Ilmu Genetika dan Proses Penetapan Nasab Dalam Islam
Ilmu Genetika dan Proses Penetapan Nasab Dalam Islam
I. Pendahuluan
Persoalan nasab dan keturunan adalah persoalan yang sangat penting dalam
Islam. Begitu pentingnya persoalan ini sehingga ia masuk dalam satu satu dari
tujuan syariat (maqashid syari'ah) yaitu hifzunnasl (menjaga
keturunan). Dalam Al-Qur'an telah banyak dijelaskan perintah untuk
menjaga anak dan keturunan ini.
Islam mengatur hubungan antara seorang dengan keturunannya dalam soal
pewarisan, perwalian, dan lain sebagainya. Tanggung jawab pendidikan anak
menjadi ajaran pokok dalam Islam. Begitu pula tanggung jawab bakti anak kepada
orang tuanya.
Untuk mendapatkan keturunan yang baik, Nabi Muhammad Saw telah memberikan
pedoman, mulai dari memilih calon ibu anak-anaknya dari perempuan yang baik,
kemudian pedoman kehidupan dan hubungan suami istri, pendidikan anak dan
seterusnya. Untuk menjaga keturunan ini juga sehingga Islam mengharamkan
zina dan memberi hukuman berat bagi para pelakunya.
Dalam menetapkan keturunan, Islam menempuh beberapa cara. Ada lima cara
yang dari dulu telah dikenal oleh para ulama, yaitu; Al-Firasy (akad
yang sah), Al-Bayyinah (pembuktian), Al-Syahadah (persaksian), Al-Iqrâr
(pengakuan) dan Al-Qur'ah (pengundian). Namun para ulama masih
berbeda pendapat dengan cara penetapatan, ketentuan dan syarat-syarat serta
kekuatan hukum dari lima hal ini.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ditemukanlah cara baru untuk
menetapkan keturunan yang banyak dibahas dalam ilmu genetika. Dengan cara ini
akan semakin mudah dalam menetapkan keturunan. Namun sebagai sebuah hal yang,
tentu tidak bisa langsung dan serta merta diterima. Ada rambu-rambu fiqih yang
mengaturnya dan persoalan inilah kemudian yang menjadi perbincangan diantara
para ulama antara boleh dan tidaknya.
A.
Mengenal Ilmu Genetika
Genetika adalah suatu ilmu yang digunakan untuk mempelajari tentang tata
cara penurunan sifat yang dimiliki makhluk hidup.[1]
Ilmu ini membahas tentang sifat-sifat turunan pada tanaman, binatang dan
manusia. Pengetahuan sifat-sifat turunan pada tanaman sangat bermanfaat untuk
mendapatkan bibit unggul melalui proses kawin silang antar tumbuhan. Pada
manusia, pengetahuan tentang genetika bisa membantu untuk mengetahui keturunan.
Penemuan ini dirintis oleh Gregor Mendel pada tahun 1900. Meskipun demikian
orang sudah mengenal sejak masa prasejarah bagaimana melakukan penjinakan
(domestikasi) dan mengembangkan trah-trah murni (pemuliaan) ternak dan tanaman.
Orang juga sudah mengenal efek persilangan dan perkawinan sekerabat serta
membuat sejumlah prosedur dan peraturan mengenai hal tersebut sejak sebelum
genetika berdiri sebagai ilmu yang mandiri.[2]
Peletakan dasar ilmiah ilmu genetika melalui percobaan sistematik baru
dilakukan pada paruh akhir abad ke-19 oleh Gregor Johann Mendel. Ia adalah
seorang biarawan dari Brno (Brunn dalam bahasa Jerman), Austro-Hungaria
(sekarang bagian dari Republik Cek), yang disepakati umum sebagai 'pendiri
genetika' setelah karyanya Versuche über Pflanzenhybriden ("Percobaan
mengenai Persilangan Tanaman") (dipublikasi cetak pada tahun 1866)
ditemukan kembali secara terpisah oleh Hugo de Vries, Carl Correns, dan Erich
von Tschermak pada tahun 1900. Dalam karyanya itu, Mendel pertama kali
menemukan bahwa pewarisan sifat pada tanaman (ia menggunakan tujuh sifat pada
tanaman kapri, Pisum sativum) mengikuti sejumlah nisbah matematika yang
sederhana. Yang lebih penting, ia dapat menjelaskan bagaimana nisbah-nisbah ini
terjadi, melalui apa yang dikenal sebagai 'Hukum Pewarisan Mendel.
