MASAIL FIQHYAH: Abortus/Aborsi dan Hukumnya



Makalah ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah
MASAIL FIQHYAH”


Disusun Oleh:
KHOIRAL ANWAR
210109035
Dosen Pengampu:
Ajat Sudrajat, M. Ag



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
2012 

ABORTUS

A.    Pengertian
Abortus arau aborsi yang dalam Bahasa Inggris disebut Abortion, berasal dari bahasa latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran yaitu proses pengguguran/ penghilangan janin dari dalam kandungan. Menurut Sardikin Ginaputra dari FK UI, Abortus adalah pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan.[1] Menurut M.A Hanafiyah dalam prasarananya pada symposium Abortus tahun 1964, Abortus berarti keluarnya isi rahim ibu yang telah mengandung hidup insane sebelum waktunya.[2]
Dari pengertian diatas Abortus adalah suatu perbuatan untuk mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan. Dalam Bahasa Arab Abortus disebut dengan kata istiqath al-Hamli artinya pengguguran kandungan. Untuk terjadinya Abortus, sekurang-kurangnya ada tiga unsur:
1.      Adanya embrio yang merupakan hasil pembuahan antara sperma dan ovum dalam rahim.
2.      Pengguguran itu adakalanya terjadi dengan sendirinya, tetapi sering disebabkan manusia.
3.      Keguguran itu terjadi sebelum waktunya, artinya sebelum masa kelahiran tiba.[3]

B.     Metode yang dipakai untuk Abortus
Adalah sebagai berikut:
1.      Currattage & Dillatage (C&D)
2.      Dengan alat khusus, mulut rahim dilebarkan, kemudian janin dikiret (curate) dengan alat seperti sendok keil.
3.      Aspirasi, yakni penyedotan isi rahim dengan pompa kecil.
4.      Hyaterotommi (operasi).
Abortus ada dua macam:
1.      Abortus spontan (spontaneous Abortus) adalah tidak sengaja
2.      Albortus yang disenagaja (abortus Provocatus) atau Abortus buatan. Di kalangan fuqaha, Abortus ini dinamakan al-Ikhtiyari artinya pengguguran yang dikehendaki dan al-Ijhadh al-Ijtima’I artinya pengguguran yang disepakati bersama.[4]

C.    Faktor-faktor yang mendorong Abortus
Diantaranya adalah:
1.      Atas indikasi medis seperti sebagai berikut:
a)      Untuk menyelamatkan ibu, karena kelanjutan kehamilan dipertahankan.
b)      Untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya cacat jasmani dan rohani apabila janin dilahirkan.
2.      Atas indikasi social seperti sebagai berikut:
a)      Karena kegagalan menggunakan alat kontrasepsi.
b)      Karena mereka sudah menemukan dokter untuk menggugurkan kehamilan.
c)      Karena ingin menutupi aib.
d)     Karena kesulitan ekonomi, sehingga kelahiran anak tidak diharapkan.
e)      Karena kehamilan yang terjadi akibat dari perkosaan.
D.    Dampak Abortus
a)      Timbul luka dan infeksi dalam dinding alat kelamin dan organ di dekatnya.
b)      Robek mulut rahim sebelah kanan.
c)      Dinding rahim bisa tembus karena alat-alat yang dimasukkan ke dalam itu.
d)     Terjadi pendarahan sebagai akibat dari penggunaan obat-obatan.[5]


E.     Abortus dilihat dari Hukum Positif
Dilihat dari pasal-pasal sebagai berikut: KUHP Pasal 299 (1), Pasal 346, Pasal 347(1), Pasal 348 (1).[6] Namun dalam kode etik kedokteran Indonesia tahun 1983 pasal 10 bahwa larangan pengguguran kandungan tidak mutlak sifatnya, dan dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan yaitu sebagai satu-satunya jalan untuk menolong si ibu.[7]

F.     Abortus Menurut Pandangan Islam
Apabila Abortus dilakukan sesudah janin bernyawa atau berumur empat bulan maka hukumnya haram, namun apabila Abortus dilakukan sebelum diberi ruh atau nyawa pada janin, sebelum empat bulan maka ada beberapa pendapat:
a)      Golongan yang mengharamkan pada setiap tahap-tahap pertumbuhan janin, yaitu tahap nutfah,’alaqah dan mudghoh (Hanafiyah, Malikiyah, Imam Ghazali, Ibnu al-Jauzi dan Ibnu Hajar).[8]
b)      Golongan yang membolehkan pada salah satu tahap dan melarang pada tahap-tahap lainnya:
Ø  Makruh pada tahap nutfah dan haram pada tahap ‘alaqah dan mudghah.
Ø  Boleh pada tahap nutfah dan haram pada tahap ‘alaqah dan mudghah.
Ø  Boleh pada tahap nutfah dan ‘alaqah, tetapi haram pada tahap mudghah.[9]
c)      Menurut Mahmud Syaltut, bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum, maka pengguguran adalah suatu kejahatan dan haram hukumnya, sekalipun janin belum diberi nyawa.[10]




