KODE ETIK PROFESI HAKIM




MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10/PMK/2006TENTANG
MAJELIS KEHORMATAN MAHKAMAH KONSTITUSI
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
,Menimbang :
a.       bahwa dalam rangka mewujudkan hakim konstitusi yang professional dan bermartabat, telah ditetapkan Kode Etik dan Perilaku HakimKonstitusi Republik Indonesia yang disempurnakan pada tanggal 29November 2006 dan ditetapkan dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 bertanggal 1Desember 2006;
b.      bahwa untuk menegakkan kode etik dan perilaku hakim tersebut,perlu diatur mengenai Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi;
c.       bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada huruf a dan b di atas,perlu ditetapkan Peraturan Mahkamah Konstitusi tentang MajelisKehormatan Mahkamah Konstitusi.
Mengingat :
1.      Pasal 24C ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945;
2.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik IndonesiaNomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa yangdinyatakan tetap berlaku oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang PeninjauanTerhadap Materi Dan Status Hukum Ketetapan MPRS Dan KetetapanMPR RI Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002;
3.      Pasal 15, Pasal 23 Ayat (3) dan Ayat (5), serta Pasal 86 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentangMahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4316);
4.      Pasal 2 Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor09/PMK/2006 bertanggal 1 Desember 2006 tentang Pemberlakuan Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi yang telah disempurnakan;

 
Memperhatikan : Hasil Rapat Pleno Mahkamah Konstitusi pada tanggal 29 November2006
Memutuskan
Menetapkan :
PERATURAN  MAHKAMAH  KONSTITUSI  R EPUBLIK  INDONESIA
TENTANG
MAJELIS KEHORMATAN MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I
KETENTUAN
1
Dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi ini, yang dimaksud dengan:
1.      Mahkamah adalah Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sebagaimana dimaksuddalam Pasal 24 dan 24C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang MahkamahKonstitusi;
2.      Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, yang selanjutnya disebut Majelis Kehormatan,adalah majelis kehormatan Hakim Konstitusi sebagai alat kelengkapan MahkamahKonstitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (5) Undang-Undang RepublikIndonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;
3.      Kode Etik adalah Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud dalamPeraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 bertanggal 1Desember 2006 tentang Pemberlakuan Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi yang telahdisempurnakan;
4.      Panel Etik adalah alat kelengkapan Mahkamah yang bertugas memeriksa laporan yangditerima dan/atau informasi yang diperoleh oleh Mahkamah mengenai adanya dugaanpelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi;
5.      Hakim terlapor adalah Hakim Konstitusi yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etikdan Perilaku Hakim Konstitusi berdasarkan laporan dan/atau informasi yang diterimaMahkamah;
6.      Laporan Masyarakat adalah pengaduan dan/atau pemberitahuan yang disampaikan olehmasyarakat kepada Mahkamah Konstitusi mengenai adanya dugaan pelanggaran KodeEtik dan Perilaku Hakim Konstitusi;
7.      Informasi adalah keterangan yang berisi petunjuk mengenai adanya pelanggaran Kode Etikdan Perilaku Hakim Konstitusi yang diperoleh dari pemberitaan media massa yang telahberkembang dan menjadi sorotan masyarakat;
8.      Rapat Pleno adalah rapat pleno Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mengambil keputusansebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003tentang Mahkamah Konstitusi;
9.      Keputusan Panel Etik adalah ketetapan rapat Panel Etik berupa rekomendasi berdasarkankesimpulan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang harus diambil oleh Mahkamah;
10.  Keputusan Majelis Kehormatan adalah ketetapan rapat Majelis Kehormatan yang berupapenjatuhan sanksi, atau pemulihan nama baik Hakim Konstitusi terlapor.

