an-Nisa`:82 ).
Ayat
Makkiyah dan Madaniyah
Kode UQ/SS/06
Pokok-pokok Materi :
1. Perhatian Ulama
tentang Makki dan Madaniyah
2. Pengertian
Makkiyah dan Madaniyah
3. Kekhususan &
Ciri ayat Makkah & ayat Madaniyah
4.
Hikmah mengetahui Makkah dan Madaniyah
1. PERHATIAN
ULAMA TERHADAP MAKKIYAH & MADANIYAH
Para ulama begitu tertarik untuk menyelidiki surah-surah
makki dan madani. Mereka meneliti Qur`an ayat demi ayat dan surah-demi surah
untuk ditertibkan, sesuai dengan nuzulnya, dengan memperhatikan waktu, tempat
dan pola kalimat. Bahkan lebih dari itu, mereka mengumpulkan antara waktu,
tempat dan pola kalimat. Cara demikian merupakan ketentuan cermat yang
memberikan pada peneliti obyektif, gambaran mengenai penyelidikan, ilmiah
tentang ilmu makki dan madani. Dan itu pula sikap ulama kita dalam melakukan
pembahasan-pembahasan terhadap aspek kajian Qur`an lainnya.
Yang
terpenting dipelajari para ulama dalam pembahasan ini adalah :
1) Yang diturunkan
di mekkah,
2) Yang diturunkan
di madinah,
3) Yang diperselisihkan,
4) Ayat-ayat makiah
dalam surah-surah madaniah,
5) Ayat-ayat
madinah dlam surat
makkiah,
6) Yang diturunkan
di mekkah sedang hukumnya madani,
7) Yang diturunkan
di mekkah sedang hukumnya madani,
8) Yang serupa
dengan yang diturunkan di mekkah ( makki ) dalam kelompok madani,
9) Yang serupa
dengan yang diturunkan di madinah ( madani ) dalam kelompok makki;
10) Yang dibawa dari
mekkah ke madinah,
11) Yang dibawa dari
madinah ke mekkah,
12) Yang turun di
waktu malam dan siang,
13) Yang turun
dimusim panas dan dingin,
14) Yang turun
diwaktu menetap dan dalam perjalanan.
Inilah macam-macam ilmu Qur`an yang pokok, berkisar disekitar
makki dan madani, oleh karena dinamakan ` ilmul makki dan madani` .
2. PENGERTIAN
MAKKIYAH & MADANIYAH SERTA PERBEDAANNYA
Cara menentukan Makki dan Madani :
Untuk mengetahui dan menentukan makki dan madani para ulama
bersandar pada dua cara utama :
·
Manhaj sima`i naqli ( metode pendengaran seperti apa adanya ) dan
·
Manhaj qiyasi ijtihadi ( menganalogikan dan ijtihad ).
Cara sima'i naqli : didasarkan pada riwayat sahih dari para sahabat yang hidup
pada saat dan menyaksikan turunnya wahyu. Atau dari para tabi`in yag menerima
dan mendengar dari para sahabat sebagaiamana, dimana dan peristiwa apa yang
berkaitan dengan turunnya wahyu itu. Sebagian besar penentuan makki dan madani
itu didasarkan pada cara pertama. Dan cotoh-contoh diatas adalah bukti paling
baik baginya. Penjelasan tentang penentuan tersebut telah memenuhi kitab-kitab
tafsir bil ma`tsur. Kitab asbabun Nuzul dan pembahasan-pembahasan mengenai
ilmu-ilmu Qur`an.
Cara qiysi ijtihadi : didasarkan
pada ciri-ciri makki dan madani. Apa bila dalam surah makki terdapat suatu ayat
yang mengandung ayat madani atau mengandung persitiwa madani, maka dikatakan
bahwa ayat itu madani. Dan sebaliknya. Bila dalam satu surah terdapat ciri-ciri
makki, maka surah itu dinamakan surah makki. Juga sebaliknya. Inilah yang
disebut qiyas ijtihadi.
Perbedaan Makki dan Madani
Untuk
membedakan makki dan madani, para ulama mempunyai tiga cara pandangan yang
masing-masing mempunyai dasarnya sendiri.
1) Pertama: Dari
segi waktu turunnya.
Makki adalah yang diturunkan sebelum
hijrah meskipun bukan dimekkah. Madani adalah yang turun sesudah hijrah
meskipun bukan di madinah. Yang diturunkan sesudah hijrah sekalipun dimekkah
atau Arafah adalah madani
Contoh
: ayat yang diturunkan pada tahun penaklukan kota makkah , firman Allah:
إِنَّ اللَّهَ
يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
`Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak…` ( an-Nisa` : 58 ). Ayat ini
diturunkan di mekkah dalam ka`bah pada tahun penaklukan mekkah. Pendapat ini
lebih baik dari kedua pendapat berikut. Karena ia lebih memberikan kepastian
dan konsisten.
2) Kedua : Dari
segi tempat turunnya.
Makki adalah yang turun di mekkah dan
sekitarnya. Seperti Mina, Arafah dan Hudaibiyah. Dan Madani ialah yang turun di
madinah dan sekitarnya. Seperti Uhud, Quba` dan Sil`. Pendapat ini mengakibatkn
tidak adanya pembagian secara konkrit yang mendua. Sebab yang turun dalam perjalanan,
di Tabukh atau di Baitul Maqdis tidak termasuk kedalam salah satu bagiannya,
sehingga ia tidak dinamakan makki ataupun madani. Juga mengakibatkan bahwa yang
diturunkan dimakkah sesudah hijrah disebut makki.
3) Ketiga : Dari
segi sasaran pembicaraan.
Makki adalah yang seruannya ditujukan
kepada penduduk mekkah dan madani ditujukan kepada penduduk madinah.
Berdasarkan pendapat ini, para pendukungnya menyatakan bahwa ayat Qur`an yang
mengandung seruan yaa ayyuhannas ( wahai manusia ) adalah makki, sedang
ayat yang mengandung seruan yaa ayyu halladziina aamanuu ( wahai
orang-orang yang beriman ) adalah madani.
Namun
melalui pengamatan cermat, nampak bagi kita bahwa kebanyakan surah Qur`an tidak
selalu dibuka dengan salah satu seruan itu, dan ketentuan demikianpun tidak
konsisten. Misalnya surah baqarah itu madani, tetapi didalamnya terdapat ayat
makky.
3. KETENTUAN
& CIRI-CIRI KHAS MAKKI DAN MADANI
Para ulama
telag meneliti surah-surah makki dam madani; dan menyimpulkan beberapa
ketentuan analogis bagi keduanya, yang menerangkan ciri-ciri khas gaya bahasa dan
persoalan-persoalan yang dibicarakannya. Dari situ mereka dapat menghasilkan
kaidah-kaidah dengan ciri-ciri tersebut.
1) Ketentuan
Surat Makkiyah .
a) Setiap surah
yang didalamnya mengandung `sajdah` maka surah itu makki.
b) Setiap surah
yang mengandung lafal ` kalla` berarti makki. Lafal ini hanya terdapat dalam
separuh terakhir dari Qur`an dan di sebutkan sebanyak tiga puluh tiga kali
dalam lima
belas surah.
c) Setiap surah
yang mengandung yaa ayyuhan naas dan tidak mengandung yaa ayyuhal ladzinaa
amanuu, berarti makki. Kecuali surah al-Hajj yang pada akhir surah terdapat
ayat yaa ayyuhal ladziina amanuur ka`u wasjudu. Namaun demikian sebagian besar
ulama berpendapat bahwa ayat tersebut adalah makki.
d) Setiap surah
yang menngandung kisah para nabi umat terdahulu adalah makki, kecuali surah
baqarah.
e) Setiap surah
yang mengandung kisah Adam dan iblis adalah makki, kecuali surat baqarah.
f) setiap surah
yang dibuka dengan huruf-huruf singkatan seperti alif lam mim, alif lam ra, ha
mim dll, adalah makki. Kecuali surah baqarah dan ali-imran, sedang surah Ra`ad
masih diperselisihkan.
2) Tema &
Gaya Bahasa Surat Makkiyah
Dari segi ciri tema dan gaya
bahasa, ayat makky dapatlah diringkas sebagai berikut :
a) Ajakan kepada
tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah,
kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kengeriannya, neraka dan
siksanya, surga dan nikmatnya, argumentasi dengan orang musyrik dengan
menggunkan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniah.
b) Peletakan
dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan ahlak mulia yang menjadi dasar
terbentuknya suatu masyarakat, dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam
penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara dzalim. Penguburan
hidup-hidup bayi perempuan dn tradisi buruk lainnya.
c) Menyebutkan
kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelaran bagi mereka sehingga
megetahui nasib orang yang mendustakan sebelum mereka, dan sebagai hiburan buat
Rasulullah SAW sehingga ia tabah dalam mengadapi gangguan dari mereka dan yakin
akan menang.
d) Suku katanya
pendek-pendek disertai kata-kata yang mengesankan sekali, pernyataannya
singkat, ditelinga terasa menembus dan terdengar sangat keras. Menggetarkan
hati, dan maknanya pun meyakinkan dengan diperkuat lafal-lafal sumpah, seperti
surah-surah yang pendek-pendek . dan perkecualiannya hanyasedikit.
3) Ketentuan
Surat Madani yah
a) Setiap surah
yang berisi kewajiban atai had ( sanksi ) adalah madani.
b) Setiap surah
yang didalamnya disebutkan orang-orang munafik adalah madani, kecuali surah
al-ankabut adalah makki.
c) Setiap surah
yang didalamnya terdapat dialog dengan ahli kitab adalah madani.
4) Tema dan Gaya Bahasa surat
Madaniyah
Dari segi ciri khas, tema dan gaya bahasa, dapatlah diringkaskan sebagai
berikut :
a) Menjelaskan
ibadah, muamalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad, hubungan sosial, hubungan
internasiaonal baik diwaktu damai maupun perang, kaidah hukum dan masalah
perundang-undangan.
b) Seruan terhadap
ahli kitab, dari kalangan yahudi dn nasrani. Dan ajakan kepada mereka untuk
masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka, terhadap kitab-kitab
Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran, dan perselisihan mereka setelah
ilmu datang kepada mereka karena rasa dengki diantara sesama mereka.
c) Menyingkap
perilaku orang munafik, menganalisi kejiwaannya, membuka kedoknya dan
menjelaskan bahwa ia berbahaya bagi agama.
d) Suku kata dan
ayat-ayatnya panjang-panjang dan dengan gaya
bahasa yang memantapkan syariat serta menjelaskan tujuan dan sasarannya.
4. FAEDAH MENGETAHUI MAKKI DAN MADANI
Pengetahuan tentang makkiyah dan madani banyak
faedahnya diantaranya:
Pertama : Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan
Qur`an,
Sebab
pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat tersebut
dan menmafsirkannya dengan tafsiran yang benar. Sekalipun yangmenjadi pegangan
adalah pengertian umum lafadz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal itu
seorang penafsir dapat membedakan antara ayat yang nasikh dengan yang mansukh,
bila diantara kedua ayat terdapat makna yang kontradiktif. Yang datang kemudian
tentu merupakan nasikh yang tedahulu.
Kedua : Meresapi gaya
bahasa Quran dan memanfaatkannya dalam metode dakwah menuju jalan Allah.
Sebab setiap
situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh
situasi merupakan arti peling khusus dlam retorika. Karakteristik gaya bahasa
makki dan madani dalam Quran pun memberikan kepada orang yang mempelajarinya
sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah yang sesuai dengan
kejiwaan lawan berbicara dan menguasai pikiran dan perasaaannya serta menguasai
apa yang ada dalam dirinya dengan penuh kebijaksanaan.
Ketiga : Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat
Qur`an.
Sebab
turunnya wahyu kepada Rasulullah SAW sejalan dengan sejarah dakwah dengan
segala peristiwanya, baik dalam periode mekkah maupun madinah. Sejak permulaan
turun wahyu hingga ayat terakhir diturunkan. Qur`an adalah sumber pokok bagi
peri hidup Rasulullah SAW, peri hidup beliau yang diriwayatka ahlli sejarah
harus sesuai denga Quran; dan Qur`an pun memberikan kata putus terhadapa
perbedaan riwayat yang mereka riwayatkan.
Ayat Yang Turun Pertama dan Terakhir
Kode : UQ/SS/07
Pokok-pokok Materi :
1. Ayat yang
pertama turun dan Perbedaan pendapat ulama seputarnya
2. Ayat yang
terakhir turun dan Perbedaan pendapat ulama seputarnya
3.
Hikmah dan manfaat pembahasan ini
1. YANG TURUN
PERTAMA KALI.
Ada dua pendapat yang dikenal tentang
ayat yang turun pertama kali, masing-masing dengan dalil sbb:
Pendapat Pertama : Surat
Al-Alaq 1-5
Yang paling
sahih mengenai yang pertama kali turun ialah firman Allah :
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ 0
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ 0اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ 0الَّذِي عَلَّمَ
بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ 0
Artinya : `Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Maha Pemurah, Yang mengajar dengan perantaran kalam , Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.` (al-`Alaq : 1-5 ).