Tes DNA dimanfaatkan untuk melacak resiko penyakit keturunan. Ia juga dapa
digunakan untuk identifikasi jatidiri korban yang telah hancur. Selain metode
identifikasi sidik jari, juga dikembangkan identifikasi lainnya seperti sidik
retina mata, catatan susunan gigi, bentuk tengkorak kepala atau yang lainnya
Tanggal 10 September 1984, Profesor Alec Jefrey pakar genetika dari
Universitas Leicester di Inggris mengumumkan penemuanyakni pelacakan jatidiri
menggunakan sidik jari DNA. Pada saat itu, Alec Jeffrey sedang melakukan
rangkaian penelitian genetika. Seperti diketahui, manusia tersusun dari sekitar
30 milyar kode genetika yang disebut Deoxyribo Nucleic Acid Â? DNA, yang
merupakan rangkaian pasangan basa Thymin, Adenin, Guanin dan Cytosin. Setiap
orang, memiliki ciri kode DNA yang berbeda. Ibaratnya sidik jari, maka sidik
jari DNA ini juga bisa dibaca. Bentuknya berupa garis-garis yang mirip seperti
bar-code di kemasan makanan atau minuman. Dengan membandingkan kode garis-garis
DNA itu, dengan DNA anggota keluarga terdekatnya, jatidiri korban ledakan bom
atau jatuhnya pesawat terbang yang hancur, masih dapat dilacak. Misalnya dalam
kasus korban ledakan bom, serpihan tubuh para korban yang sulit dikenali,
diambil sekuens genetikanya. Biasanya antara 30 sampai 100 sekuens rantai kode
genetika. Kemudian dibandingkan dengan sekuens kode genetika keluarga
terdekatnya, biasanya ayah atau saudara kandungnya. Jika nyaris identik dalam
arti banyak sekali kode yang sama, maka jatidiri korban dapat dipastikan.
-
Teknologi tinggi
Memang logikanya terdengar mudah. Sebetulnya metode tes DNA itu amat rumit
dan tergolong teknologi tinggi. Prosedurnya dimulai dengan mengisolasi sekuens
DNA dari sel, biasanya dari darah, kulit atau rambut. Sejenis enzym khusus
kemudian digunakan untuk ibaratnya menggunting DNA itu pada tempat yang tepat.
Potongan DNA ini kemudian disortir besarnya, menggunakan teknik yang disebut
elektro-phoresis. Kemudian sekuens DNA dipindahkan ke lembaran nylon yang
sebelumnya dicelupkan ke dalam gel khusus. Dengan membubuhkan bahan pewarna
atau unsur radioaktif, barulah akan kelihatan pola garis-garis yang merupakan
sidik jari DNA.
-
Manfaat Genetika
Setelah Sir Alec Jeffrey memperkenalkan metode sidik jari genetika itu,
banyak pihak menggunakannya untuk kepentingan masing-masing. Akan tetapi,
memang yang terutama memanfaatkan sidik jari genetika, adalah pihak kepolisian.
Sejak akhir tahun 80-an, di sejumlah negara maju dikembangkan apa yang disebut
bank data sidik jari genetika
Tentu saja sidik jari genetika ini, tidak hanya berguna bagi pihak
kepolisian. Terutama juga kalangan kedokteran memetik banyak manfaat. Misalnya
saja untuk mendiagnosa kelainan genetika yang diturunkan, pada bayi yang baru
dilahirkan di rumah sakit. Penyakit keturunan yang dilacak, antara lain
hempofilia, penyakit Huntington, cystic fibrosis, alzheimer, anemia sel sabit
atau thalasemia. Dengan deteksi dini adanya penyakit keturunan semacam itu,
para dokter, perawat dan orang tua bayi, dapat mengantisipasi dan mengambil
tindakan yang tepat.
Para dokter juga menggunakan data sidik jari genetika ini, untuk memberikan
konsultasi kepada calon orang tua, yang anaknya memiliki risiko mendapat
penyakit keturunan.
Selain itu, sidik jari DNA dapat digunakan untuk menentukan ayah biologis
seorang bayi. Terdapat banyak kasus, dimana terjadi sengketa dalam rumah
tangga, akibat keraguan menyangkut siapa aya biologis seorang bayi. Untuk itu,
juga dapat dilakukan tes identifikasi menggunakan sidik jari DNA. Caranya,
dengan membandingkan sekuens DNA bayi dengan sekuens DNA orang-orang yang
diduga ayah biologisnya. Tes DNA semacam ini, terutama di negara maju, amat
diperlukan untuk menetapkan vonis bagi perwalian anak, pembagian warisan, atau
perkara hukum lainnya.[3]
Pembahasan kita pada saat ini berkisar pada yang terakhir, yaitu tentang
penetapan nasab seorang anak
B.