BAB II
KEDUDUKAN DAN SUSUNAN MAJELIS KEHORMATAN
Pasal 2
(1)   Majelis Kehormatan bersifat ad hoc, dibentuk oleh Mahkamah guna menegakkan Kode Etikdan Perilaku Hakim Konstitusi;
(2)   Mahkamah membentuk Panel Etik untuk memeriksa laporan dan/atau informasipelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, serta memberikan rekomendasiberdasarkan kesimpulan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut yang harus diambil olehMahkamah.

Pasal 3
Panel Etik terdiri atas tiga orang anggota berasal dari Hakim Konstitusi dan salah seorang diantaranya adalah ketua merangkap anggota Panel dan seorang lainnya adalah sekretarismerangkap anggota;

Pasal 4
(1)     Majelis Kehormatan beranggotakan lima orang, yang terdiri atas dua orang berasal dariHakim Panel Etik sebagaimana tersebut dalam Pasal 3, ditambah tiga orang, masing-masing seorang guru besar senior dalam ilmu hukum, seorang mantan Hakim Agung ataumantan Hakim Konstitusi, serta seorang mantan pimpinan lembaga tinggi negara;
(2)     Tiga orang anggota Majelis Kehormatan lainnya sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)dipilih oleh Rapat Pleno Mahkamah dengan memperhatikan masukan dari masyarakat;
(3)     Ketua dan Sekretaris Majelis Kehormatan adalah Ketua dan Sekretaris Panel Etik.

KODE ETIK PROFESI HAKIM
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian
1        Kode Etik Profesi Hakim ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap Hakim Indonesia dalam melaksanakan tugas profesi scbagai Hakim.
2        Pedoman Tingkah laku (Code of Conduct) Hakim ialah penjabaran dari kode etik profesi Hakim yang menjadi pedoman bagi Hakim Indonesia, baik dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus dapat memberikan contoh dan suri tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum.
3        Komisi Kehormatan profesi Hakim ialah komisi yang dibentuk oleh Pengurus Pusat IKAHI dan Pengurus Daerah IKAHI untuk memantau, memeriksa, membina, dan merekomendasikan tingkah laku hakim yang melanggar atau diduga melanggar Kode Etik Profesi.
4        Azas Peradilan yang baik ialah prinsip-prmsip dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Hakim dalam melaksanakan tugasnya untuk mewujudkan peradilan yang mandiri sesuai dengan aturan dasar berdasarkan ketentuan yang ada.

Pasal 2
Maksud dan Tujuan
Kode Etik Profesi Hakim mempunyai maksud dan tujuan :
1.      Sebagai alat :
a.       Pembinaan dan pembentukan karakter Hakim
b.      Pengawasan tingkah laku Hakim
2.      2. Sebagai sarana :
a.       Kontrol sosial
b.      Pencegah campur tangan ekstra judicial
c.       Pencegah timbulnya kesalah pahaman dan konflik antar sesama anggota dan antara anggota dengan masyarakat.
3.      Memberikan jaminan peningkatan moralitas Hakim dan kemandirian fungsional bagi Hakim.
4.      Menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan.

BAB II
PEDOMAN TINGKAH LAKU
Pasal 3
Sifat-sifat Hakim
Sifat Hakim tercermin dalam lambang Hakim yang dikenal dengan “Panca Dharma Hakim” :
1.      Kartika, yaitu memiliki sifat percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2.      Cakra, yaitu sifat mampu memusnahkan segala kebathilan, kezaliman dan ketidakadilan.
3.      Candra,. yaitu memiliki sifat bijaksana dan berwibawa.
4.      Sari, yaitu berbudi luhur dan berkelakuan tidak tercela.
5.      Tirta, yaitu sifat jujur.