Pendapat ini
didasarkan pada suatu hadits yang diriwayatkan oleh dua syeikh ahli hadits dan
yang lain, dari Aisyah r.a yang mengatakan :
` Sesungguhnya apa yang mula-mula terjadi bagi Rasulullah
SAW adalah mimpi yang benar diwaktu tidur. Dia melihat dimimpi itu datangnya
bagaikan terangnya dipagi hari. Kemudian dia suka menyendiri, dia pergi kegua
Hira` untuk beribadah beberapa malam. Untuk itu ia membawa bekal, kemudian ia
pulang kepada Khadijah r.a maka Khadijah membekali seperti bekal yang dulu. Di
gua Hira` dia dikejutkan oleh suatu kebenaran. Seorang malaikat datan kepadanya
dan mengatakan : ` Bacalah` Rasulullah SAW menceritakan, maka akupun menjawab
`aku tidak pandai membaca` . malaikat tersebut kemudian memelukku sehingga aku
merasa amat payah. Lalu aku dilepaskan, dan dia berkata lagi ` Bacalah`! maka
akupun menjawab `Aku tidak pandai membaca`. Kemudian dia merangkulku dengana
kedua kali, sehingga aku merasa amat payah. Kemudian ia lepaskan lagi, dan
berkata ` Bacalah` Aku menjawab ` aku tidak pandai membaca` maka ia merangkulku
untuk ketiga kali, sehinggga aku kepayahan, kemudian ia berkata ` Bacalah
dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan…` samapi dengan ….` Apa
yang tidak diketahuinya`, ( Hadis ).
Pendapat Kedua : Surat
Al-Muddattsir
Dikatakan pula, bahwa yang pertama kali turun adalah firman
Allah :
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ
( wahai orang yang
berselimut ).
Ini
didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh dua syaikh ahli hadits :
Dari Abu Salamah bin Abdurrahman; dia berkata : Aku telah
bertanya kepada Abu Jabir bin Abdullah; yang manakah diantara Qur`an itu yang
turun pertama kali ? dia menjawab : Yaa ayyuhal mudassir. Aku bertanya
lagi : ataukah Iqra` Bismi rabbik ? dia menjawab : Aku katakan kepadamu apa
yang dikatakan Rasulullah SAW kepada kami : ` Sesungguhnya aku berdiam diri
di gua hira`. Maka ketika habis masa diamku, aku turun dan aku telusuri lembah.
Aku lihat kemuka, kebelakang, kekanan dan kekiri. Lalu aku lihat kelangit,
kemudian aku melihat jibril yang amat menakutkan. Maka aku pulang ke Khadijah.
Khadijah memerintahkan mereka untuk menyelimuti aku. Lalu Allah menurunkan `
Wahai orang yang berselimut; bangkitlah lalu berilah peringatan.`
Catatan : selain pendapat di atas ada juga pendapat yang
menyatakan bahwa yang pertama kali turun adalah surat al-fatihah dan lafal basmallah, tapi
dalil kedua pendapat ini lemah dan kurang berdasar.
Perbandingan dua Pendapat :
Para ulama ulumul quran dengan
kesungguhan mereka mencoba mempertemukan pendapat di atas, dan menjelaskan
beberapa hal sebagai berikut :
a) Maksud Jabir
dalam hadits di atas adalah surah yang diturunkan secara penuh. Jabir
menjelaskan bahwa surah al Mudassirlah yang turun secara penuh sebelum surah
Iqra` selesai diturunkan. Karena yang turun pertama sekali dari surah Iqra` itu
hanya permulaan saja.
b) Atau maksud Jabir bahwa surat Mudassir itu adalah surah pertama yang
diturunkan setelah masa terhentinya wahyu.
c) Ada
yang mengatakan maksud Jabir ra : Surat
al-muddatsir adalah yang pertama turun berkaitan dengan kerasulan (risalah)
atau perintah berdakwah. Sedangkan ayat pertama surat al-alaq adalah yang pertama turun
berkaitan dengan kenabian (nubuwwah), atau pelantikan menjadi nabi.
d) Ada
yang mengatakan juga bahwa maksud Jabir ra : surat al-mudattsir adalah yang pertama kali
turun yang disebabkan dengan peristiwa khusus (asbabun nuzul).
e) Ada juga yang menyatakan : Jabir telah
mengeluarkan yang demikian ini dengan ijtihadnya. Akan tetapi riwayat Aisyah
lebih mendahuluinya. Jadi jika ada riwayat-riwayat lain yang shohih mendukung
riwayat Aisyah, maka sebagai hasil ijtihad pendapat Jabir ra bisa ditinggalkan.
2. YANG TERAKHIR
KALI DI TURUNKAN
Pendapat ulama seputar ayat yang terakhir kali diturunkan
begitu banyak, diantaranya sebagai berikut.
1) Dikatakan bahwa
ayat terakhir yang diturunkan itu adalah ayat mengenai riba.
Ini
didasarkan pada hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas, yang
mengatkan : ` Ayat terakhir yang diturunkan adalah ayat mengenai riba`. Yang
dimaksdukan ialah firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا
`Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba.` ( al-Baqarah : 278 ).
2) Dan dikatakan
pula bahwa ayat Qur`an yang terakhir turun adalah firman Allah :
وَاتَّقُوا
يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ
`Dan peliharalah dirimu dari hari
yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah.` (al-Baqarah :
281 ).
Ini
didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh an-Nasa`i dan lain-lain, dari Ibnu
Abbas dan Said bin Jubair: ` Ayat Qur`an terakhir turun ialah : `Dan
peliharalah dirimu dari hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada
Allah.` ( al-Baqarah : 281 ).
3) Juga dikatakan
bahwa yang terakhir turun ialah ayat mengenai utang .
Berdasarkan
hadis yang diriwayatkan dari Said bin al-Musayyab: ` Telah sampai kepadanya
bahwa ayat Qur`an yang paling muda di arsy ialah ayat mengenai utang.` Yang
dimaksudkan ialah ayat :
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
فَاكْتُبُوهُ
`Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya.`( al-Baqarah : 282 ).
Catatan : Ketiga riwayat di atas dapat dipadukan, yaitu bahwa
ketiga ayat tersebut diatas diturunkan sekaligus seperti tertib urutannya
didalam mushaf. Ayat mengenai riba, ayat pelihara dirimu dari azab yang terjadi
pada suatu hari kemudian ayat mengenai utang, karena ayat-ayat itu masih satu
kisah. Setiap perawi mengabarkan bahwa sebagian dari yang diturunkan itu
sebagian yang terakhir kali, dan itu memang benar. Dengan demikian maka ketiga
ayat itu tidak saling ber tentangan.
4) Dikatakan pula bahwa yang terakhir kali
diturunkan ialah ayat mengenai kalalah.
Bukhari
dan Muslim meriwayatkan dari Barra` bin `azib ; dia berkata : ` ayat yang
terakhir kali turun ialah :
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ
يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ
`Mereka meminta fatwa kepadamu .
Katakanlah : `Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah ( an-Nisa`: 176
).
Banyak ragam pendapat lain tentang masalah ayat yang terakhir
kali turun, seperti :
·
Dikatakan pula bahwa
Ayat surat
( at-Taubah : 128-129 ) sampai akhir surah.
·
Dikatakan pula bahwa yang terakhir kali turun adalah
surah al-Maidah.
·
Juga dikatakan
bahwa yang terkhir kali turun ialah ayat surat
( al-Imran : 195 ).
·
juga dikatakan bahwa ayat terakhir yang turun ialah
ayat : ( an-Nisa`: 93 ).
·
Dari Ibn Abbas dikatakan ; Surah terakhir yang
diturunkan ialah: surat
An-Nashr
Qadi Abu bakar al Baqalani dalam kitab intisar ketika
mengomentari berbagai riwayat mengenai yang terakhir kali diturunkan
menyebutkan : Pendapat-pendapat ini sama
sekali tidak di sandarkan kepada Nabi saw. Boleh jadi pendapat itu diucapkan
orang karena ijtihad atau dugaan saja. Mungkin masing-masing menreitahukan
mengenai apa yang terakhir kali didengarnya dari Rasulullah SAW pada saat ia
wafat atau tak seberapa lama sebelum ia sakit. Sedang yang lain mungkin tidak
secara langsung mendengar dari Nabi. Mungkin juga ayat itu yang dibaca terakhir
kali oleh Rasulullah SAW bersama-sama dengan ayat yang turun diwaktu itu.
Sehingga disuruh untuk menuliskan sesudahnya, lalu dikiranya ayat itulah yang
terakhir diturunkan menurut tertib urutannya.`
3. FAEDAH
MENGETAHUI PEMBAHASAN INI
Pengetahuan mengenai ayat-ayat yang pertama kali dan terakhir
kali diturunkan itu mempunyai banyak faedah. Yang terpenting diantaranya ialah.
1) Menjelaskan
perhatian yang diperoleh Al-Quran Al-Karim guna menjaganya dan menguatkan
ayat-ayatnya.
Para sahabat telah menghayati Qur`an ini
ayat- demi ayat. Sehingga mereka mengerti kapan dan dimana ayat itu diturunkan,
mereka telah menerima ayat-ayat dari Rasulullah SAW yang diturunkan kepadanya
dengan sepenuh hati, hati-hati dan percaya bahwa Al-Quran adalah dasar agama,
penggerak iman dan sumber kemuliaan dan kehormatannya. Dan ini membawa akibat
positif yaitu bahwa Al-Quran Al-Karim selamat dari perubahan dan kekacau
balauan.
Allah SWT berfirman : `
إِنَّا نَحْنُ
نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan
Al Qur`an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.` ( al-hijr: 9)
2) Mengetahui
rahasia perundang-undangan Islam menurut sumbernya yang paling pokok, yaitu
ayat-ayat al-Quran.
Sesungguhnya ayat-ayat al-Quran mengatasi
persoalan kejiwaan manusia dengan petunjuk Ilahi, dan mengantarnya dengan
cara-cara yang bijaksana dan menempatkan mereka ketingkat kesempurnaan. Ia
dapat bertahan dalam menetapkan hukum-hukum, sehingga dengan demikian cara
hidup mereka menjadi benar dan urusan masyarakat berada pada jalan yang lurus
.
3) Membedakan
yang nasikh dan yang mansukh,
Terkadang terdapat dua ayat atau
lebih dalam satu masalah, tetapi ketentuan hukum dalam satu ayat berbeda dengan
ayat lain, apa bila diketahui mana yang pertama kali diturunkan kemudian
menasakh ( menghapus ) ketentuan ayat yang diturunkan sebelumnya.
Asbabbun Nuzul
Kode : UQ/SS/08
Pokok-pokok Materi :
1. Perhatian Ulama
tentang Asbabun Nuzul
2. Metode
Mengetahui Asbabun Nuzul
3. Definisi
Asbabun Nuzul
4.
Urgensi Mengetahui Asbabun Nuzul
5.
Beberapa Permasalahan seputar Asbabun Nuzul
1. PERHATIAN PARA ULAMA TERHADAP ASBABUN NUZUL
Para peneliti ilmu-ilmu Qur’an menaruh perhatian besar
terhadap pengetahuan tentang Asbabun Nuzul. Untuk menafsirkan Qur’an ilmu ini
diperlukan sekali, sehingga ada pihak yang mengkhususkan diri mengenai
pembahasan dalam bidang itu. Yang
terkenal diantaranya ialah :
§ Ali bin Madini,
Guru Bukhari,
§ Abul Hasan Ali
al-Wahidi (427 H) dalam kitabnya Asbabun
Nuzul,
§ Burhanuddin
al-Ja’bari (732 H) yang meringkaskan
kitab al-Wahidi dengan menghilangkan isnad-isnadnya, tanpa menambahkan sesuatu.
§ Syaikhul Islam
Ibn Hajar al-Atsqolani ( 852 H) yang
mengarang satu kitab mengenai Asbabun Nuzul.
§ Jalaluddin
As-Suyuti ( 911 H) yang mengatakan tentang dirinya : ` Dalam hal ini, aku telah
mengarang satu kitab lengkap, singkat dan sangat baik serta dalam bidang ilmu
ini belum aad satu kitab pun menyamainya. Kitab itu aku namakan Lubabul
Manqul fi Asbabin Nuzul.
2. PEDOMAN
MENGETAHUI ASBABUN NUZUL
Pedoman
dasar para ulama dalam mengetahui asbabun nuzul ialah riwayat sahih yang
berasal dari Rasulullah SAW atau dari sahabat. Itu disebabkan pemberitahuan
seorang sahabat mengenai hal seperti ini, bila jelas, maka hal itu bukan
sekedar pendapat ( ra’y ), tetapi ia mempunyai hukum marfu’ (disandarkan pada
Rasulullah).