Cara Penetapan Nasab Dalam Islam
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, untuk menetapkan nasab dalam Islam
bisa ditempuh melalu beberapa cara;
1.
Al-Firasy
Dari berbagai pengertian yang disampaikan oleh para Ulama, Al-Firasy bisa
dinisbatkan kepada suami atau istri yang memiliki perkawinan yang sah[4].
Perkawinan menjadi sebuah ikatan yang kuat dan cara yang paling kuat untuk
menetapkan nasab dan keturunan. Bagi seorang pria, kepemilikan janin harus
melalui sebuah ikatan yang sah. Sementara bagi seorang wanita, janin yang
dikandungnya otomatis menjadi anaknya baik janin itu ia dapatkan sebelum
ataupun sesudah menikah
Dalil Al-Qur'an dan Al-Hadits yang menyebutkan hal ini antara lain:
a) Firman Allah
[هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ] (البقرة: 187)
"Mereka adalah pakaian bagi mereka dan mereka adalah
pakaian bagi kamu" (Q.S. Al-Baqarah:
178)
Ayat ini menyiratkan bahwa perempuan dianggap sebagai pakaian bagi suaminya
begitu pula suami sebagai pakaian bagi istrinya, sebuah kata-kata kiasan
untuk penetapan nasab menurut para ulama.
b) Hadis Nabi;
الولد للفراش وللعاهر الحجر
'Anak itu adalah milik 'pemilik perkawinan yang sah, sementara bagi yang
berzina adalah batu' (H.R. Bukhari dan
Muslim)
c) Atsar
Disebutkan Imam Baihaqi dalam Kitab Sunannya dari Ubaidillah bin Abi
Yazid dari bapaknya:
"Umar bin Khathab meminta kepada seorang tua dari
Bani Zahrah yang tinggal di rumah kami untuk menghadapnya. Saya pun pergi
bersamanya untuk menemui Umar. Umar lalu bertanya tentang nasab seorang anak.
Orang tua tadi menjawab; adapun perkawinan yang sah adalah milik si fulan
sementara benih janin adalah milik si fulan. Umar berkata; engkau benar,
namun Rasulullah memutuskan bahwa anak adalah bagi si pemilik perkawinan yang
sah' (HR. Baihaqi)
2.
Al-Qiyafah
Pengertian Al-Qiyafah berasal dari kata Qâfa- yaqûfu- qiyâfatani
pelakunya adalah qâ'if yaitu orang yang memiliki kemampuan melihat
kemiripan dan hubungan nasab antara seorang dengan ayahnya atau dengan
saudaranya.
Dikalangan Syafi'iyah, qiyafah berarti suatu ilmu dan kemampuan yang Allah
Swt. berikan untuk melihat hubungan nasab saat terjadi kesamaran [5]
Dalil yang paling kuat dalam persoalan Qiyâfah adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari A'isyah bahwa suatu hari Rasulullah
masuk kerumahnya dalam keadaan gembira. Binar kegembiraan itu tampak jelas di
wajah beliau. Beliau berkata kepada Aisyah; 'Tidakkah engkau melihat tadi
Majzar[6]
melihat kemiripan antara Zaid bin Haritsah dan Usamah bin Zaid dan berkata;
sesungguhnya kedua kaki ini punya hubungan satu sama lain"[7]
Syarat beramal dengan Qiyâfah[8]
Ada beberapa hadits yang mengungkapkan bahwa pada masa Rasululloh SAW., juga ada orang yang memiliki kemampuan "khusus", dalam bidang nasab sebagaimana yang terjadi pada Zaid bin Haritsah dan Usamah bin Zaid;
Para ulama telah menetapkan beberapa syarat bagi yang melakukan Qiyâfah. Sebagian syarat ini disepakati oleh para ulama sementara sebagian yang lain belum mereka sepakati. Syarat-syarat tersebut adalah:
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَمُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ قَالَ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ ح و
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيْدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ
عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ: إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ
عَلَيَّ مَسْرُوْرًا تَبْرُقُ أَسَارِيْرُ وَجْهِهِ فَقَالَ أَلَمْ تَرَيْ أَنَّ
مُجَزِّزًا نَظَرَ آنِفًا إِلَى زَيْدِ بْنِ حَارِثَةَ وَأُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ
فَقَالَ إِنَّ بَعْضَ هَذِهِ اْلأَقْدَامِ لَمِنْ بَعْضٍ 38
– (1459)
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin
Yahya dan Muhammad bin Rumh dia berkata; Telah mengabarkan
kepada kami Al Laits. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan
kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami Al
Laits dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah
dari ‘Aisyah dia berkata:
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menemuiku
dalam keadaan riang seakan-akan wajahnya bersinar sambil bersabda: Tidakkah
kamu tadi melihat Mujazziz Al Mudallij (ahli identifikasi) melihat Zaid bin
Haritsah dan Usamah bin Zaid, lalu dia berkata: Sesungguhnya pemilik kaki ini
serupa satu sama yang lain.”