Pasal 4
Sikap Hakim
Setiap Hakim Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku yang harus dipedomaninya:
A. Dalam persidangan :
1.      Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam Hukum Acara yang berlaku, dengan memperhatikan azas-azas peradilan yang baik, yaitu :
a.       Menjunjung tinggi hak seseorang untuk mendapat putusan (right to a decision) dimana setiap orang berhak untuk inengajukan perkara dan dilarang menolak untuk mengadilinya kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang serta putusan harus dijatuhkan dalam waktu yang pantas dan tidak terlalu lama.
b.      Semua pihak yang berperkara berhak atas kesempatan dan perlakuan yang sama untuk didengar, diberikan kesempatan untuk membela diri, mengajuan bukti -bukti serta memperoleh informasi dalam proses pemeriksaan (a fair hearing).
c.       Putusan dijatuhkan secara obyektif tanpa dicemari oleh kepentingan pribadi atau pihak lain (no bias) dengan menjunjung tinggi prinsip (nemo judex in resud).
d.      Putusan harus memuat alasan-alasan hukum yang jelas dan dapat dimengerti serta bersifat konsisten dengan penalaran hukum yang sistematis (reasones and argumentations of decision), dimana argumentasi tersebut harus diawasi (controleerbaarheid) dan diikuti serta dapat dipertanggung-jawabkan (account ability) guna menjamin sifat keterbukaan (trans parancy) dan kepastian hukum (legal certainity) dalam proses peradilan.
e.       Menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia.
2.      Tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak atau bersimpati ataupun antipati kepada pihak-pihak yang berperkara, baik dalam ucapan maupun tingkah laku.
3.      Harus bersifat sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan.
4.      Harus menjaga kewibawaan dan kehidmatan persidangan antara lain serius dalam memeriksa, tidak melecehkan pihak-pihak baik dengan kata-kata maupun perbuatan.
5.      Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan.

B. Terhadap Sesama Rekan
1.      Memelihara dan memupuk hubungan kerjasama yang baik antara sesama rekan.
2.      Memiliki rasa setia kawan, tanggang rasa. dan saling menghargai antara sesama rekan.
3.      Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap Korps Hakim secara wajar.
4.      Menjaga nama baik dan martabat rekan, baik di dalam maupun di luar kedinasan.

C. Terhadap Bawahan/pegawai
1.      Harus mempunyai sifat kepemimpinan.
2.      Membimbing bawahan/pegawai untuk mempertinggi pengetahuan.
3.      Harus mempunyai sikap sebagai seorang Bapak/lbu yang baik.
4.      Memelihara sikap kekeluargaan terhadap bawahan/ pegawai.
5.      Memberi contoh kedisiplinan.

D. Terhadap Masyarakat
1.      Menghormati dan menghargai orang lain.
2.      Tidak sombong dan tidak mau menang sendiri.
3.      Hidup sederhana.

E. Terhadap Keluarga/Rumah Tangga
1.      Menjaga keluarga dari perbuatan-perbuatan tercela, menurut norma-norma hukum kesusilaan.
2.      Menjaga ketentraman dan keutuhan keluarga.
3.      Menyesuaikan kehidupan rumah tangga dengan keadaan dan pandangan masyarakat.

Pasal 5
Kewajiban dan larangan
Kewajiban :
a.       Mendengar dan memperlakukan kedua belah pihak berperkara secara berimbang dengan tidak memihak (impartial).
b.      Sopan dalam bertutur dan bertindak.
c.       Memeriksa perkara dengan arif, cermat dan sabar.
d.      Memutus perkara, berdasarkan atas hukum dan rasa keadilan.
e.       Menjaga martabat, kedudukan dan kehormatan Hakim.

Larangan :
a.       Melakukan kolusi dengan siapapun yang berkaitan dengan perkara yang akan dan sedang ditangani.
b.      Menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak-pihak yang berperkara.
c.       Membicarakan suatu perkara yang ditanganinya diluar acara persidangan.
d.      Mengeluarkan pendapat atas suatu kasus yang ditanganinya baik dalam persidangan maupun diluar persidangan mendahului putusan.
e.       Melecehkan sesama Hakim, Jaksa, Penasehat Hukum, Para pihak Berperkara, ataupun pihak lain.
f.       Memberikan komentar terbuka atas putusan Hakim lain, kecuali dilakukan dalam rangka pengkajian ilmiah.
g.      Menjadi anggota atau salah satu Partai Politik dan pekerjaan/jabatan yang dilarang Undang-undang.
h.      Mempergunakan nama jabatan korps untuk kepentingan pribadi ataupun kelompoknya.