Al- Wahidi
mengatakan : ` Tidak halal berpendapat mengenai asbabun nuzul kitab kecuali
dengan berdasarkan pada riwayat atau mendengar secara langsung dari orang-orang
yang menyaksikan turunnya, mengetahui sebab-sebabnya dan membahas tentang pengertiannya
serta bersungguh-sunggguh dalam mencarinya.` Inilah jalan yang ditempuh oleh
ulama salaf. Mereka amat berhati-hati untuk mengatakan sesuatu mengenai asbabun
nuzul tanpa pengetahuan yang jelas.
Oleh karena
itu, yang dapat dijadikan pegangan dalam asbabun nuzul adalah:
1) Riwayat-ucapan
ucapan sahabat yang bentuknya seperti musnad, yang secara pasti menunjukkan
asababun nuzul.
2) As- Suyuti
berpendapat : bahwa bila ucapan seorang tabi’in secara jelas menunjukkan
asbabun nuzul, maka ucapan itu dapat diterima. Dan mempunyai kedudukan mursal
bila penyandaran kepada tabi’in itu benar dan ia termasuk salah seorang imam
tafsir yang mengambil ilmunya dari para sahabat, seperti mujahid, Ikrimah dan
Said bin Jubair, serta didukung oleh hadis mursal yang lain.
3. DEFINISI
ASBABUN NUZUL
Setelah diteliti sebab turunnya sesuatu ayat itu berkisar
pada dua hal:
Pertama : Bila terjadi
suatu peristiwa, maka turunlah ayat Qur’an mengenai peristiwa itu.
Contoh dalam hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Ibn Abbas,
yang mengatakan :
"
Ketika turun, ayat : dan
peringatkanlah kerabat-kerabatmu yang terdekat (QS Hijr 94), nabi pergi dan naik ke bukit safa , lalu
berseru : ` Wahai kaumku !". maka mereka berkumpul mendekat ke
nabi. Ia berkata lagi : ` bagaimana pendapatmu bila aku beritahukan kepadamu
bahwa dibalik gunung itu ada sepasukan berkuda yang hendak menyerangmu,
percayakah kamu apa yang aku katakan ?
Mereka menjawab : : kami belum pernah melihat engkau berdusta.` Dan nabi
melanjutkan: ‘aku memperingatkanmu tentang siksa yang pedih,’ ketika itu
Abu Lahab berkata : `celakalah engkau; apakah engkau mengumpulkan kami hanya
untuk urusan ini ?’Lalu ia berdiri. Maka
turunlah surah ini :
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ .............................
Artinya : " celakalah kedua tangan Abu lahab…..(Surat
Al-Masad)
Kedua : Bila Rasulullah ditanya tentang sesuatu hal, maka
turunlah ayat Quran menerangkan tentang hukumnya.
Contoh hal ini seperti ketika Khaulah binti Sa’labah
dikenakan Zihar oleh suaminya Aus bin Samit.lalu ia datang kepada Rasulullah
SAW mengadukan hal itu.
Aisyah
berkata : ‘Maha suci Allah yang pendengarannya meliputi segalanya` aku menden gar ucapan Khaulah
binti Sa’labah itu, sekalipun tidak seluruhnya, ia mengadukan suaminya kepada
Rasulullah SAW , katanya : Rasulullah SAW suamiku telah menghabiskan masa
mudaku dan sudah beberapa kali aku mengandung karenanya, sekarang setelah aku
menjadi tua, dan tidak beranak lagi ia menjatuhkan zihar kepdaku! Ya Allah
sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu`
Aisyah
berkata : ` tiba-tiba jibril turun membawa ayat-ayat ini :
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي
تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا
Artinya : Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan
perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya ( yakni aus bin samit).`(QS
Mujadalah )
Catatan : Tidak setiap ayat Quran diturunkan karena adanya timbul
suatu peristiwa dan kejadian yang mendahuluinya, atau karena suatu pertanyaan.
Tetapi ada diantara ayat Qur’an diturunkan sebagai permulaan, tanpa sebab,
mengenai akidah iman, kewajiban Islam dan syariat Allah dalam kehidupan pribadi
dan sosial.
4. PERLUNYA
MENGETAHUI ASBABUN NUZUL
Pengetahuan mengenai asbabun nuzul mempunyai banyak
faedah yang terpenting diantaranya :
1) Mengetahui
hikmah diundangkannya suatu hukum dan perhatian syariat terhadap kepentingan
umum dalam menghadapi segala peristiwa sebagai bentuk rahmat terhadap umat. Ini
karena setiap peristiwa penting ternyata mendapat jawaban dari al-Quran.
2) Mengkhususkan (
membatasi ) hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi. Bila hukum itu
dinyatakan dalam bentuk umum. Ini bagi mereka yang berpendapat bahwa ` yang
menjadi pegangan adalah sebab yang khusus dan bukannya lafal yang umum.`
Sebagai contoh dapat dikemukakan
disini firman Allah :
لَا تَحْسَبَنَّ
الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوْا وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ
يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya : Janganlah sekali-kali
kamu menyangka, hahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka
kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka
kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi
mereka siksa yang pedih.` (al-Imran : 188 ).
Ada beberapa sahabat yang
khawatir dengan penjelasan ayat diatas lalu menanyakan pada Ibnu Abbas :
sekiranya setiap orang diantar kita yang bergembira dengan apa yang telah
dikerjakn dan ingin dipuji dengan perbuatan yang belum dikerjakannya iti akan
disiksa, tentulah kita semua akan disiksa.` Ibn Abbas menjawab : ` mengapa
kamu berpendapat demikian mengenai ayat ini ? ayat ini turun berkenan dengan
ahli kitab.` Kemudian ia membaca ayat sebelumnya yang berkaitan dengan ahli
kitab.
3) Apa bila lafal
yang diturunkan itu lafal yang umum
('aam) dan terdapat dalil pengkhususannya maka pengetahuan mengenai asbabun
nuzul membatasi pengkhususan itu hanya terhadap yang selain bentuk sebab.
Contoh yang demikian digambarkan
dalam dua firman-Nya:
Pertama : Bahwa orang yang menuduh wanita
baik-baik berzina tidak akan diampuni
إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ
الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
0 يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا
يَعْمَلُون0 يَوْمَئِذٍ يُوَفِّيهِمُ اللَّهُ دِينَهُمُ الْحَقَّ وَيَعْلَمُونَ أَنَّ
اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ الْمُبِينُ
Allah SWT berfirman : `Sesungguhnya
orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman , mereka
kena la`nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada
hari , lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa
yang dahulu mereka kerjakan. Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yag
setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang Benar,
lagi Yang menjelaskan .( an-Nur : 23-25 ).
Kedua : Bahwa orang yang menuduh wanita baik-baik berzina, masih
bisa diampuni
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ
يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا
لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ 0 إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا
مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ 0 وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ
شُهَدَاءُ إِلَّا أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ
إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ
Allah SWT berfirman : Dan orang-orang yang menuduh
wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat
orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera,
dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka
Itulah orang-orang yang fasik.Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu
dan memperbaiki (dirinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.(QS An-Nuur 4-5)
Sekilas ada pertentangan dari dua ayat di atas, yaitu
orang-orang yang menuduh wanita baik-baik berbuat zina dikatakan tidak akan
diampuni dalam ayat yang pertama, dan masih bisa diampuni pada ayat kedua. Maka
Ibnu Abbas memberitahukan asbabun nazal ayat yang pertama : bahwa ayat tersebut
turun dalam masalah Aisyah dalam peristiwa Haditsul ifk. Maka mereka
yang menuduh Aisyah ra berzina tidak akan diampuni dunia akhirat, sementara
ayat kedua hukumnya masih berlaku umum, bahwa mereka yang menuduh wanita
baik-baik (secara umum) , masih mempunyai kemungkinan taubat dan diampuni.
Wallahu a'lam.
4) Mengetahui sebab
nuzul adalah cara terbaik untuk memahami makna Al-Quran Al-Karim menyingkap
kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa
mengetahui sebab nuzulnya.
Contoh dalam masalah ini adalah ayat:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ
مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ
عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا
Artinya : `Sesungguhnya Shafaa dan
Marwa adalah sebahagian dari syi`ar Allah . Maka barangsiapa yang beribadah
haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa`i
antara keduanya. ( al-Baqarah : 158 ).
Lafal
ini secara tekstual tidak menunjukkan bahwa sa’i itu wajib, sebab ketiadaan
dosa untuk mengerjakan hal itu menunjukkan `kebolehan` dan bukannya `
kewajiban` sebagian ulama juga berpendapat demikian, karena berpegang kepada
arti tekstual ayat itu.
Padahal
hukum sebenarnya dari sa'I adalah wajib, bukan sekedar boleh. Lafal ayat di
atas turun karena para sahabat awalnya merasa keberatan bersa’i antara safa dan
marwa karena perbuatan itu berasal dari perbuatan jahiliyah. Mereka takut itu
masuk pada perbuatan dosa, karenanya Al-Quran turun dengan lafad "tidak
ada dosa", untuk menjelaskan tentang bahwa sa'I bukan seperti apa yang
mereka takutkan/khawatirkan.Jadi bukan untuk menjelaskan bahwa hukum sa'I itu
'boleh', karena sa'I adalah wajib.
5) Sebab nuzul
dapat menerangkan tentang siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut
tidak diterapkan kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisihan.
Contoh adalah : Bahwa ketika Marwan
meminta agar Yazid di baiat, ia berkata: ‘( pembaiatan ini adalah ) tradisi Abu
Bakar dan Umar.’ Abdurrahman menolak dan menentang seraya mengatakan : ‘Tradisi
Hercules dan kaisar’. Maka kata Marwan ; Inilah orang yang dikatakan Allah
dalam Qur’an :
وَالَّذِي قَالَ
لِوَالِدَيْهِ أُفٍّ لَكُمَا
Artinya : Dan orang yang berkata kepada ibu
bapaknya: cis bagi kamu berdua….(Al-Ahqof 17)
Maksudnya adalah Marwan menuduh
Abdurrahman durhakan dengan menyandarkan pada ayat di atas. Kemudian perkataan
Marwan yang demikian itu sampai kepada Aisyah, maka kata Aisyah: ‘Marwan telah berdusta.demi Allah, maksud
ayat itu tidaklah demikian, sekiranya aku mau menyebutkan mengenai siapa ayat
itu turun, tentulah aku sudah menyebutkannya.`
5. BEBERAPA
PERMASALAHAN SEPUTAR ASBABUN NUZUL
Dalam pembahasan tentang asbabun nuzul, ada juga
permasalahan-permasahan lain yang berkaitan dengannya, yang masing-masing
mempunyai bahasannya secara khusus, misalnya :
§ Pembahasan
Kaidah : Al-Ibroh bi umumi al-lafdhi Laa bi khususi as-sababi ( Yang
Menjadi Pegangan Adalah Lafal yang Umum, Bukan Sebab yang Khusus )
§ Pembahasan
seputar redaksi periwayatan asbabun nuzul
§ Pembahasan
seputar banyaknya riwayat dalam asbabun nuzul sebuah ayat
§ Pembahasan
seputar banyaknya ayat yang turun dengan satu sebab yang sama
§ Pembahasan
seputar beberapa ayat yang turun pada seorang yang sama.
Catatan :
Karena waktu yang terbatas dan untuk
memudahkan santri, maka untuk pembahasan asbabun nuzul ini yang kita bahas
dalam perkuliahan (dirosah) adalah yang berkaitan dengan kaidah : Al-Ibroh
bi umumi al-lafdhi Laa bi khususi as-sababi ( Yang Menjadi Pegangan Adalah
Lafal yang Umum, Bukan Sebab yang Khusus ). Sehingga diharapkan
mahasiswa/santri bisa memperdalam pembahasan lainnya di buku-buku Ulumul Quran
yang ada.
KAIDAH : AL-IBROH BI UMUMI
AL-LAFDHI LAA BI KHUSUSI AS-SABAB
( YANG MENJADI PEGANGAN ADALAH LAFAL
YANG UMUM, BUKAN SEBAB YANG KHUSUS ).
قاعدة
: العبرة بعموم اللفض لا بخصوص السبب
Pertama
kali, mari kita membedakan antara dua hal, yaitu antara LAFADZ ayat dan SEBAB
turunnya ayat. Begitu pula kita perlu membedakan dengan UMUM dan KHUSUS, yang
disebut "umum" dalam pembahasan ini adalah ('aam) yaitu yang
mencakup seluruh manusia atau kaum muslimin, sedangkan "khusus" yang
berkaitan dengan person-person tertentu dan terbatas.