(Maksudnya; karena keduanya memiliki hubungan darah,
penerj.). (Shahih Muslim 1459 -38)
وَحَدَّثَنِي
عَمْرٌو النَّاقِدُ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَأَبُوْ بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ
وَاللَّفْظُ لِعَمْرٍو قَالُوْا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ
عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ:دَخَلَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ مَسْرُوْرًا فَقَالَ يَا عَائِشَةُ أَلَمْ تَرَيْ
أَنَّ مُجَزِّزًا اَلْمُدْلِجِيَّ دَخَلَ عَلَيَّ فَرَأَى أُسَامَةَ وَزَيْدًا
وَعَلَيْهِمَا قَطِيْفَةٌ قَدْ غَطَّيَا رُءُوْسَهُمَا وَبَدَتْ أَقْدَامُهُمَا
فَقَالَ إِنَّ هَذِهِ اْلأَقْدَامَ بَعْضُهَا مِنْ بَعْضٍ39
– (1459)
Telah menceritakan
kepadaku ‘Amru An Naqid, Zuhair bin Harb dan Abu Bakar bin
Abi Syaibah sedangkan lafazhnya dari ‘Amru mereka berkata; Telah menceritakan
kepada kami Sufyan dari Az Zuhri dari ‘Urwah dari ‘Aisyah
Radhiyallahu’anha dia berkata:
Pada
suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menemuiku dengan gembira,
lalu beliau bersabda: Wahai ‘Aisyah, tidakkah tadi kamu melihat Mujazziz
Al Mudliji masuk rumahku, lalu dia melihat Usamah dan Zaid berselimutkan kain
yang menutupi kepalanya dan kakinya terbuka, lantas dia berkata: Sesungguhnya
pemilik kaki ini serupa antara satu dengan yang lainnya. (Shahih
Muslim 1459 -39)
وَحَدَّثَنَاهُ
مَنْصُوْرُ بْنُ أَبِي مُزَاحِمٍ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ سَعْدٍ عَنِ
الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ :دَخَلَ قَائِفٌ وَرَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَاهِدٌ وَأُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ وَزَيْدُ
بْنُ حَارِثَةَ مُضْطَجِعَانِ فَقَالَ إِنَّ هَذِهِ اْلأَقْدَامَ بَعْضُهَا مِنْ
بَعْضٍ فَسُرَّ بِذَلِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَعْجَبَهُ
وَأَخْبَرَ بِهِ عَائِشَةَ40 – (1459)
Dan telah menceritakan kepada
kami Manshur bin Abu Muzahim telah menceritakan kepada
kami Ibrahim bin Sa’ad dari Az Zuhri dari ‘Urwah dari ‘Aisyah dia
berkata:
“Seorang Qaif (ahli identifikasi
seseorang) masuk ke rumah, sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
melihatnya, saat itu Usamah bin Zaid dan Zaid bin Haritsah sedang berbaring,
lalu dia berata; Sesungguhnya pemilik kaki ini serupa antara satu dengan
yang lain. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berseri dan kagum, lalu
beliau memberitahukan hal tersebut kepada Aisyah.”(Shahih Muslim
1459 -40)
وَ
حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا اِبْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي
يُوْنُسُ ح و حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ
أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ وَابْنُ جُرَيْجٍ كُلُّهُمْ عَنِ الزُّهْرِيِّ بِهَذَا
اْلإِسْنَادِ بِمَعْنَى حَدِيثِهِمْ وَزَادَ فِي حَدِيْثِ يُوْنُسَ وَكَانَ
مُجَزِّزٌ قَائِفًا (1459)
Dan telah menceritakan kepadaku Harmalah
bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah
mengabarkan kepadaku Yunus. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah
menceritakan kepada kami ‘Abd bin Humaid telah mengabarkan kepada
kami Abdur Razaq telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dan Ibnu
Juraij semuanya dari Az Zuhridengan isnad ini dengan makna hadits
mereka, dan dalam hadits Yunus ada tambahan; Dan Mujazziz adalah orang yang
mengetahui identifikasi nasab dari keserupaan. (Shahih Muslim 1459)
Para ulama telah menetapkan beberapa syarat bagi yang melakukan Qiyâfah. Sebagian syarat ini disepakati oleh para ulama sementara sebagian yang lain belum mereka sepakati. Syarat-syarat tersebut adalah:
a. Islam
Seorang qa'if haruslah muslim sebab putusannya dalam perkara
ini akan dijadikan pegangan untuk pemutusan hukum Islam. Dalilnya adalah Surat Al-Nisâ ayat 141. Syarat keislaman qâif ini disepakati oleh para
ulama dari mazhab Syafiiyyah, Hanabilah, Malikiyah dan Zhahiriyah.
