SENGKETA GUGATAN MORATORIUM PENGHAPUSAN/PENGETATAN REMISI TERPIDANA KORUPSI
SENGKETA GUGATAN
MORATORIUM PENGHAPUSAN/PENGETATAN REMISI TERPIDANA KORUPSI
(oleh :khoirul anwar)
1.
Subjek dan Objek Gugatan
Tergugat
|
Pemerintah RI dalam hal ini adalah
KEMENKUM-HAM RI
|
Penggugat
|
Tujuh terpidana korupsi/tahanan di LP
Cipinang yang di wakili oleh kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra
|
ObjekSengketa
|
SK KEMENKUM
HAM No. M.HH-07.PK.01.05.04 tentang
pengghapusan/pengetatan remisi terpidana/tahanan Korupsi dan Narkoba Tanggal 16 Nopember 2011dan tiga Surat Keputusan
lainnya
|
2.
Kronologi
-
23 Oktober 2011
KEMENKUMHAM (lama)
Patrialis Akbar menerbitkan SK pemberian remisi dan pembebasan bersyarat pada
terpidana korupsi yang telah memenuhi syarat sesuai peraturan
perundang-undangan.
-
25 Oktober 2011
Terjadi pergantian
estafet kepemimpinan dari Patrialis Akbar kepada Amir Syamudin yang langsung
membuat gebrakan dengan menangguhkan pembebasan bersyarat beberapa koruptor,
sehingga terpidanayang telah mengantongi SK meninggalkan LP terpaksa tertahan
paling tidak 1 X 24 jam, padahal ada sekitar 102 terpidana yang seharusnya
bebas tanggal 30 Okober 2011.
-
30 Oktober 2011
Hariminggu
30Oktober 2011 adabeberapa terpidanayang tidak bisa menghirup udara bebas
karena malam sebelumnya Wamen Denny Indrayana menghubungi Kalapas untuk
menangguhkan pembebasan beberapa terpidana termasuk diantaranya adalah mantan
Anggota DPR Pascah Suzeta.
-
31Oktober 2011
Terbit Surat Edaran
Dirjen Pas No PAS-HM.01.02-42 yang menyatakan adanya pengetatan/moratorium
remisi terhadap terpidana kurupsi dan narkoba berdasarkan telfon langsung dari Wamen
KEMENKUM HAM Denny Indrayana.
-
16 Nopember 2011
Terbit SK KEMENKUM
HAM No. M.HH-07.PK.01.05.04 tentang
pengetatan remisi terpidana/tahanan korupsi dan narkoba yang berimbas pada
penundaan bebas bersyarat beberapa orang khususnya di Lapas Cipinang yang
seharusnya pada tanggal 30 Oktober 2011 ada 11 tahanan yang bisa keluar dengan
bebas bersyarat. Namun dari kesebelas orang itu hanya empat orang saja yang
dibebaskan yaitu; baharudin Aritonang, Reza Kamarulloh, Asep Ruchimat Sudjana,
dan Teuku Muhammad Nurlif. Sedangkan tujuh tahanan yaitu; ahmad Hafidz Zawawi,
Bobby Satrio Hardiwibowo Suhardiman, dan Drs, Hengki Baramulli(tersangkut kasus
cek pelawat pemilihan deputi gubernur senior BI), Hesti Andi Cahyono dan Agus
Wijayanto Legowo(tersangkut kasus PLTU Sampit), serta Mulyono Subroto dan
H.Ibrahim SH.(kasus pengadaan alat latihan kerja dan puskesmas keliling Natuna)
3.