Karenanya,
dalam kaitan antara LAFAL ayat dan SEBAB turunnya ayat, ada tiga kemungkinan
yang bisa terjadi yang masih-masing mempunyai konsekwensi atau hukumnya
masing-masing. Tiga kemungkinan tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama : Apa bila lafal ayat bersifat umum dan sebab turunnya pun
secara umum. Maka yang diambil adalah bahwa hukum ayat tersebut bersifat UMUM
Contoh dalam masalah ini adalah
seperti firman Allah SWT :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ
الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا
تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ …
Artinya : `Mereka bertanya kepadamu tentang haidh.
Katakanlah: `Haidh itu adalah suatu kotoran`. Oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati
mereka, sebelum mereka suci . ..`( al-Baqarah : 222 )
Lafadz " al-mahiid" di atas
bersifat umum yang berarti semua wanita yang haid, begitu pula sebab turunnya
ayat itu bersifat umum, sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malik : bahwa
orang-orang Yahudi pada waktu itu, ketika istri-istri mereka sedang haidh
mereka mengusirnya dari rumah, dan tidak memberi mereka makan minum dan tidak
berhubungan badan dengan mereka. Maka Rasulullah pun ditanya masalah ini. Maka
turunlah ayat di atas, dan Rasulullah SAW
bersabda : " Lakukan apa saja selain jimak " .
Jadi
peristiswa atau pertanyaan dari sahabat kepada Rasul bersifat umum, mereka
menanyakan secara umum tentang bergaul dengan istri-istri mereka yang haid
secara umum, bukan satu dua perempuan atau istri mereka secara khusus.
Karenanya, hukum ini juga berlaku umum bagi semua wanita haid.
Kedua : Apabila lafal ayat bersifat
khusus dan sebab turunnya pun khusus pada perseorangan tertentu, maka yang
diambil adalah bahwa hukum ayat tersebut bersifat KHUSUS
Contoh dalam hal ini adalah firman Allah SWT:
وَسَيُجَنَّبُهَا
الْأَتْقَى (17) الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى (18) وَمَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ
مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَى (19) إِلَّا ابْتِغَاءَ
وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى (20) وَلَسَوْفَ يَرْضَى (21
Artinya : `Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling
takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya untuk membersihkannya, padahal
tidak ada seseorangpun memberikan suatu ni`mat kepadanya yang harus dibalasnya,
tetapi karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha TInggi. Dan kelak dia
benar-benar mendapat kepuasan.` ( al-Lail : 17-21 )
Ayat-ayat diatas diturunkan mengenai Abu Bakar. Kata al-atqa
( orang yang paling taqwa ) menurut tasyrif terbentuk af’al untuk
menunjukkan arti superlatif, tafdil yang disertai al-‘adiyah ( kata
sandang yang menunjukkan bahwa kata yang dimasukinya itu telah diketahui
maksudnya ), sehingga ia dikhususkan bagi orang yang karenanya ayat itu
diturunkan. Jadi secara lafal memang khusus dan sebabnya adalah khusus, karena
itu ayat ini harus ditafsiri khusus tentang Abu Bakar As-Shiddiq, bukan umum
kepada kaum muslimin.
Ketiga : Jika sebab ayat itu adalah hal khusus berkaitan
dengan orang tertentu, sedang lafal ayat yang turun berbentuk umum.
Dalam kasus inilah, kaidah diatas menjadi perdebatan di
antara ulama ushul, apakah yang dijadikan pegangan adalah "lafal yang
umum" ataukah "sebab yang khusus" . Berikut masing-masing
pendapat dan dalil-dalinya.
1)
Jumhur ulama berpendapat : bahwa yang menjadi pegangan adalah lafal yang
umum dan bukan sebab yang khusus, sehingga hukum/pelajaran yang diambil adalah
umum berlaku pada semua orang.
Misalnya : ayat Li’an
(prosesi sumpah antara suami istri untuk menolak dari tuduhan zina) yang turun
mengenai tuduhan Hilal bin Umaah kepada isterinya : `
Dari Ibn Abbas, Hilal bin Umayah menuduh isterinya telah
berbuat zina dengan Syuraik bin Sahma dihadapan Nabi.
Maka Nabi berkata :
‘ Harus ada bukti, bila tidak maka punggungmu yang didera.’
Hilal berkata :
‘Wahai Rasulullah , apa bila salah seorang diantara kami melihat seorang
laki-laki mendatangi isterinya; apakah ia harus mencari bukti `.
Rasulullah menjawab : ‘Harus
ada bukti, bila tidak maka punggungmu akan yang didera.’
Hilal berkata :Demi
yang mengutus engkau dengan kebenaran, sesungguhnya perkataanku itu benar dan
Allah benar-benar akan menurunkan apa yang membebaskan punggungku dari dera.’
Maka
turunlah Jibril as dan menurunkan kepada Nabi ayat :
وَالَّذِينَ
يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا أَنْفُسُهُمْ
فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ
الصَّادِقِينَ (6) وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ
مِنَ الْكَاذِبِينَ (7) وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ
شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ (8) وَالْخَامِسَةَ أَنَّ
غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ (9)
Dan orang-orang yang menuduh isterinya
(berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka
sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama
Allah, Sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah)
yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang
berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas
nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang
dusta.Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu
termasuk orang-orang yang benar. (QS Nuur 6-9)
Hukum yang
diambil dari lafal yang umum ini : " walladzi yarmuuna azwajahum"
( dan orang-orang yang menuduh isterinya ) tidak hanya khusus mengenai
peristiwa Hilal bin Umayyah, tetapi diterapkan pula pada kasus yang serupa
lainnya tanpa memerlukan dalil lain. Inilah pendapat yang kuat dan paling
sahih. Pendapat ini sesuai dengan keumuman ( universalitas ) hukum-hukum
syariat.
Dan ini
pulalah jalan yang ditempuh para sahabat dan para mujtahid umat ini. Mereka
menerapkan hukum ayat tertentu kepada peristiwa-peristiwa lain yang bukan
merupakan sebab turunnya ayat-ayat tersebut. Misalnya ayat zihar dalam kasus
Aus bin Samit, atau Salamah bin Sakhr sesuai dengan riwayat mengenai hal itu
berbeda-beda. Berdalil dengan keumuman redaksi ayat-ayat yang diturunkan untuk
sebab-sebab khusus sudah populer dikalangan ahli.
2)
Segolongan ulama berpendapat :
bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang khusus, bukan lafal yang
umum, karena lafal yang umum itu menunjukkan bentuk sebab yang khusus. Oleh
karena itu untuk dapat diberlakukan kepada kasus selain sebab diperlukan dalil
lain seperti qiyas dan sebagainya, sehingga pemindahan riwayat sebab
yang khusus itu mengandung faedah; dan sebab tersebut sesuai dengan musababnya
seperti halnya pertanyaan dengan jawabannya.
Pengumpulan dan
Penertiban Al-Quran
Kode Materi : UQ/SS/09
Poko-pokok Materi :
1. Pengertian Jam'ul
Qur'an (Pengumpulan Al-Quran)
2. Pengumpulan
Al-Quran pada masa Rasulullah SAW
3. Pengumpulan
Al-Quran pada masa Abu Bakar ra
4. Pengumpulan
Al-Quran pada masa Utsman Ra
5.
Penertiban Susunan Ayat dan Surat
1. PENGERTIAN
JAM'UL QUR'AN / PENGUMPULAN AL-QURAN
Yang
dimaksud dengan pengumpulan Qur'an ( Jam'ul Qur'an ) oleh para ulama adalah
salah satu dari dua pengertian berikut :
Pertama : Pengumpulan dalam arti
menghafalkan Hifdzuhu ( menghafalkannya dalam hati).
Jumma'ul Quran artinya huffazuhu ( penghafal-penghafalnya,
orang yang menghafalkannya didalam hati). Inilah makna yang dimaksudkan dalam
firman Allah kepada Nabi-Nabi senantiasa menggerak-gerakkan kedua bibir dan
lidahnya untuk membaca Qur'an ketika itu turun kepadanya sebelum jibril selesai
membacakannya, karena ingin menghafalkannya:
لَا تُحَرِّكْ
بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ (16) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآَنَهُ (17)
فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآَنَهُ (18) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ
(19)
"Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk Al Qur'an karena
hendak cepat-cepat nya . Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya
dan membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah
bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
penjelasannya."
(al-Qiyamah:16-19 ).
Kedua : Pengumpulan dalam arti
kitabatuhu ( penulisan Qur'an)
Yaitu menuliskannyan baik dengan
memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat
semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara terpisah, atau menertibkan
ayat-ayat dan surah-surahnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang
menghimpun semua surah, sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain.
2. PENGUMPULAN
QUR'AN DALAM PADA MASA NABI
Realitas penghimpunan Al-Quran pada
masa nabi dapat dijelaskan dengan point-point sebagai berikut :
a. Pengumpulan
Al-Quran dalam Penghafalan di masa Nabi.
Para sahabat telah dikenal dengan
kecintaan mereka dan semangat mereka dalam menghafal Al-Quran. Dalam kitab
sahihnya Bukhari telah mengemukakan adanya tujuh huffadzh di masa sahabat,
melalui tiga riwayat. Mereka adalah:
§ Abdullah bin
Mas'ud,
§ Salim bin Ma'qal
bekas budak Abu Huzaifah,
§ Muaz bin Jabal,
§ Ubai bin Kaab,
§ Zaid bin Sabit,
§ Abu Zaid bin
Sakan dan Abu Darda'.
Penyebutan
para hafiz yang tujuh atau delapan ini tidak berarti pembatasan, karena
beberapa keterangan dalam kitab-kitab sejarah dan sunan menunjukkan bahwa para
sahabat berlomba menghafalkan Qur'an dan mereka memerintahkan anak-anak dan
ister-isteri mereka untuk menghafalkannya.
b. Pengumpulan
Qur'an dalam Arti Penulisannya pada Masa Nabi
Beberapa penjelasan terkait penulisan
al-Quran dimasa nabi adalah sebagai berikut :
1)
Rasulullah meminta beberapa sahabat
untuk menuliskan wahyu
Rasullullah
telah mengangkat para penulis wahyu Qur'an dari sahabat-sahabat terkemuka,
seperti Ali, Muawiyah, 'Ubai bin K'ab dan Zaid bin Sabit, bila ayat turun ia
memerintahkan mereka menulisnya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam
surah, sehingga penulisan pada lembar itu membantu penghafalan didalam hati.
2)
Beberapa sahabat berinisiatif
menuliskan secara sendiri-sendiri.
Sebagian
sahabat menuliskan Qur'an yang turun itu atas kemauan mereka sendiri, tanpa
diperintah oleh nabi; mereka menuliskannya pada pelepah kurma , lempengan batu,
daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Zaid bin Sabit mengatakan : " Kami
menyusun Qur'an dihadapan Rasulullah pada kulit binatang "
3)
Para sahabat senantiasa menyodorkan
Qur'an kepada Rasulullah baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan,
Tulisan-tulisan Qur'an pada masa Nabi
tidak terkumpul dalam satu mushaf ; yang ada pada seseorang belum tentu
dimiliki orang lain. Rasulullah berpulang kerahmatullah disaat Qur'an telah
dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti disebutkan diatas;
ayat-ayat dan surah-surah dipisah-pisahkan, atau diterbitkan ayat-ayatnya saja
dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah dalam tujuh huruf.
Tetapi Qur'an belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang menyuruh (lengkap).
KENAPA AL-QUR'AN TIDAK DIBUKUKAN
DALAM SATU MUSHHAF (PADA MASA NABI) ?
Ada beberapa jawaban yang bisa
menjelaskan pertanyaan diatas, diantaranya sebagai berikut, sebagaimana
disebutkan oleh Muhammad Ali Ash-Shobuni dalam At-Tibyan fii Ulumul
Qur'annya.
1) Al-Qur'an
diturunkan tidak sekaligus, tetapi berangsur-angsur dan terpisah-pisah.
Tidaklah mungkin untuk membukukannya sebelum secara keseluruhannya selesai.
2) Sebagian ayat
ada yang dimansukh. Bila turun ayat yang menyatakan nasakh, maka bagaimana
mungkin bisa dibukukan datam satu buku.
3) Susunan ayat dan
surat tidaklah
berdasarkan urutan turunnya. Sebagian ayat ada yang turunnya pada saat terakhir
wahyu tetapi urutannya ditempatkan pada awal surat. Yang demikian tentunya menghendaki
perubahan susunan tulisan.
4) Masa turunnya
wahyu terakhir dengan wafatnya Rasululah SAW adalah sangat
pendek/dekat.Kemudian Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah setelah sembilan
hari dari turunnya ayat tersebut. Dengan demikian masanya sangat relatif
singkat, yang tidak memungkinkan untuk menyusun atau membukukannya sebelum
sempurna turunnya wahyu.
5) Belum ada
motifasi/ alasan yang mendorong untuk mengumpulkan Al-Qur'an menjadi satu
mushhaf sebagaimana yang timbul pada masa Abu Bakar. Orang-orang Islam ada
dalam keadaan baik, ahli baca qur'an begitu banyak, fitnah-fitnah dapat
diatasi. Berbeda pada masa Abu Bakar dimana gejala-gejala telah ada; banyaknya
yang gugur, sehingga khawatir kalau Al-Qur'an akan lenyap.