b.
Jumlah qâ'if satu orang atau dua orang atau lebih
Jumlah ini masih diperselisihkan oleh para ulama. Imam Syafi'i
menyatakan bahwa tidak diterima pendapat dalam qiyâfah kecuali dari dua
orang. Imam Malik ada dua pendapat; riwayat pertama menyatakan seperti pendapat
Imam Syafii dan riwayat kedua menyatakan cukup satu orang. Imam Ahmad
berpendapat harus dua orang. Imam Ibnu Hajar menolak pendapat ini dengan
berdasarkan pada hadits A'isyah tentang qiyâfah tadi.
c.
Adil
d.
Orang yang melakukan qiyâfah harus berpengalaman
e.
Laki-laki merdeka
f.
Tidak (harus) berasal dari Bani Mudlaj
Bani Mudlaj berasal dari Bani Murrah bin Abdi Manaf bin Kinanah. Mereka
terkenal dengan kemampuan qiyâfah. Para ulama syafiiyyah dan sebagian
besar ulama lainnya tidak mensyaratkan qâ'if harus berasal dari Bani Mudlaj.
Semua orang pun bisa melakukannya asal memiliki kemampuan di bidang ini. Sebab qiyâfah
adalah salah satu bentuk ilmu, siapa yang menguasainya bisa
mengamalknannya. Dalam Sunan Baihaqy disebutkan bahwa Umar bin Khathab adalah
seorang qâ'if, begitupula Iyas bin Mu'awiyah dan Qadhi Syuraih.
Sementara ulama Hanabilah mensyaratkan bahwa seorang qâ'if harus berasal
dari Bani Mudlaj dengan bersandar kepada hadis Aisyah tadi. Ada beberapa syarat lain yang masih diperselisihkan oleh para ulama,
seperti harus baligh, berakal, melihat, bukan musuh salah satu dari keduanya
dan lain sebagainya.
Adapun perbandingan antara qiyâfah dan sidik jari genetik[9]
antara lain:
a.
Qiyâfah adalah sebuah kemampuan untuk melihat hubungan kemiripan
dengan melihat kesamaan diantara anggota tubuh, seperti warna kaki, tangan atau
mata. Dalam hal ini seorang qâ'if bisa saja salah dalam melihat kemiripan itu.
Sementara hasil pemeriksaan sidik jari genetik dengan menggunkana tes DNA bisa
dipastikan ketepatannya.
b.
Sidik jari genetik dan qiyâfah sama-sama tidak bisa menafikan
nasab saat adanya pernikahan yang sah.
c.
Penelitian sidik jari genetik mengandalkan teknologi dan penelitian sementara
qiyâfah hanya mengandalkan penglihatan dan perasaan.
[1] Tim Pustaka Agung Harapan
,Rangkuman materi penting IPA Biologi untuk Sekolah Menengah Pertama,
hal. 13 Pustaka Agung Harapan, tt.
[6] Majzar adalah salah seorang yang berasal dari kabilah
bani Mudlaj. Kabilah ini terkenal dengan kepandaian mereka dalam persoalan qiyafah
[7] Shahih Bukhri,
Bab Al-Qa'if No. 6770 dan 6771, Shahih Muslim, Bab Ilhaqul qa'if fil
walad No.1459
Komentar
Posting Komentar