BAB III
KOMISI KEHORMATAN PROFESI HAKIM
Pasal 6
1.      Susunan dan Organisasi Komisi Kehormatan Profesi Hakim terdiri dari :
a.       Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat.
b.      Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah.
2.      Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat terdiri dari 5(lima) orang dengan susunan :
a.       Ketua : salah seorang Ketua Pengurus Pusat IKAHI merangkap anggota.
b.      Anggota : Dua orang anggota IKAHI dari Hakim Agung.
c.       Anggota : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI yang bersangkutan.
d.      Sekretaris : Sekretaris Pengurus Pusat IKAHI merangkap Anggota.
3.      Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah terdiri dari 5 (lima) orang dengan susunan :
a.       Ketua : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI merangkap anggota.
b.      Anggota : Seorang anggota IKAHI Daerah dari Hakim Tinggi.
c.       Anggota : Ketua Pengurus Cabang IKAHI yang ber sangkutan.
d.      Anggota : Seorang Hakim yang ditunjuk Pengurus Cabang IKAHI yang bersangkutan.
e.       Sekretaris : Sekretaris Pengurus Daerah IKAHI merang kap Anggota.
4.      Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat diangkat dan diberhentikan oleh PP IKAHI.
5.      Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah diangkat dan diberhentikan oleh PD IKAHI.

Pasal 7
1.      Komisi kehormatan Hakim Tingkat Daerah berwenang memeriksa dan mengambil tindakan-tindakan lain yang menjadi kewenangan terhadap anggota di daerah/wilayahnya.
2.      Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat berwenang memeriksa dan mengambil tindakan-tindakan lain yang menjadi kewenangannya terhadap persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh Daerah atau yang menurut Pengurus Pusat IKAHI harus ditangani oleh Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat.

Pasal 8
Tugas dan Wewenang
1.      Komisi Kehormatan Profesi Hakim mempunyai tugas :
a.       Memberikan pembinaan pada anggota untuk selalu menjunjung tinggi Kode Etik.
b.      Meneliti dan memeriksa laporan/pengaduan dari masyarakat atas tingkah laku dari para anggota IKAHI.
c.       Memberikan nasehat dan peringatan kepada anggota dalam hal anggota yang bersangkutan menunjukkan tanda-tanda pelanggaran Kode Etik.
2.      Komisi Kehormatan Profesi Hakim berwenang :
a.       Memanggil anggota untuk didengar keterangannya sehubungan dengan adanya pengaduan dan laporan.
b.      Memberikan rekomendasi atas hasil pemeriksaan terhadap anggota yang melanggar Kode Etik dan merekomendasikan untuk merehabilitasi anggota yang tidak terbukti bersalah.

Pasal 9
Sanksi
Sanksi yang dapat direkomendasikan Komisi Kehormatan Profesi Hakim kepada PP IKAHI adalah :
1.      Teguran.
2.      Skorsing dari keanggotaan IKAHI.
3.      Pemberhentian sebagai anggota IKAHI.      

Pasal 10
Pemeriksaan
1.      Pemeriksaan terhadap anggota yang dituduh melanggar Kode Etik dilakukan secara tertutup.
2.      Pemeriksaan harus memberikan kesempatan seluas-Iuasnya kepada anggota yang diperiksa untuk melakukan pembelaan diri.
3.      Pembelaan dapat dilakukan sendiri atau didampingi oleh seorang atau lebih dari anggota yang ditunjuk oleh yang bersangkutan atau yang ditunjuk organisasi.
4.      Hasil Pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh semua anggota Komisi Kehormatan Profesi Hakim dan yang diperiksa.