3. PENGUMPULAN
QUR'AN PADA MASA ABU BAKAR
a. Latar
Belakang Pengumpulan Quran :
Abu
Bakar menjalankan pemerintahan Islam sesudah Rasulullah. Ia dihadapkan kepada
peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang arab.
Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi
orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H
melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Qur'an. Dalam peperangan ini tujuh
puluh qari dari para sahabat gugur. Umar bin Khatab merasa sangat kuatir
melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul
kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur'an karena dikhawatirkan akan
musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qarri'.
Disegi
lain Umar merasa khawatir juga kalau-kalau peperangan ditempat-tempat lain akan
membunuh banyak qari' pula sehingga Qur'an akan hilang dan musnah, Abu Bakar
menolak usulan itu dan berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan
oleh Rasulullah. Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati
Abu Bakar untuk menerima usulan Umar tersebut
b. Pemilihan
Zaid bin Tsabit
Kemudian
Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Sabit, mengingat beberapa hal :
§ kedudukannya
dalam qiraat dan penulisan al-quran
§ pemahaman dan
kecerdasannya,
§ serta
kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali.
Abu
Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid
menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat,
sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan
Qur'an itu. Zaid bin Sabit melalui tugasnya yang berat ini dengan bersadar pada
hafalan yang ada dalam hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis.
Kemudian lembaran-lembaran ( kumpulan) itu disimpan ditangan Abu Bakar. Setelah
ia wafat pada tahun 13 H, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan
tetap berada ditangannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah
ketangan Hafsah putri Umar. Pada permulaan kekalifahan Usman, Usman memintanya
dari tangan Hafsah.
c. Metode Zaid
bin Tsabit & Ketelitiannya dalam Pengumpulan Al-Quran
Dalam
usaha pengumpulan Al-Qur'an Zaid bin Tsabit telah mengambil langkah yang tepat,
teliti dan mantap. Langkah tersebut adalah suatu jaminan (yang pantas) dalam
penulisan Al-Qur'an dengan mantap dan penuh ketelitian.
Zaid
bin Tsabit tidak menganggap cukup menurut yang dihafal dalam hati dan yang
ditulis dengan tangannya serta hasil pendengaran, tetapi ia bertitik-tolak pada
penyelidikan yang mendalam dari dua sumber:
1) Sumber hafalan
yang tersimpan dalam hati para sahabat; dan
2) Sumber tulisan
yang ditulis pada zaman Rasulullah SAW.
Dua
hal tersebut yaitu hafalan dan tulisan harus terpenuhi. Karena sangat
bersungguh-sungguh dan berhati-hatinya ia tidak menerima data berupa tulisan
sebelum disaksikan oleh dua orang yang adil bahwa tulisan tersebut ditulis di
hadapan Rasulullah SAW.
Hal
ini dikemukakan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleb Abu Daud dalam kitab
sunnahnya; dimana ia berkata: Umar datang seraya mengatakan: "Siapa
yang menerima Al-Qur'an dari Rasulullah SAW maka cobalah datangkan, mereka
menulisnya dalam lembaran-lembaran kertas, papan kayu dan pelepah kurma".
Sekalipun
demikian ia (Umar) tidak mau menerimanya begitu saja sebelum disaksikan oleh
dua orang saksi. Hadits ini didukung pula oleh hadits lain yang juga
diriwayatkan oleb Abu Daud; bahwa Abu Bakar mengatakan kepada Umar dan Zaid:
"Duduklah anda berdua di pintu masjid. Bila ada orang yang mendatangimu
perihal Al-Qur'an (Kitabullah) dengan membawa dua orang saksi, maka tulislah!"
Ibnu
Hajar mengatakan: "Yang dimaksud dengan dua orang saksi adalah hafalan dan
tulisan, sedangkan as-Sakhawy mengatakan bahwa yang dimaksud, adalah mereka
berdua menyaksikan tulisan tersebut di hadapan Rasulullah SAW itu karena
benar-benarnya usaha pemantapan, ketelitian dan kesungguhan yang digariskan
oleb Abu Bakar Shiddiq kepada Zaid bin Tsabit.
d. Beberapa
Keistimewaan Mushaf Abu Bakar
Lembaran-lembaran yang dikumpulkan
dalam satu mushhaf pada masa Abu Bakar memiliki beberapa keistimewaan yang
terpenting:
1) Diperoleh dari
hasil penelitian yang sangat mendetail dan kemantapan yang sempurna.
2) Yang tercatat
dalam mushhaf banyalah bacaan yang pasti, tidak ada nasakh bacaannya.
3) Ijma' ummat
terhadap mushhaf tersebut secara mutawatir bahwa yang tercatat adalah ayat-ayat
Al-Qur'an.
4) Mushhaf mencakup
huruf sab'ah (tujuh huruf) yang dinukil berdasarkan riwayat yang
benar-benar shahih.
Keistimewaan-keistimewaan tersebut
membuat para sahabat kagum dan terpesona terhadap usaha Abu Bakar, dimana ia
memelihara Al-Qur'an dari bahaya kemusnahan, dan itu berkat taufiq serta
hidayah dari Allah Azza wa Jalla.Ali berkata: "Orang yang paling berjasa
dalam hal Al-Qur'an ialah Abu Bakar r.a. ia adalah orang yang pertama
mengumpulkan Al-Qur'an/Kitabullah.
4. PENGUMPULAN
QUR'AN PADA MASA USMAN
a. Latar
Belakang Pengumpulan
Penyebaran
Islam bertambah dan para Qurra pun tersebar di berbagai wilayah, dan penduduk
disetiap wilayah itu mempelajari qira'at (bacaan) dari qari yang dikirim kepada
mereka. Cara-cara pembacaan (qiraat) Qur'an yang mereka bawakan berbeda-beda
sejalan dengan perbedaan 'huruf ' yang dengannya Qur'an diturunkan. Apa bila
mereka berkumpul disuatu pertemuan atau disuatu medan peperangan, sebagian mereka merasa
heran dengan adanya perbedaan qiraat ini. Sebagian mereka menganggapnya wahar,
karena mengetahui bahwa perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan kepada
Rasulullah.
Ketika
terjadi perang Armenia dan
Azarbaijan dengan penduduk Iraq,
diantara orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah Huzaifah bin al-Yaman.
Ia banyak melihat perbedaan dalam cara-cara membaca Quran. Sebagian bacaan itu
bercampur dengan kesalahan; tetapi masing-masing mempertahankan dan berpegang
pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan
bahkan mereka saling mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian Huzaifah segara
menghadap Usman dan melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Usman juga
memberitahukan kepada Huzaifah bahwa sebagian perbedaan itu pun akan terjadi
pada orang-orang yang mengajarkan Qiraat pada anak-anak. Anak-anak itu akan
tumbuh, sedang diantara mereka terdapat perbedaan dalam qiraat. Para sahabat amat memprihatinkan kenyataan ini karena
takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan.
Mereka bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran yang pertama yang ada pada
Abu Bakar dan menyatukan umat islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan
tetap pada satu huruf.
b. Metode
Pengumpulan Al-Quran masa Utsman
Utsman
kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar
yang ada padanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya.
Kemudian Usman memmanggil :
§ Zaid bin Sabit
al-Ansari,
§ Abdullah bin
Zubair,
§ Said bin 'As,
dan
§ Abdurrahman bin
Haris bin Hisyam.
Ketiga orang terkahir ini adalah
orang quraisy, lalu Ustman memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak
mushaf, serta memerintahkan pula agar apa yang diperselisihkan Zaid dengan
ketiga orang quraisy itu ditulis dalam bahasa quraisy, karena Qur'an turun
dengan logat mereka.
Mushaf-mushaf
itu ditulis dengan satu huruf (dialek) dari tujuh huruf Qur'an seperti yang
diturunkan agar orang bersatu dalam satu qiraat. Dan Usman telah mengembalikan
lembaran-lembaran yang asli kepada Hafsah, lalu dikirimkannya pula pada setiap
wilayah yaitu masing-masing satu mushaf. Dan ditahannya satu mushaf untuk
dimadinah, yaitu mushafnya sendiri yang dikenal dengan nama "mushaf
Imam". Kemudian ia memerintahkan untuk membakar mushaf yang selain itu.
Umatpun menerima perintah dengan patuh, sedang qiraat dengan enam huruf lainnya
ditingalkan.
c. Permasalahan
seputar penyatuan huruf al-quran dalam Mushaf Ustman
Utsman
ra memutuskan untuk menghilangkan enam huruf yang lain. Keputusan ini tidak
salah, sebab qiraat dengan tujuh huruf itu tidak wajib. Seandainya Rasulullah
mewajibkan qiraat dengan tujuh huruf itu semua, tentu setiap huruf harus
disampaikan secara mutawatir sehingga menjadi hujjah. Tetapi mereka tidak melakukannya.
Ini menunjukkan bahwa qiraat dengan tujuh huruf itu termasuk dalam katergori
keringanan (rukhsoh).
Apa
bila sebagian orang lemah pengetahuan berkata : Bagaimana mereka boleh
meninggalkan qiraat yang telah dibacakan oleh Rasulullah dan diperintahkan pula
membaca dengan cara itu ? maka Jawabnya ialah : 'Sesungguhnya perintah
Rasulullah kepada mereka untuk membacanya itu bukanlah perintah yang
menunjukkan wajib dan fardu, tetapi menunjukkan kebolehan dan keringanan
(rukshah). Sebab andaikata qiraat dengan tujuh huruf itu diwajibkan kepada
mereka, tentulah pengetahuan tentang setiap huruf dari ketujuh huruf itu wajib
pula bagi orang yang mempunyai hujjah untuk menyampaikannya, bertianya harus
pasti dan keraguan harus dihilangkan dari para qari. Dan karena mereka tidak
menyampaikan hal tersebut, maka ini merupakan bukti bahwa dalam masalah qiraat
mereka boleh memilih, sesudah adanya orang yang menyampaikan Qur'an dikalangan
umat yang penyampaiannya menjadi hujjah bagi sebagian ketujuh huruf itu.
PERBEDAAN ANTARA PENGUMPULAN ABU
BAKAR DENGAN USMAN
Dari
teks-teks diatas jelaslah bahwa pengumpulan (mushaf oleh) Abu Bakar berbeda
dengan pengumpulam yang dilakukan Usman dalam motif dan caranya. Diantaranya
sebagai berikut :
1) Motif Abu Bakar
adalah kekhawatiran beliau akan hilangnya Qur'an karena banyaknya para huffaz
yang gugur dalam peperangan yang banyak menelan korban dari para qari. Sedang
motif Usman dalam mengumpulkan Qur'an ialah karena banyaknya perbedaan dalam
cara-cara membaca Qur'an yang disaksikannnya sendiri didaerah-daerah dan mereka
saling menyalahkan antara satu dengan yang lain.
2) Pengumpulan
Qur'an yang dilakukan Abu Bakar ialah memindahkan satu tulisan atau catatan
Qur'an yang semula bertebaran dikulit-kulit binatang, tulang, dan pelepah
kurma, kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan
surah-surahnya yang tersusun serta terbatas dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat
dan surah-surahnya serta terbatas dengan bacaan yang tidak dimansukh dan tidak
mencakup ketujuh huruf sebagaimana ketika Qur'an itu diturunkan.
Sedangkan
pengumpulan yang dilakukan Usman adalah menyalinnya menjadi satu huruf diantar
ketujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan satu
huruf yang mereka baca tanpa keenam huruf lainnya.
5. PENYUSUNAN
TERTIB AYAT & SURAT
a. Penyusunan
Tertib Ayat
Qur'an
terdiri atas surah-surah dan ayat-ayat, baik yang pendek maupun yang panjang.
Ayat adalah sejumlah kalam Allah yang terdapat dalam sebuah surah dari Qur'an.
Surah ialah sejumlah ayat Qur'an yang mempunyai permulaan dan kesudahan, tertib
atau urutan ayat-ayat Qur'an ini adalah tauqifi, ketentuan
dariRasulullah, sebagian ulama meriwayatkan bahwa pendapat ini adalah ijma'
diantaranya az-Zarkasyi dalam al-Burhan dan Abu Ja'far Ibnuz Zubeir dalam
munasabahnya.
Diantara
dalil-dalilnya adalah sebagai berikut :
§ Usman bin 'Abil
'As berkata: "Aku tengah duduk
disamping Rasulullah, tiba-tiba panadangannya menjadi tajam lalu kembali seperti
semula. Kemudian katanya 'Jibril telah datang kepadaku dan memerintahkan agar
aku meletakkan ayat ini ditempat anu dari surah ini : Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan serta memberi kepada kaum
kerabat…..(an-Nahl: 90)
§ Terdapat
sejumlah hadis yang menunjukkan keutamaan beberapa ayat dari surah-surah
tertentu. Ini menunjukkan bahwa tertib ayat-ayat bersifat tauqifi. Sebab jika
tertibnya dapat diubah, tentulah ayat-ayat itu tidak akan didukung oleh
hadis-hadis tersebut.
