MENGHAYATI HARI RAYA AKBAR (KHUTBAH IDUL ADHA)


                                          MENGHAYATI HARI RAYA AKBAR
(KHUTBAH IDUL ADHA)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الله اكب ر × 9 كبيرا والحمد لله كثيراوسبحان الله بكرة  واصيلا. لا اله الا الله والله اكبر. الله اكبر ولله الحمد.
الحمد لله الذى  أعدَّ للمحسني ن جزاءً حسناً. ورفع لهم عنده قدراً وشاناً. أشهد ان لااله الا الله وحده لا شريك له شهادة وايقانا. وأشهد ان سيدنامحمدا عبده ورسوله المبعوث الى الثقلتين رحمة وإحسانا. اللهم صل وسلم على سيدنا محمدٍ المنزَّل عليه القرآن تبيانا. وعلى اله وصحبه الذين نالوا من ربهم مغفرته ورضواناً.
أما بعد: فياآيهاالناس اتقواالله حق تقاته ولا تموتنَّ الا وانتم مسلمون.
Terlebih dahulu saya mengajak kepada saya sendiri dan segenap hadirin jama’ah Idul Adha yang berbahagia, marilah kita dengan tanpa henti berusaha untuk meningkatkan kwalitas ketaqwaan kita, dengan lebih memperhatikan apa saja yang diperintahkan oleh Allah untuk dilaksanakan, dan menjauhi segala larangan-Nya. Dan marilah berusaha agar setiap perilaku dan setiap sikap kita sesuai dengan ajaran Islam, sehingga kian ke depan semakin dekat kepada Allah SWT.

Jama’ah kaum muslimin rahimakumullah

Hari ini, tepat tanggal 10 Dzul Hijjah, umat Islam di seluruh dunia melaksanakan sussah Rasulullah SAW., mengerjakan shalat Id dan Qurban. Hal ini memiliki dua dimensi sekaligus, yakni bentuk pelaksanaan ibadah dan peringatan suatu peristiwa sejarah. Di dalam suatu riwayat, diceritakan bahwa peristiwa itu bermula dari kehendak Allah untuk menguji hambanya, Nabi Ibrahim as. dan keluarganya. Peristiwa tersebut, dilukiskan dalam Al-Qur’an, surat Ash-Shaaffaat, ayat 99 - 111, yang artinya sebagai berikut:
 Dan Ibrahim berkata: Sesungguhnya aku pergi menghadap tuhanku, dan  Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shaleh. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab, ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; kamu akan menpatiku termasuk oran-orang yangsabar.Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggilkan dia, “hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.”
Peristiwa besar itu dengan lengkap difirmankan oleh Allah Ta’ala dan diberitakan sampai kepada kita, umat Islam, di mana rentang waktu antaraNabi Ibrahim dengan masa Rasulullah Saw. Adalah sangat panjang berabad-abad. Ini semua menunjukkan bahwa peristiwa tersebut memailiki makna yang sangat dalam sebagai teladan dan pelajaran bagi kita semua.
Di dalam suatu riwayat diceritakan bahwasanya dalam rangka melaksanakan perintah itu, iblis sangat giat mengganggu dan berusaha keras untuk menggagalkannya. Usaha iblis itu dilakukan dengan berbagai cara, satu persatu diganggu dan dibujuk dengan berbagai dalih rasional. Mulai Nabi Ibrahim, lalu Nabi Ismail, kemudian ibu Ismail yaitu Siti Hajar. Namun kepasrahan dan tawakal yang mantap kepada Allah, membuat mereka sabar dan sanggup mengatasi segala rintangan dan godaan.
Maka nilai penting yang dapat kita petik dari peristiwa tersebut adalah ketabahan. Keluarga Nabi Ibrahim dalam menghadapi ujian dari Allah Swt. Sebab sesungguhnya tiada sesuatupun menimpa manusia kecuali atas izin Allah.
Firman-Nya di dlam Al-Qur’an :
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ * لِكَيْ لَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا ءَاتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ*
Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. Al-Hadiid: 22-23)
Masing-masing anggota keluarga, yakni Ibrahim, Siti Hajar dan Ismail memiliki keasatuan orientasi di dalam kehidupan mereka, yakni pengabdian kepada Allah Yang Maha Bijaksana. Hal tersebut perlu diteladani dan kita camkan bersama, sebab di dalam kehidupan keluarga sangat dubutuhkan adanya kesamaan orientasi. Kesamaan yang ditunjukkan oleh keluarga Ibrahin a.s. dicapai dengan musyawarah dan keterbukaan masing-masing anggota keluarga.
Hal kedua yang patut kita petik dari peristiwa bersejarah itu adalah kesediaan untuk berkurban demi meraih ridha Allah. Kita tentu dapat merasakan bahwa penyembelihan itu merupakan sebuah pengorbanan besar. Seorang putra tercinta diperintahkan untuk disembelih, walaupun pada akhirnya diganti dengan seekor domba  oleh Allah. Hal ini dilakukan karena keyakinan yang mantap bahwa mencapai ridha Allah Ta’ala justru lebih berharga dari apapun selainnya. Maka perintah itu tetap dilaksanakan dengan penuh keikhlasan.
Sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ*
Artinya:  “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”(Q. Al-Bayyinah: 5)
Adapun hal ketiga yang patut kita ambil  sebagai teladan adalah kecintaan kepada Nabi Ibrahim dan keluarga kepada Allah Swt. Yang melebihi dari segala-galanya. Perintah Allah dilaksanakan dengan penuh rasa cinta kepada-Nya. Jangan sampai kecintaan kepada keluarga yang diletakkan pada urutan pertama, lalu rela meninggalkan ajaran Allah, demi kecintaan kepada keluarga. Apa yang dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim a.s. itu harus menjadi teladan bagi kita semua, untuk selanjutnya kita amalkan. Masalah kecintaan ini telah difirmankan oleh Allah dalam Al-Qur’an :
 ... وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّه ِ *
Artinya: “Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (Q.S. Al-Baqarah:165)
          Sebagai penutup, marilah kita memohon kepada Allah Yang Maha Penyayang, semoga kita semua diberi kesadaran nurani oleh Allah Swt., sehingga selalu mendahulukan kepentingan agama dari pada kepentingan lain. Amin.
بارك الله لى ولكم فى القران العظيم. ونفعنى واياكم بما فيه من الايات والذكر الحكيم. انه هو البر الرحيم. اعوذ بالله من الشيطان الرجيم؛ انا اعطيناك الكوثر. فصل لربك وانحر. ان شانئك هو الابتر. وقل رب اغفر وارحم وانت خير الراحمين.

________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AMALIYAH NAHDLIYAH (Nahdlotul Ulama')

MAKALAH PERKEMBANGAN AGAMA PADA MASA DEWASA

DELIK PERCOBAAN, PENYERTAAN, DAN PERBARENGANAN PIDANA DALAM KUHP