Analisa
Sebenarnya niat baik (atau mungkin gebrakan dan
gerakan tebar pesona) yang dilakukan oleh KEMENKUM HAM tersebut disambut
antusias dan dinanti-nantikan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dimana rakyat
Indonesia berharap agar kemakmuran dan keadilan yang merata serta tidak pandang
bulu/ tebang pilih bisa segera diberangus sampai keakar-akarnya. Sekalipun itu
telah menjadi system dan telah merasuki seluruh sendi-sendi pemerintahan dan
penegakan hukum, akan tetapi paling tidak mampu mengurai dan memberikan solusi
yang jitu. Hanya saja mungkin menurut kami langkah-langkah yang ditempuh oleh
pemerintah dalam hal ini KEMENKUM HAM terkesan sangat tergesa-gesa dan
dipaksakan. Apalagi kalau ada
muatan politis yang mendompleng pada SK yang menjadi objek sengketa dan menjadi
tamparan keras pada pemerintah RI ini. Seandainya pemerintah tidak bersikap
arogan (merasa paling berkuasa) dan bebas menentukan sesuatu semaunya sendiri,
mungkin hal memalukan itu tidak akan terjadi. Lebih-lebih bila mereka mau
melibatkan pakar-pakar yang berkompeten dalam bidangnya, sehingga mereka bukan menjadi
lawan tetapi sebagai kawan.
Menurut kami ada
beberapa kesalahan yang dilakukan pihak KEMENKUM HAM pada saat menerbitkan SK
No. M.HH-07.PK.01.05.04 tentang
pengetatan remisi terpidana/tahanan Korupsi dan Narkoba diantaranya adalah:
a.
Adanya “cacat hukum” dalam penerbitan SK KEMENKUM HAM No.
M.HH-07.PK.01.05.04 tentang penghapusan/pengetatan remisi terpidana/tahanan Korupsi dan Narkoba yang hanya di dasarkan pada Surat Edaran Dirjen Pas No
PAS-HM.01.02-42, dimana suatu peraturan menghapus peraturan diatasnya (contra
hierarchy).
b.
Adanya pemberlakuan yang berlaku surut tehadap suatu keputusan/peraturan
(jika memang Surat Edaran Dirjen Pas No PAS-HM.01.02-42 tersebut dianggap sah).
Karena seharusnya pemberlakuan SK bebas adalah tanggal 30 Oktober 2011, padahal
Surat Edaran terbit sehari setelahnya yakni tanggal 31 Oktober 2011.
c.
SK KEMENKUM HAM
No. M.HH-07.PK.01.05.04 tentang pengetatan remisi terpidana/tahanan
Korupsi dan Narkoba baru terbit tanggal
16 Nopember 2011, padahal seyogyanya suatu SK diberlakukan sejak tanggal ditetapkan
atau bahkan ada masa sosialisasi selama 30 hari di daerah Jawa dan 100 hari diluar
Jawa bila itu suatu undang-undang/peraturan.
d.
SK KEMENKUM HAM
No. M.HH-07.PK.01.05.04 tentang pengetatan remisi terpidana/tahanan
Korupsi dan Narkoba ini juga bertentangan
dengan UU. No. 12 tahun 1995 tentang warga binaan, dimana warga binaan berhak mengajukan
bebas bersyarat apabila sudah menjalani lebih dari separo masa tahanan atas keputusan
yang berkekuatan hukum tetap (incraht) dan melampirkan beberapa syarat administrasi.
e.
Dengan penerbitan SK tersebut juga bertentangan dengan asas-asas
pemerintahan yang baik dimana pemerintah dituntut untuk bisa; professional,
proporsional, tertib penyelenggaran, akuntabel, terbuka dan demi kepentingan umum.
f.
Keputusan pemerintah itu bersifat konkret, individual dan
final, akan tetapi dalam kenyatannya KEMENKUM-HAM hanya mengkhususkan pencabutan
moratorium itu pada beberapa orang saja. Padahal seharusnya semua pihak yang
merasa haknya dirugikan (meski tidak disebut satu persatu) bisa menikmati hasil
yang sama dari putusan pengadilan yang mengharuskan dicabutnya moratorium
tersebut.
Komentar
Posting Komentar