Diriwayatkan
dari Abu Darda' dalam hadis marfu' : "Barang siapa hafal sepuluh ayat
dari awal surah kahfi, Allah akan melindunginya dari Dajjal." Dan
dalam redaksi lain dikatakan: "Barang siapa membaca sepuluh ayat
terakhir dari surah kahfi…"
§ Disamping itu
terima pula bahwa Rasulullah telah membaca sejumlah surah dengan tertib
ayat-ayatnya dalam salat atau dalam khutbah jumat, seperti surah Baqarah, Ali
imran dan Annisa'. Juga hadis sahih mengatakan bahwa Rasulullah membaca surah
A'raf dalam salat maghrib dan dalam salat subuh hari jum'at membaca surah Alif
Lam Mim, Tanzilul Kitabi La Raibafihi" (as-Sajdah) dan Hal Ata Alal Insani
(ad-Dahr) juga membaca surah Qaf pada waktu Kutbah. Surah Jumu'ah dan surah
Munafikun dalam salat jum'at.
§ Jibril selalu
mengulangi dan memeriksa Qur'an yang telah disampaikannya kepada Rasulullah
sekali setiap tahun, pada bulan ramadhan dan pada tahun terakhir kehidupannya
sebanyak dua kali. Dan pengulangan Jibril terakhir ini seperti tertib yang
dikenal sekarang ini.
Dengan
demikan tertib ayat-ayat Qur'an seperti yang ada dalam mushaf yang beredar
diantara kita adalah tauqifi. Tanpa diragukan lagi.
b. Penyusunan
Tertib Surah
Para ulama berbeda pendapat tentang
tertib surah-surah Qur'an, sebagai berikut :
Pertama : Bahwa susunan surat itu tauqifi dan ditangani
langsung oleh Nabi sebagaimana diberitahukan jibril kepadanya atas perintah
Tuhan.
Dengan demikian, Qur'an pada masa
Nabi telah tersusun surah-surahnya secara tertib sebagaimana tertib
ayat-ayatnya. Seperti yang ada ditangan kita sekarang ini. Yaitu tertib mushaf
Usman yang tak ada seorang sahabatpun menentangnya. Ini menunjukkan telah
terjadi kesepakatan (ijma') atas tertib surah, tanpa suatu perselisihan apa
pun.
Kedua : Dikatakan bahwa tertib surah itu
berdasarkan ijtihad para sahabat, mengingat adanya perbedaan tertib didalam
mushaf-mushaf mereka.
Misalnya
: mushaf Ali disusun menurut tertib nuzul, yakni dimulai dengan Iqra', kemudian
Muddassir, lalu Nun, Qalam, kemudian Muzammil, dst hingga akhir surah Makki dan
madani.Dalam mushaf Ibn Masu'd yang pertama ditulis adaslah surah Baqarah,
Nisa' dan Ali-'Imran. Dalam mushaf Ubai yang pertama ditulis ialah Fatihah,
Baqarah, Niasa' dan Ali-Imran.
Ketiga : Dikatakan bahwa sebagian surah itu
tertibnya tauqifi dan sebagian lainnya berdasarkan ijtihad para sahabat, hal
ini karena terdapat dalil yang menunjukkan tertib sebagian surah pada masa
Nabi.
Mannaul
Qatthan menyatakan : Apa bila membicarakan ketiga pendapat ini, jelaslah bagi
kita bahwa pendapat kedua, yang menyatakan tertib surah-surah itu berdasarkan
ijtihad para sahabat, tidak bersandar dan berdasar pada suatu dalil. Sebab,
ijtihad sebagian sahabat mengenai terib mushaf mereka yang khusus, merupakan
ihtiyar mereka sebelum Qur'an dikumpulkan secara terib. Ketika pada masa Usman
Qur'an dikumpulkan , ditertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya pada suatu huruf
( logat) dan umatpun menyepakatinya, maka mushaf-mushaf yang ada pada mereka
ditinggalkan. Seandainya tertib itu merupakan hasil ijtihad , tentu mereka
tetap berpegang pada mushafnya masing-masing.
Sementara
itu, pendapat ketiga yang menyatakan sebagian surah itu tertibnya tauqifi dan
sebagian lainnya bersifat ijtihadi, dalil-dalilnya hanya berpusat pada
nash-nash yang menunjukkan tertib tauqifi. Adapun bagian yang ijtihadi tidak
bersandar pada dalil yang menunjukkan tertin ijtihadi. Sebab, ketetapan yang
tauqifi dengan dalil-dalilnya tidak berarti bahwa selain itu adalah hasil
ijtihad. Disamping itu pula yang bersifat demikian hanya sedikit sekali.
Dengan demikian bahwa tertib surah
itu bersifat tauqifi seperti halnya tertib ayat-ayat. Wallahu a'lam.
Turunnya Al-Quran
Dengan 7 Huruf
Kode UQ/SS/10
Pokok-pokok Materi :
1. Pengantar Tujuh
Huruf dalam Al-Quran
2. Riwayat
diturunkannya tujuh huruf dalam Al-Quran
3. Pengertian Tujuh
Huruf dan perbedaan Pendapat seputarnya
4.
Hikmah diturunkannya Al-Quran dalam tujuh huruf
1. PENGANTAR
TUJUH HURUF DALAM AL-QURAN
Orang
Arab mempunyai aneka ragam lahjah (dialek) yang timbul dari fitrah
mereka dalam langgam, suara dan huruf-huruf sebagaimana diterangkan secara
komprehensip dalam kitab-kitab sastra. Setiap kabilah mempunyai irama sendiri
dalam mengucapkan kata-kata yang tidak dimiliki oleh kabilah-kabilah lain.
Namun
kaum quraisy mempunyai faktor-faktor yang menyebabkan bahasa mereka lebih
unggul daiantara cabang-cabang bahasa arab lainnya. Yang antara lain karena
tugas mereka menjaga Baitullah, menjamu para jema'ah haji, memakmurkan masjidil
Haram dan menguasai perdagangan. Oleh sebab itu, semua suku bangsa arab
menjadikan bahasa quraisy sebagai bahasa induk bagi bahasa-bahasa mereka karena
adanya karak teristik-karakteristik tersebut. Dengan demikian wajarlah jika
Qur'an diturunkan dalam logat quraisy, kepada Rasullah yang quraisy pula untuk
mempersatukan bangsa arab dan mewujudkan kemukjizatan Qur'an ketika mereka
gagal mendatangkan satu surah yang seperti Qur'an.
Apa
bila orang arab berbeda lahjah dalam pengungkapan sesuatu makna dengan
perbedaan tertentu, maka Qur'an yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad ,
menyempurnakan makna kemukjizatannya karena ia mencakup semua huruf dan wajah
qiraah pilihan diantara lahjah-lahjah itu. Dan ini merupakan salah satu
sebab yang memudahkan mereka untuk membaca , menghafal dan memahaminya.
2. RIWAYAT /
DALIL DITURUNKANNYA AL-QURAN DENGAN TUJUH HURUF
Nash-nash
sunah cukup banyak mengemukakan hadis mengenai turunnya Qur'an dengan tujuh
huruf. Diantaranya :
a. Dari Ibn Abbas, ia berkata : "Rasulullah berkata: 'Jibril
membacakan (Qur'an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku
mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah, dan iapun menambahnya kepadaku
sampai dengan tujuh huruf." (HR Bukhori Muslim)
b. Dari Ubai bin
Ka'ab: "Ketika Nabi berada didekat parit Bani Ghafar, ia didatangi jibril
seraya berkata: 'Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur'an kepada umatmu
dengan sau huruf,' ia menjawab : 'Aku mohon kepada Allah ampunan dan
meghfirah-Nya, karena umatku tidak dapat melaksanakan perintah itu,' kemudian
jibril datang lagi untuk yang kedua kalinya dan berkata : 'Allah
memerintahkanmu agar membacakan Qur'an kepada umatmu dengan dua huruf,' Nabi
menjawab : 'Aku memohon kan kepada Allah ampunan dan maghfirahNya umatku tidak
kuat melaksanakannya.' Jibril datang lagi untuk yang ketiga kalinya, lalu
mengatakan : 'Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur'an kepada umatmu dengan
tiga huruf,' jawab Nabi : 'Aku memohon kepada Allah ampunan dan MaghfirhNya,
sebab umatku tidak kuat melaksanakannya.' Kemudian jibril datang lagi untuk
yang ketiga kalinya seraya berkata : ' Allah memerintahkanmu agar membacakan
Qur'an kepada umatmu dengan tujuh huruf,' dengan huruf mana saja mereka
membaca, mereka tetap benar."' ( HR Muslim)
Catatan : Hadis-hadis yang berkenaan dengan
hal diatas amat banyak jumlahnya dan
sebagian besar telah diselidiki oleh Ibn Jarir didalam pengantar tafsirnya.
As-Suyuti menyebutkan bahwa hadis-hadis tersebut diriwayatkan dari dua puluh
orang sahabat. Abu 'Ubaid al Qasim bin Salam menetapkan kemutawatiran hadis
mengenai turunnya Qur'an dengan tujuh huruf.
3. PERBEDAAN
PENDAPAT TENTANG PENGERTIAN TUJUH HURUF
Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan tujuh huruf
ini dengan perbedaan yang bermacam-macam. hingga Ibn Hayyan mengatakan : 'Ahli
ilmu berbeda pendapat tentang arti kata tujuh huruf menjadi tiga puluh lima pendapat."
namun kebanyakan pendapat itu bertumpang tindih. Disini kami akan kemukakan
beberapa pendapat diantaranya yang dianggap paling mendekati kebenaran.
Pendapat Pertama : bahwa yang dimaksud dengan tujuh
huruf ialah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab mengenai satu makna;
Dengan
pengertian jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna, maka
Qur'an pun diturunkan dengan sejumlah lafal sesuai dengan ragam bahasa tersebut
tentang makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Qur'an
hanya mendatangkan satu lafaz atau lebih saja. Ini adalah pendapat sebagian
besar ulama.
Pendapat Kedua : bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf
ialah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab dengan nama Qur'an diturunkan,
dengan pengertian bahwa kata-kata dalam Qur'an secara keseluruhan tidak keluar
dari ketujuh macam bahasa tadi.
Yaitu
bahasa paling fasih diantara kalangan bangsa arab. Meskipun sebagian besarnya
dalam bahasa Quraisy. Sedang sebagian yang lain dalam bahasa Huzail, Saqif,
Hawazin , Kinanah, Tamim atau Yaman; karena itu maka secara keseluruhan Qur'an
mencakup ketujuh macam bahasa tersebut.
Catatan : Pendapat ini berbeda dengan pendapat sebelumnya,
karena yang dimaksud dengan tujuh huruf dalam pendapat ini adalah tujuh huruf
yang bertebaran diberbagai surah Qur'an. Bukan tujuh bahasa yang berbeda dalam
kata tetapi sama dalam makna.
Pendapat Ketiga : bahwa yang dimaksud dengan tujuh
huruf adalah tujuh wajah (bentuk/tema), yang
meliputi : amr (perintah), nahyu (larangan), wa'd (janji),
wa'id (ancaman), jadal (perdebatan), qasas (cerita), dan masal
(perumpamaan). Atau amr, nahyu, halal, haram ,muhkam, mutasyabih dan amsal.
Pendapat Keempat : Segolongan ulama berpendapat bahwa
yang dimaksud dengan tujuh huruf ialah : tujuh macam hal yang diantaranya
terjadi ihtilaf (perbedaan) dalam tata bahasa.
Tujuh
ikhtilaf dalam tata bahasa tersebut meliputi :
1) Ikhtilaful asma'(perbedaan kata benda): dalam
bentuk mufrad, muzakkar dan cabang-cabangnya, seperti tasniyah, jamak dan
ta'nis.
2) Perbedaan dalam
segi I'rab (harakat akhir kata),
3) Perbedaan dalam
tasrif,
4) Perbedaan dalam
taqdhim (mendahulukan) dan takhir (mengakhirkan) ,
5) Perbedaan dalam
segi ibdal (penggantian), baik penggantian huruf dengan huruf, maupun
penggantian pada sedikit perbedaan mahraj atau tempat keluar huruf.
6) Perbedaan karena
ada penambahan dan pengurangan. Ihtilaf dengan penambahan (ziyadah) misalnya
firman Allah: "Wa 'aaddalahum jannatin tajri tahtahal anhar" (at
Taubah:100) yang dibaca juga "Min tahtihal anhar" dengan tambahan
"Min" , keduanya merupakan qiraat yang mutawatir.