G.    Pandangan Para Fuqaha Mengenai Hukum Abortus
Adapun mengenai fakta abortus dan hukum syara’ mengenai abortus tersebut adalah sebagai berikut :
Al ijhadl (abortus) dalam bahasa Arab artinya pengguguran janin dari rahim. Jika dikatakan,“ajhadltu an naaqah” (aku telah melakukan ijhadl pada seekor onta), maka artinya“alaqtu waladaha qabla tamaam” (aku membunuh anak onta sebelum dia sempurna).
Para fuqaha mendefinisikan al ijhadl (abortus) sebagai gugurnya janin sebelum dia menyempurnakan masa kehamilannya. Definisi ini dalam bahasa Arab diungkapkan dengan beberapa istilah yang inti maksudnya sama. Di antaranya ialah al imlaash, al isqaath, al ilqaa’,dan al ikhraaj.
Abortus dapat terjadi dengan sengaja (abortus provoca tus) akibat upaya tertentu dari pihak perempuan dengan meminum obat-obatan tertentu, atau dengan memikul suatu beban yang berat, atau dengan membuat gerakan-gerakan tertentu yang kasar. Termasuk pula di sini abortus yang terjadi atas permintaan pihak perempuan kepada seorang dokter untuk menggugurkan kandungannya, dan abortus yang terjadi karena tindak penganiayaan orang lain atas perempuan (imlash). Selain yang disengaja, ada pula abortus yang terjadi tanpa disengaja (spontaneus abortus).
Abortus dapat terjadi sesudah ataupun sebelum peniupan ruh ke dalam janin. Jika abortus terjadi setelah peniupan ruh (120 hari), maka dalam hal ini seluruh fuqaha telah sepakat mengenai keharamannya, baik yang menggugurkan itu ibu si janin, bapaknya, dokter, maupun dari seseorang yang menganiaya pihak perempuan. Abortus ini haram karena merupakan penganiayaan terhadap jiwa manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam), dan merupakan suatu tindak kriminal yang mewajibkan diyat (tebusan), yang ukurannya adalah satu ghurrah (seorang budak laki-laki atau perempuan), dan nilainya adalah sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta, karena diyat manusia sempurna = 100 ekor unta). Allah SWT berfirman :
            “…Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS. Al An’aam : 151)



Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia berkata :
“Rasulullah SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan…”
Ciri-ciri minimal janin yang mengharuskan diyat satu ghurrah, ialah bahwa bentuknya sudah mempunyai bentuk tubuh manusia normal secara jelas, seperti adanya jari, tangan, kaki, kuku, atau mata.
Demikianlah, Jadi pengguguran janin setelah ditiupkannya ruh ke dalamnya, adalah haram menurut seluruh fuqaha tanpa ada perbedaan pendapat lagi. Sedangkan pengguguran janin sebelum ditiupkannya ruh ke dalamnya, maka dalam hal ini para fuqaha telah berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang membolehkannya, dan ada pula yang mengharamkannya sesuai dengan rincian tahapan penciptaan janin.
Adapun hukum syara’ yang menjadi dugaan kuat kami, ialah bila abortus dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Jadi hukumnya sama dengan hukum keharaman abortus setelah peniupan ruh ke dalam janin, dan dalam hal ini wajib membayar diyat, yang besarnya sepersepuluh diyat manusia sempurna. Ini dikarenakan jika janin telah memasuki fase penciptaan, dan nampak padanya beberapa organ tubuh, seperti tangan, kaki, mata, kuku, dan lain-lain, maka dapat dipastikan pada saat itu janin sedang berproses untuk menjadi manusia sempurna. Dengan demikian, hadits mengenai keharaman pengguguran kandungan di atas dapat diterapkan pada fakta tersebut. Hadits tersebut adalah riwayat Imam Bukhrari dari Abu Hurai rah RA, dia berkata :
“Rasulullah SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan…”
Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud RA, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda :
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat  itu bertanya (kepada Allah),’Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan ?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan…”
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda :
“(jika nutfah telah lewat) empat puluh malam…”
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda kehidupan yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya. 
Sehingga pada akhirnya segala macam bentuk abortus tetap dilarang meskipun kehamilan tersebut berasal dari kegiatan yang di luar keinginan. Namun begitu bagi sebagian ulama’ tetap memperbolehkan jika janin itu adalah hasil dari perkosaan, bukan hasil hubungan terselubung.


[1] Saefullah, Abortus Dan Permasalahannya (Suatu Kajian Hukum Islam), dalam “Chuzaimah T. Yanggo, (editor), buku kedua problematika”, hal. 114
[2] Azhar Bashir, Refleksi, hal. 163
[3] Ibid.
[4] Masjfuk, Masail, hal. 78-79
[5] Ali Hasan, Masail, hal. 48-50.
[6] Moeljanto, KUHP, (Jakarta: Bina Aksara, 1985), hal. 341-345.
[7] Masjfuk, Masail, hal. 80-81.
[8] Saefullah, Abortus Dan Permasalahannya, hal. 124.
[9] Ibid.
[10] Syaltut, Al-Fatwa, hal. 289-291.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AMALIYAH NAHDLIYAH (Nahdlotul Ulama')

MAKALAH PERKEMBANGAN AGAMA PADA MASA DEWASA

DELIK PERCOBAAN, PENYERTAAN, DAN PERBARENGANAN PIDANA DALAM KUHP