Pasal 11
Keputusan
Keputusan diambil sesuai dengan tala cara pengambilan putusan dalam Majelis Hakim.

BAB IV
PENUTUP
Pasal 12
Kode Etik ini mulai berlaku sejak disahkan oleh Musyawarah Nasional (MUNAS) IKAHI ke XIII dan merupakan satu-satunya Kode Etik Profesi Hakim yang berlaku bagi para Hakim Indonesia.
VIVAnews - Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Peradilan melaporkan lima Hakim Agung ke Komisi Yudisial. 5 Hakim Agung itu dilaporkan karena telah menghapus 8 kode etik hakim dalam SKB Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Lima Hakim Kelima hakim tersebut yakni Paulus Effendie Lotulung, Ahmad Sukardja, Rehgena Purba, Takdir Rahmadi, dan Supandi. "Kami melaporkan ini ke KY atas dasar keluarnya putusan SKB Nomor 36 Tahun 2012, terkait pembatalan pemberlakuan kode etik hakim," kata aktivis Masyarakat Transparansi Indonsia (MTI), Jamil Mubarok di Gedung KY, Jakarta, Rabu 15 Februari 2012.
Menurutnya, kelima hakim agung tersebut telah melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim sebagaimana diatur dalam poin 5.1.2 yang berbunyi 'Hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila memiliki konflik kepentingan, baik karena hubungan pribadi dan kekeluargaan, atau hubungan lain yang beralasan patut diduga mengandung konflik kepentingan'. Hubungan yang dimaksud pada poin tersebut, kata Jamil, dapat ditafsirkan sebagai hubungan antara hakim agung sebagai pihak yang memeriksa materi SKB, dengan kode etik dan pedoman perilaku hakim yang mengatur tentang perilakunya sendiri sebagai hakim. "Para hakim agung ini memiliki keterkaitan dengan Kode Etik dan Perilaku Hakim sehingga patut diduga mengandung konflik kepentingan," ungkapnya.

Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Peradilan merupakan gabungan dari MTI, ICW, dan Transparansi Internasional Indonesia (TII). Seperti diketahui, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan dari sejumlah advokat yang menggugat kode etik hakim. Mahkamah Agung pun memutuskan untuk menghapus 8 kode etik hakim. Mahkamah Agung menyatakan butir 8.1, 8.2, 8.3, 8.4 serta butir 10.1, 10.2, 10.3, dan 10.4 Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY 8 April 2009 Tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim tidak sah dan tidak berlaku untuk umum. Dalam putusan itu juga memerintahkan agar Ketua MA dan Ketua KY segera mencabut 8 kode etik hakim itu. Kode etik hakim ini digunakan Komisi Yudisial dalam menilai perilaku kode etik hakim yang menangani perkara pembunuhan berencana dengan terpidana Antasari Azhar. Mengenai laporan ini, pihak Mahkamah Agung belum berkomentar. Juru Bicara MA, Hatta Ali, tidak membalas SMS ataupun mengangkat telepon selularnya.