7) Perbedaan lahjah
seperti bacaan tafkhim (menebalkan) dan tarqiq (menipiskan), fatah dan imalah ,
idzhar dan idgham, hamzah dan tashil, isyman dll.
Pendapat Kelima : bahwa yang dimaksud bilangan tujuh
itu tidak diartikan secara harfiah (maksudnya bukan bilangan antara enam dan
delapan), tetapi bilangan tersebut hanya sebagai lambang kesempurnaan menurut
kebiasaan orang arab.
Dengan
demikian, maka kata tujuh adalah isyarat bahwa bahasa dan susunan Qur'an
merupakan batas dan sumber utama bagi perkataan semua orang arab yang telah
mencapai puncak kesempurnaan tertinggi. Sebab lafaz sab'ah (tujuh) dipergunakan
pula untuk menunjukkan jumlah banyak dan sempurna dalam bilangan satuan ,
seperti kata tujuh puluh' dalam bilangan bilangan puluhan, dan 'tujuh ratus'
dalam ratusan. Tetapi kata-kata itu tidak dimaksudkan untuk menunjukkan
bilangan tertentu.
Pendapat Keenam : Segolongan ulama berpendapat bahwa
yang dimaksud dengan tujuh huruf tersebut adalah qiraat tujuh.
Pendapat
ini dapat dijawab bahwa Qur'an itu bukanlah qiraat. Qur'an adalah wahyu yang
diturunkan kepada Muhammad sebagai bukti risalah dan mukjizat. Sedang qiraat
adalah perbedaan dalam cara mengucapkan lafal-lafal wahyu tersebut, seperti
meringankan (takhfif), memberatkan (tasqil) membaca panjang dan sebagainya.
Nampaknya
apa yang menyebabkan mereka terperosok kedalam kesalahan ini ialah adanya
kesamaan "bilangan tujuh" (dalam hadis ini dengan qiraat yang
populer), sehingga permasalahannya menjadi kabur bagi mereka;
Catatan :Setelah menganalisa beberapa
pendapat di atas Mannaul Qathan mengatakan : " Dengan demikian , jelaslah
bahwa pendapat pertama yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf
adalah tujuh bahasa dari bahasa orang arab mengenai satu makna yang sama adalah
pendapat yang sesuai dengan zahir nas-nas dan didukung oleh bukti-bukti yang
sahih. "
4. HIKMAH
TURUNNYA QUR'AN DENGAN TUJUH HURUF
Hikmah turunnya al-Quran dalam tujuh
huruf dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Untuk
memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, tidak bisa baca tulis, yang setiap
kabilahnya mempunyai dialek masing-masing, namun belum terbiasa menghafal
syari'at, apa lagi mentradisikannya.
2) Bukti
kemukjizatan Qur'an bagi naluri atau watak dasar kebahasan orang arab. Qur'an mempunyai banyak pola
susunan bunyi yang sebanding dengan segala macam cabang dialek bahasa yang
telah menjadi naluri bahasa orang-orang arab, sehingga setiap orang arab dapat
mengalunkan huruf-huruf dan kata-katanya sesuai dengan irama yang telah menjadi
watak dasar mereka dan lahjah kaumnya, dengan tetap keberadaan Qur'an sebagai
mukjizat yang ditantangkan Rasulullah kepada mereka. Dan mereka tidak mampu
menghadapi tantangan tersebut. Sekalipun demikian, kemukjizatan itu bukan
terhadap bahasa melainkan terhadap naluri kebahasaan mereka itu sendiri.
3) Kemukjizatan
Qur'an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya. Sebab perubahan-perubahan bentuk
lafaz pada sebagian huruf dan kata-kata memberikan peluang luas untuk dapat
disimpulkan dari padanya bebagai hukum. Hal inilah yang mentebabkan Qur'an
relevan untuk setiap masa. Oleh karena itu, para fuqaha dalam istinbat
(penyimpulan hukum) dan ijtihad berhujjah dengan qiraat bagi ketujuh huruf ini.
Qiraat & Qurro'
Kode Materi :
UQ/SS/11
Pokok-pokok Materi :
1. Pengertian
Qiroat
2. Sejarah
Perkembangan Ilmu Qiro'at
3. Ragam Qiro'at
dan Hukum-hukumnya
4. Profil Tujuh
Qurro' yang Masyhur
5.
Hikmah adanya Perbedaan dalam Qiroah Sab'ah
1. PENGERTIAN
QIRO'AT
Al-Qira'aat adalah jamak dari kata qiro'ah yang berasal dari
qara'a - yaqra'u - qirâ'atan. Menurut istilah qira'at ialah salah
satu aliran dalam pelafalan/pengucapan Al-Qur'an yang dipakai oleh salah
seorang imam qura' yang berbeda dengan lainnya dalam hal ucapan Al-Qur'anul
Karim. Qira'at ini berdasarkan sanad-sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW.
2. SEJARAH
PERKEMBANGAN ILMU QIRO'AT
Para sahabat mempelajari cara pengucapan Al-Quran langsung
dari Rasulullah SAW, bahkan beberapa dari 'secara resmi' direkomendasikan oleh
Rasulullah SAW sebagai rujukan sahabat lainnya dalam pengucapan Al-Quran.
·
Dari Abdullah bin Amr bin Ash, Rasulullah SAW bersabda
: " Ambillah (belajarlah) Al-Quran dari empat orang : Abdullah bin
Mas'ud, Salim, Muadz, dan Ubai bin Ka'b " (HR Bukhori)
·
Rasulullah SAW juga bersabda : " Barang siapa
yang ingin membaca Al-Quran benar-benar sebagaimana ia diturunkan, maka
hendaklah membacanya seperti bacaan Ibnu Ummi Abd (Abdullah bin Mas'ud)
Diantara sahabat yang populer dengan bacaannya adalah: Utsman
bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Ubay bin Ka'b, Zaid bin Tsabit, Abu Darda, Ibnu
Mas'ud, dan Abu Musa al-Asy'ary. Dari mereka inilah kebanyakan para sahabat dan
tabi'in di seluruh daerah belajar. Kemudian para tabi'in tersebut menyebar di
kota-kota besar pemerintahan Islam, diantaranya adalah :
a) Madinah : Ibnu Musayyib, Urwah, Salim, dan
Umar bin Abdul Aziz
b) Mekah : Ubaid bin Umair, Atho' bin Abi
Robah, Thowus, Mujahid, Ikrimah
c) Kufah : ilqimah, al-aswad, masruq,
ubaidah, dll
d) Bashroh : abu aliyah, abu roja', qotadah,
ibnu siirin
e) Syam : al-mughiroh, shohib utsman, dll
Kemudian pada masa tabi'in awal abad 1 Hijriyah, beberapa
kelompok mulai sungguh-sungguh menata tata baca dan pengucapan al-Quran hingga
menjadi ilmu tersendiri sebagaimana ilmu-ilmu syariah lainnya. Kemudian muncul
pula madrasah-madrasah qiro'ah yang mempelajai ilmu tersebut, yang akhirnya
memunculkan keberadaan para qurro', yang hingga hari ini qiroat qur'an banyak
disandarkan kepada mereka, khususnya imam qurro yang tujuh.
3. RAGAM
QIRO'AT & HUKUM-HUKUMNYA
Sebenarnya Imam atau
guru Qiraat itu jumlahnya banyak hanya sekarang yang populer adalah tujuh orang. Qira'at
tujuh orang imam ini adalah qira'at yang shahih
dan memenuhi syarat-syarat disebut qiroaat yang shoih. Syarat tersebut antara
lain :
1)
Muwafawoh bil
Arobiyah ( sesuai dengan bahasa arab)
2)
Muwafaqoh bi ahad
rosm utsmani ( sesuai dengan salah satu penulisan mushaf
Utsmani)
3)
Shihhatus Sanad ( bersandarkan dari sanad
atau riwayat yang shohih / kuat)
Dengan ketentuan-ketentuan di atas, kemudian
para ulama membagi qiro'at menjadi beberapa jenis dilihat dari layak tidaknya
untuk diikuti :
1) Mutawatir ; yaitu qiraat yang dinukil oleh sejumlah besar
periwayat yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta , dari sejumlah orang
yang seperti itu dan sanadnya bersambung hingga penghabisannya, yakni Rasulullah
Saw. Juga sesuai dengan kaidah bahasa arab dan rasam Ustmani
2) Masyhur, yaitu qiraat yang sahih sanadnya
tetapi tidak mencapai derajat mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa arab dan
rasam Ustmani serta terkenal pula dikalangan para ahli qiraat sehingga tidak
dikategorikan qiraat yang salah atau syaz. qiraat macam ini dapat digunakan.
3) Ahad, yaitu qiraat yang sahih sanadnya tetapi menyalahi
rasam Ustmani, menyalahi kaidah bahasa Arab, atau tidak terkenal. Qiraat macam
ini tidak dapat diamalkan bacaanya.
4) Syaz, yaitu qiraat yang tidak sahih sanadnya.
5) Ma'udu, yaitu qiraat yang tidak ada asalnya.
6) Mudraj, yaitu yang ditambahkan ke dalam qiraat sebagai
penafsiran (penafsiran yang disisipkan ke dalam ayat Quran)
Keempat macam terakhir ini tidak boleh diamalkan bacaannya.
4. QARI TUJUH
YANG MASYHUR
Para Qari
yang hafal Al-Qur'an dan terkenal dengan hafalan serta ketelitiannya, dan
menyampaikan qira'at kepada kita sesuai dengan yang mereka terima dari sahabat
Rasulullah SAW. Qira'at yang mutawatir semuanya kita kutip dari para qari yang
hafal Al-Qur'an dan terkenal dengan hafalan serta ketelitiannya.
Mereka ialah
imam-imam qira'at yang masyhur yang meyampaikan qira'at kepada kita sesuai
dengan yang mereka terima dari sahabat Rasulullah SAW. Mereka memiliki
keutamaan ilmu dan pengajaran tentang kitabullah Al-Qur'an sebagaimana sabda
Rasulullah SAW: "Sebaik-baiknya orang diantara kalian adalah orang yang
mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya".
Berikut sekilas tentang profil mereka :
1) Ibnu 'Amir
(118 H)
Nama
lengkapnya adalah Abdullah al-Yahshshuby seorang qadhi di Damaskus pada masa
pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik. Pannggilannya adalah Abu Imran. Dia adalah
seorang tabi'in, belajar qira'at dari Al-Mughirah ibnu Abi Syihab al-Mahzumy
dari Utsman bin Affan dari Rasulullah SAW. Beliau Wafat di Damaskus pada tahun
118 H. Orang yang menjadi murid, dalam
2) Ibnu
Katsir (120 H)
Nama
lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah Ibnu Katsir ad-Dary al-Makky, ia adalah
imam dalam hal qira'at di Makkah,
ia adalah seorang tabi'in yang
pernah hidup bersama shahabat Abdullah ibnu Jubair. Abu Ayyub al-Anshari dan
Anas ibnu Malik, dia wafat di Makkah pada tahun 120 H. Perawinya dan penerusnya
adalah al-Bazy wafat pada tahun 250 H. dan Qunbul wafat pada tahun 291 H.
3) 'Ashim
al-Kufy (128 H)
Nama
lengkapnya adalah 'Ashim ibnu Abi an-Nujud al-Asady. Disebut juga dengan Ibnu
Bahdalah. Panggilannya adalah Abu
Bakar, ia adalah
seorang tabi'in yang wafat pada sekitar tahun 127-128 H di Kufah. Kedua
Perawinya adalah; Syu'bah wafat pada tahun 193 H dan Hafsah wafat pada tahun
180 H.
4) Abu Amr (154 H)
Nama
lengkapnya adalah Abu 'Amr Zabban ibnul 'Ala'
ibnu Ammar al-Bashry, sorang guru besar pada rawi. Disebut juga sebagai namanya
dengan Yahya, menurut sebagian orang nama Abu Amr itu nama panggilannya. Beliau
wafat di Kufah pada tahun 154 H. Kedua perawinya adalah ad-Dury wafat pada
tahun 246 H. dan as-Susy wafat pada tahun 261 H.
.
5) Hamzah
al-Kufy (156 H)
Nama
lengkapnya adalah Hamzah Ibnu Habib Ibnu 'Imarah az-Zayyat al-Fardhi ath-Thaimy
seorang bekas hamba 'Ikrimah ibnu Rabi' at-Taimy, dipanggil dengan Ibnu 'Imarh,
wafat di Hawan pada masa Khalifah Abu Ja'far al-Manshur tahun 156 H. Kedua
perawinya adalah Khalaf wafat tahun 229 H. Dan Khallad wafat tahun 220 H.
dengan perantara Salim.
6) Imam Nafi.
(169 H)
Nama
lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi' ibnu Abdurrahman ibnu Abi Na'im al-Laitsy,
asalnya dari Isfahan.
Dengan kemangkatan Nafi' berakhirlah kepemimpinan para qari di Madinah
al-Munawwarah. Beliau wafat pada tahun 169 H. Perawinya adalah Qalun wafat pada
tahun 12 H, dan Warasy wafat pada tahun 197 H.
7) Al-Kisaiy (189
H)
Nama
lengkapnya adalah Ali Ibnu Hamzah, seorang imam nahwu golongan Kufah. Dipanggil
dengan nama Abul Hasan, menurut sebagiam orang disebut dengan nama Kisaiy
karena memakai kisa pada waktu ihram. Beliau wafat di Ranbawiyyah yaitu sebuah
desa di Negeri Roy ketika ia dalam perjalanan ke Khurasan bersama ar-Rasyid
pada tahun 189 H. Perawinya adalah Abul Harits wafat pada tahun 424 H, dan
ad-Dury wafat tahun 246 H.
Syathiby mengatakan: "Adapun Ali panggilannya Kisaiy,
karena kisa pakaian ihramnya, Laits Abul Haris perawinya, Hafsah ad-Dury hilang
tuturnya.
5. HIKMAH
PERBEDAAN DALAM QIROAH SAB'AH
Dalam perbedaan di antara qiroah-qiroah yang shahih, kita
dapatkan hikmah sebagai berikut :
1) Bukti yang jelas
tentang keterjagaan Al-Quran dari perubahan dan penyimpangan, meskipun
mempunyai banyak qiroat tetapi tetap terpelihara.
2) Keringanan bagi
umat serta kemudahan dalam membacanya.
3) Membuktikan
kemukjizatan Al-Quran, karena dalam qiroat yang berbeda ternyata bisa
memunculkan istinbat jenis hukum yang berbeda pula.
Contoh dalam masalah ini adalah
lafadhz : " wa arjulakum" dalam Al-Maidah ayat 6, yang juga bisa
dibaca dalam qiroah lain dengan "wa arjulikum ". Maka yang pertama
menunjukkan hukum mencuci kedua kaki dalam wudhu. Sementara yang kedua
menunjukkan hukum mengusap ( al-mash) kedua kaki dalam khuf atau sejenis sepatu.
4) Qiroat yang satu
bisa ikut menjelaskan / menafsirkan qiroat lain yang masih belum jelas
maknanya.
Contoh masalah ini : dalam surat Jumat ayat 9, lafal
" Fas'au ", asli katanya berarti berjalanlah dengan cepat,
tetapi ini kemudian diterangkan dengan qiroat lain : " famdhou"
yang berarti pergilah , bukan larilah.
TAJWID &
TILAWAH
Kode Materi : UQ/SS/12
Pokok-pokok Materi :
1. Pengantar
Singkat Ilmu Tajwid
2. Kesalahan-kesalahan
pada Praktek Tajwid
3. Keutamaan
Tilawah
4.
Adab Tilawah
1. PENGANTAR
SINGKAT ILMU TAJWID
Dalam pengantar singkat ilmu tajwid ini, akan kita bahas
beberapa hal antara lain : Pengertian Tajwid, Keutamaan Tajwid, Hukum Tajwid
serta Objek Pembahasan Ilmu Tajwid.
a. Pengertian
Tajwid & Ilmu Tajwid
Tajwid
secara bahasa artinya at-tahsiin wal ijaadah : baik dan membaguskan.
Secara Istilah Tajwid berarti :
التجويد هو إعطاء الحروف
حقوقها و ترتيبها , و رد الحرف إلى مخرجه و أصله, و تلطيف النطق به على كمال هيئة
من غير إسراف ولا تعسف ولا إفراط ولا تكلف.
Tajwid adalah : Memberikan setiap
huruf hak-haknya dan susunannya, mengembalikan huruf pada makhrojnya dan
asalnya, menghaluskan pelafalan pada kondisi yang sempurna, tanpa berlebihan
dan pembebanan.
Sedangkan ilmu tajwid diartikan
sebagai : ilmu yang menjelaskan hukum-hukum dan kaidah-kaidah yang harus dijaga
pada saat membaca Al-Quran, sesuai dengan apa yang dipraktekkan kaum muslimin,
dari generasi ke generasi , dari Rasulullah SAW.
b. Keutamaan Tajwid
Allah
SWt berfirman :
"الله نزل أحسن الحديث كتاباً متشابهاً مثاني تقشعر منه
جُلودُ الذين يخشون ربهم، ثم تلين جُلودهم وقُلوبهم إلى ذكر الله" (الزمر ـ
23).
Artinya : Allah Telah menurunkan
perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya)
lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada
Tuhannya, Kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat
Allah. (QS Az-Zumar 23)
Pada ayat di atas diisyaratkan
bahwasanya Al-Quran idealnya dibaca dengan benar, baik agar bisa mempengaruhi
hati mereka yang mendengarnya. Sebaliknya, jika al-quran dibaca dengan
seenaknya, maka tidak akan berpengaruh apapun bagi hati yang mendengarnya.
Rasulullah SAW bersabda : " seorang
yang pandai membaca Al-Quran akan bersama malaikat yang mulia, sedangkan yang
membaca Quran dengan terbata-terbata dan kesusahan, maka baginya ada dua pahala
" (HR Bukhori & Muslim)
c. Hukum
Mempelajari Ilmu Tajwid
Para ulama Tajwid bersepakat bahwa setiap
muslim dituntut untuk mempelajari hukum-hukum tilawah, dan memperhatikannnya
ketika sedang membaca al-quran. Sedangkan lalai dalam masalah ini – tanpa udzur
syar'I yang bisa diterima- adalah berdosa.
d. Objek Pembahasan
Ilmu Tajwid
Objek pembahasan dalam Ilmu Tajwid, secara garis besar
meliputi :
·
Hukum-hukum berkaitan dengan Nun ( Ahkamu an-Nuun)
·
Hukum-hukum berkaitan dengan Hamzah ( ahkaamu
alhamzah)
·
Tata Cara Berhenti ( Kaifiyah Al-Waqf )
·
Makhorijul Huruf ( Tempat Keluar Huruf)
·
Sifat-sifat Huruf
·
Ahkamul Mad ( Panjang Pendek Harokah)
2. KESALAHAN-KESALAHAN
DALAM PRAKTEK TAJWID
Kesalahan dalam praktek tajwid , secara umum bisa dibagi
menjadi dua bagian besar :
a. Kesalahan Al-Lahn
( Kekurangan dalam pelafalan /tanpa tajwid)
Kesalahan al-lahn dibagi menjadi dua
bagian ;
·
yang pertama adalah kesalahan Al-Jaliyy (yang
Jelas) yaitu kesalahan pelafalan / tajwid yang diketahui oleh banyak orang awam
secara umum. Misalnya adalah : salah dalam harokat ( I'rob), atau salah dalam
tashrif.
·
Yang kedua adalah kesalahan Al-Khofiyy
(tersembunyi), yang tidak diketahui kecuali oleh mereka yang bergelut lama di
ilmu tajwid atau pakar di bidang Qiro'at. Seperti dalam masalah makhorijul
huruf dan sifat-sifatnya.
b. Berlebihan dalam
Tajwid ( Mubalaghoh wa Ifrooth)
Berlebihan dalam pengucapan dan
pelafalan Al-Quran juga sama bahayanya dengan meninggalkan tajwid. Berikut
contoh-contoh kesalahan yang berhubungan dengan berlebihan dalam pengucapan
al-Quran :
·
At-Tar'iid :
pembacaan al-quran dengan bergetar secara berlebihan, bagaikan orang yang
menggigil kedinginan atau menahan sakit.
·
At-Tarqish :
berhenti dan diam pada tempat berhenti, untuk kemudian melanjutkan harokah
dengan cepat seperti lari dari musuh atau terkejut.
·
At-Tathriib : pembacaan seperti musik, khususnya
memanjangkan secara berlebihan pada huruf mad
·
At-Tahziin : membaca al-Quran dengan nada sedih yang
berlebihan dan hampir-hampir menangis berlebihan
·
At-Tardiid : pengulangan ayat terakhir yang dibaca
seorang qori' oleh sekumpulan orang yang mendengarkannya.
3. KEUTAMAAN
TILAWAH
Tilawah Al-Quran adalah ibadah sunnah yang mempunyai banyak
keutamaan, diantaranya yang digambarkan dalam hadits sebagai :
a) Dari Ibnu Umar,
Rasulullah bersabda : " Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang, yaitu
seorang yang diberikan Allah harta lalu ia menginfakkannya siang dan malam, dan
seorang yang diberikan Allah al-quran, lalu ia membacanya siang dan malam
" (HR Bukhori dan Muslim)
b) Dari Ibnu Mas'ud
, Rasulullah SAW bersabda : " Barang siapa yang membaca satu huruf dai
kitabullah maka baginya satu kebaikan, dan setiap satu kebaikan dilipatgandakan
menjadi sepuluh kali lipatnya " (HR Tirmidzi)
c) Dari Abu Umamah,
Rasulullah SAW bersabda : " Bacalah Al-Quran , karena ia akan datang
pada hari kiamat memberi syafaat bagi pembacanya " (HR Muslim)
4. ADAB TILAWAH
Dianjurkan bagi orang yang membaca
Quran memperhatikan hal‐hal berikut :
a) Hendaknya
membaca Quran dalam keadaan berwudlu,
karena ia termasuk dzikir yang paling utama, meskipun boleh membacanya bagi
orang yang berhadast.
b) Membacanya hanya
di tempat yang bersih dan suci, untuk menjaga keagungan Al-Quran.
c) Membacanya
dengan khusyuk, tenang dan bersahaja.
d) Bersiwak
(membersihkan mulut) sebelum mulai membaca.
e) Membaca
taáwwuz (audzu billahi
minasysyaitanir rajim) pada permulaannya, berdasarkan firman Allah SWT :
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآَنَ
فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ (98)
" dan jika engkau membaca
Al-Quran maka berlindunglah kepada Allah dari syaitan yang terkutuk " (QS An-Nahl 98)
f) Membaca basmalah
pada permulaan setiap surah, kecuali surah Al‐Baraáh.
g) Membacanya
dengan tartil yaitu dengan pelan dan terang serta memberikan setiap
huruf haknya (betul makhrajul hurf dan tajwidnya), seperti panjangnya,
idgamnya, dsb. Allah SWT berfirman :
وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ
تَرْتِيلًا (4)
" Dan bacalah Al-Quran secara
tartil " (QS
Muzammil 4)
Karena
itulah dalam beberapa haditsnya, Rasulullah membatasi keinginan sahabat yang
ingin mengkhatamkan Al-Quran dengan cepat. Dari Ibnu Umar, ia bertanya pada
Rasulullah SAW : Ya Rasulullah, berapa lama aku seharusnya mengkhatamkan
Al-Quran ? .Rasulullah menjawab : dalam satu bulan. Ia berkata : aku kuat
kurang dari itu, maka terus saja Abu Musa minta lebih kurang dari itu, hingga
Rasulullah SAW menjawab : bacalah dalam tujuh hari. Ia menjawab : aku kuat
kurang dari itu . Maka Rasulullah SAW bersabda : " Tidak akan paham
(Al-Quran), orang yang mengkhatamkan Al-Quran kurang dari tiga hari " ( HR
Abu Daud)
h) Memikirkan dan
mentadabburi ayat‐ayat yang dibacanya. Sesuai perintah Allah dalam firmannya :
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ
الْقُرْآَنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (24)
"Apakah mereka tidak
mentadabburi al-Quran ataukah pada hati mereka ada gembok-gemboknya ? " (QS
Muhammad 24)
i)
Meresapi makna dan maksud ayat‐ayat Quran yang berhubungan dengan janji dan ancaman.
j)
Membaguskan suara karena itu akan lebih berasa di hati
. Rasulullah SAW bersabda : Hiasilah Al-Quran dengan suaramu (HR Ibnu
Hibban )
k) Mengeraskan
bacaan jika dianggap lebih baik dan tidak menimbulkan riya.
-----ooo0000ooo--------
Alhamdulillah, atas rahmat dan
kemudahan dari Allah SWT
Selesai pembahasan ulumul qur'an (I)
untuk semester satu
semoga bermanfaat
Daftar Referensi
1. Terjemah Kitab
" Mabahits fi Uluumil Qur'an " karya Manna'ul Qatthan
2. Bagaimana
berinteraksi dengan Al-Quran karya Dr. Yusuf Qaradhawi
3. Kitab " At-Tibyan
fii Uluumil Qur'an " oleh Muhammad Ali As-Shobuni
4. Kitab " Al-
Adhwa ala ulumil quran " oleh Dr. Abdul Aziz Saqor
5. Kitab "
Manahilul Irfan " oleh Syaikh Az-Zarqooni
6. Kitab " Jam'u
Al-Jadawil " oleh Syeikh Jasim Al-Muhalhil
7. Makalah : "
Tadwin Al-Qur'an, asy-syubuhaat wa ar-rodd alaihi ", Hatta Syamsuddin
8. Situs-situs
Islam dalam negri dan timur tengah.
Komentar
Posting Komentar