 
(1) Pemeriksaan dilakukan untuk memperoleh kejelasan mengenai materi dugaan danketerkaitannya dengan bukti yang diajukan.(2) Dalam pemeriksaan tersebut hakim terlapor diberikan kesempatan untuk memberikanketerangan yang berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran dan menanggapi bukti-bukti yang diajukan.
Bagian KetigaPemeriksaan Majelis KehormatanPasal 18
(1) Pemeriksaan Majelis Kehormatan dilakukan untuk menindaklanjuti rekomendasi hasilpemeriksaan Panel Etik guna memperoleh kebenaran dugaan dan/atau informasi adanyapelanggaran kode etik dan perilaku hakim.(2) Majelis Kehormatan memeriksa rekomendasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), hakimterlapor, dan bukti-bukti yang diajukan.(3) Dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2), hakim terlapor diberikankesempatan secukupnya untuk membela diri dan/atau mengajukan bukti bantahan.
Pasal 19
(1) Dalam pemeriksaan oleh Majelis Kehormatan berlaku ketentuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 16 dan Pasal 17.(2) Untuk kelancaran pemeriksaan, Majelis Kehormatan dapat mengusulkan pembebasantugas untuk sementara waktu terhadap hakim terlapor kepada Mahkamah.(3) Berita Acara Pemeriksaan Majelis Kehormatan ditandatangani oleh Ketua MajelisKehormatan, Panitera Mahkamah, dan hakim terlapor.
BAB VIIKEPUTUSANBagian PertamaRekomendasi Panel EtikPasal 20
(1) Panel Etik melakukan penilaian mengenai benar-tidaknya materi laporan dan/atauinformasi pelanggaran serta keterkaitannya dengan bukti yang diajukan sebagai dasaruntuk penentuan rekomendasi.
7
 
(2) Rekomendasi Panel Etik berisi kesimpulan dan pendapat yang disampaikan kepadaMahkamah mengenai:a. perlu-tidaknya pemeriksaan lanjutan; ataub. penjatuhan sanksi tertentu terhadap pelanggaran ringan.(3) Berita Acara Pemeriksaan Panel Etik ditandatangani oleh Ketua Panel, PaniteraMahkamah, dan hakim terlapor.
Bagian KeduaKeputusan Majelis KehormatanPasal 21
(1) Dalam pengambilan keputusan, Majelis Kehormatan wajib mempertimbangkan hasilpemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.(2) Keputusan Majelis Kehormatan berisi rekomendasi mengenai:a. beralasan-tidaknya rekomendasi dan pendapat yang disampaikan oleh Panel Etik.b. perlu-tidaknya penjatuhan sanksi tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 23 danPasal 24; atauc. perlu-tidaknya dilakukan pemulihan nama baik.(3) Keputusan Majelis Kehormatan, yang berupa rekomendasi penjatuhan sanksisebagaimana dimaksud pada Ayat (2) huruf b harus didasarkan kepada Kode Etik danPerilaku (Sapta Karsa Hutama) Hakim Konstitusi sebagaimana diatur dalam PeraturanMahkamah Konstitusi Nomor ---/PMK/2006 dengan mempertimbangkan hal-hal yangmemberatkan atau meringankan.
Pasal 22
(1) Keputusan ditandatangani oleh Ketua dan Anggota Majelis Kehormatan, serta PaniteraMahkamah.(2) Keputusan bersifat rahasia.(3) Keputusan disampaikan kepada Ketua Mahkamah dan hakim terlapor.
BAB VIIISANKSIPasal 23
Sanksi pelanggaran dapat berupa:
8
 
 9
a. Teguran tertulis, ataub. Pemberhentian.
Pasal 24
Teguran tertulis oleh Ketua Mahkamah dapat berupa:a. Teguran tertulis yang disampaikan kepada hakim terlapor dengan tembusan kepada hakimlainnya; ataub. Teguran tertulis yang disampaikan kepada hakim terlapor dengan tembusan kepada hakimlainnya dan diumumkan kepada masyarakat.
Pasal 25
Pemberhentian oleh Presiden dapat berupa:a. Pemberhentian dengan hormat; ataub. Pemberhentian dengan tidak hormat;
BAB IXPENUTUPPasal 26
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan ini akan ditentukan lebih lanjut oleh Mahkamah.
Pasal 27
Peraturan Mahkamah Konstitusi ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.Ditetapkan di : JakartaPada tanggal : 1 Desember 2006Mahkamah Konstitusi Republik IndonesiaKetua,
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PERKEMBANGAN AGAMA PADA MASA DEWASA

AMALIYAH NAHDLIYAH (Nahdlotul Ulama')

DELIK PERCOBAAN, PENYERTAAN, DAN PERBARENGANAN PIDANA DALAM KUHP